9. Tasyakuran Aqiqah

1K 90 5
                                    

Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik!

Happy reading ☺️
.
.
.
.
.
.
.

"Jauh darimu membuat semangatku layaknya kerupuk terkena angin, mlempem."

~Novan Maulana Affandi~
.
.
.

Perjalanan jauh ke kota Jombang untuk memenuhi undangan dari temannya telah Novan lalui dengan menggunakan motor kesayangannya. Beberapa kali ia harus berhenti di sebuah pom untuk mengisi bensin atau sekadar minum air dan istirahat. Ia sangat suka bepergian menggunakan motor, pikirnya akan lebih menghemat waktu jika ada kemacetan melanda dan juga lebih romantis katanya apabila di jok belakang ada Rindi yang menemani perjalanannya. Sayangnya, istrinya itu tidak bisa ikut lantaran tugas yang ia emban di sana.

Kini Novan sudah sampai di kota santri, ia memarkirkan sepeda motornya di halaman depan sang pemilik rumah. Setelah kedatangan Novan, ada seorang laki-laki yang seumuran dengannya tetapi wajahnya masih terlihat sangat muda tengah menghampiri Novan. Orang akan mengira jika ia adik kelas Novan, tetapi nyatanya ia satu angkatan dengan Novan.

"Bro!" tegurnya menghampiri Novan.

"Assalamu'alaikum," ingat Novan.

"Eh– wa'alaikumussalam. Lupa, hehe."

"Lupa terus."

"Gimana kabar Lo– lho istri mana istri, kok nggak diajak?" tanya lelaki itu pada Novan.

"Dia sibuk," jawabnya pasrah.

"Kasihan, udah ayo masuk!" Titahnya merangkul bahu Novan.

"Duduk dulu, Van! Gue ambilin minum."

"Thanks, Bro."

"Acaranya malam, kan?" tanya Novan setelah temannya itu duduk di sampingnya.

"Yoi, sekalian Lo nginep di sini!" ajaknya.

"Nggak usah, Bro. Kebetulan ada kerabat gue di sini. Rumahnya nggak jauh juga dari sini," tolak Novan halus.

"Lagian, ntar ngeganggu waktu Lo sama istri Lo," ledek Novan.

"Sa ae Lo, Bro!" timpal Zain. Ya, dia adalah Zainal Effendi, teman sekaligus sahabat Novan semasa kuliah dulu.

"Gimana kabar Lo, Van? Udah lama nggak ketemu," tanya Zain.

"Alhamdulillah, seperti yang Lo lihat sekarang. Lo sendiri?" tanya Novan balik.

"Alhamdulillah, btw tuh kumis masih, ya?"

"Jelas! Inilah daya pikat seorang Novan Maulana Affandi." Tutur Novan sambil memegang kumisnya dengan bangga.

"Mau muntah gue, Van!" Cetus Zain seraya memperagakan orang mau muntah. Tingkah Novan masih sama semasa kuliah dulu, menyebalkan pikirnya.

"Hahaha." Tawa mereka bersamaan di sela obrolan singkatnya.

Sedari tadi Novan mencoba menghubungi Rindi tetapi tidak bisa, ia terus saja beristighfar untuk meredam amarahnya. Baru juga beberapa jam, ia sudah rindu dengan sang istri.

Tibalah acara tasyakuran anak pertama dari sahabatnya itu, Novan memulai untuk memimpin doa yang nantinya dilanjutkan dengan pembacaan maulid diba'.

"A'uudzu billaahi minasy-syaithoonir rojiim. Bismillahirrahmanirrahim,"

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Where stories live. Discover now