Dia Imamku

653 41 10
                                    

Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik

Happy reading☺️
.
.
.
.
.
.
.

Satu minggu berlalu, pasangan suami istri ini menikmati liburannya dengan tenang dan bahagia. Sekarang, mereka sedang asyik bercengkerama sembari menunggu pesanan siomaynya.

Tak heran jika keduanya selalu menjadi pusat perhatian karena penampilan mereka mencerminkan layaknya pasangan bahagia di sebuah cerita-cerita fiksi. Laki-laki dengan balutan baju koko berwarna coklat dengan sarung yang berwarna senada, sedangkan si perempuan berbalut gamis perpaduan warna coklat dan maroon dilengkapi dengan cadar yang menutupi kecantikan fisiknya yang hanya dikhususkan untuk sang suami tercinta dan mahramnya saja.

Sebenarnya, baik Novan maupun Rindi sangat risih jika mereka menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitar, tetapi apalah daya, memang sulit menjadi orang good looking seperti ini dan tak sedikit pula yang menjadi paparazi dadakan bagi mereka. /Mengpede dulu ya, Van, Rin.

"Resiko orang tampan," celetuk Novan kemudian.

"Pede sekali, Tuan," cibir Rindi.

"Memang Mas ini tampan." ucap Novan percaya diri seraya menyugar rambutnya ke belakang.

Dengan cepat, Rindi menghentikan aksi Novan, ia tak mau jika aksi suaminya ini membuat jantung berdebar, terlebih bagi kaum hawa. Sebagai seorang wanita ia pun sama, tidak bisa mengendalikan perasaan jika ada laki-laki yang beraksi demikian, apalagi ini suaminya, ia tak rela, sungguh tak rela. "Mas apa-apaan sih?"

"Sengaja ya, biar banyak yang terpesona? Sekalian aja pamerin semuanya yang Mas punya!" gerutu Rindi.

Novan tersenyum sangat tipis, ia sadar jika sang istri sedang cemburu, sebenarnya yang Novan lakukan tadi hanya reflek, ia terbiasa bertingkah begitu hanya untuk menarik perhatian Rindi, akan tetapi sekarang ia lupa jika masih berada di tempat umum. Novan mendekat dan meraih jari jemari sang istri, "Maaf, Mas lupa. Lain kali nggak diulangi kok."

"Lupa kok terus!" ketus Rindi yang masih memalingkan wajahnya.

"Namanya juga manusia, Dik, tempatnya lupa." balas Novan menahan senyum.

Rindi beralih menatap nyalang ke arah Novan, sedangkan yang ditatap hanya nyengir kuda.

Ekhem

"Kalau main tatap-tatapan mending di rumah aja, Mas, Mbak! Saya iri lho," tegur Mas siomay sembari menyodorkan dua plastik berisikan siomay yang sudah siap santap. Yang ditegur pun menoleh dan tersenyum tak enak ke Mas siomay.

"Ngapunten, Mas. Sengaja," celetuk Novan dan mendapat tabokan sang istri.

"Maaf, Mas. Ini uangnya, terima kasih." balas Rindi cepat seraya memberikan satu lembar uang sepuluh ribuan.

"Sama-sama, Mbak," balas Mas siomay kemudian duduk di dekat mereka. "Mas, cara biar dapat jodoh kayak Mbaknya ini gimana ya?"

Novan terperangah, "Jaga bicaranya, Mas! Ini istri saya, jangan macam-macam ya, Anda!"

"Wooo! Selow, Mas, selow! Saya kan cuma nanya caranya biar dapat jodoh yang modelan Mbaknya, yang sholehah, pakaiannya sopan, dan tentunya baik dan cantik." jelas Mas siomay.

"Istighfar, Mas!" ingat Rindi yang menarik Novan agar kembali duduk.

Novan terduduk kembali, "Maaf, saya terlalu emosi sampai nggak nyerna dulu kata-kata Masnya tadi."

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Where stories live. Discover now