Izin

610 48 8
                                    

"Sayang... udah ya nangisnya!" bujuk Rindi pada Gio yang masih menangis tersedu-sedu, padahal ia sendiri juga masih menangis.

"Hiks... hiks...,"

"Ibu...,"

"Gio... Bunda di sini, Sayang," tenang Rindi seraya terus mengusap pucuk kepala Gio.

"I-Ibuu... hiks... hiks,"

"Ibu, Bunda. Ibu... I-Ibu sama dedek Gio...,"

"Ibu... dedek... hiks... hiks...," ucap Gio disela tangisnya yang tak kunjung reda.

Air mata Rindi pun tak henti-hentinya menetes dari pelupuk matanya, ia dekap Gio dalam pelukannya, keduanya sama-sama masih menangis tersedu-sedu.

"IBU!"

"Itu Ibu kan, Bunda?"

"Enggak, I-Ibu... hiks... hiks," tangis Gio pecah kala melihat sang Ibu terbujur tak bernyawa dengan darah yang berceceran di sekelilingnya. Ia berlari dan memeluk sang Ibu yang kini sudah tak bernyawa.

Rindi membekap mulutnya tak percaya, perlahan ia menghampiri Gio dan seorang Ibu hamil yang sudah tergeletak tak bernyawa di hadapannya.

"Hiks... hiks... Ibu, bangun, Bu!"

"Hiks... hiks... Gio udah pulang, Gio udah di sini,"

Gio mengguncang-guncangkan tubuh sang Ibu, "Ibu... hiks... bangun!"

Seorang perempuan menepuk bahu Rindi pelan, "Nak Rindi kan?" tanyanya yang diangguki oleh Rindi.

"Dia... dia sudah meninggal,"

Perempuan itu pun ikut menangis dan beberapa kali menengadahkan kepalanya agar air matanya berhenti menetes, "Se-setelah ke... kecelakaan itu terjadi, ia langsung meninggal di tempat. Kita su-sudah menghubungi ambulance, namun takdir berkata lain. Dia... dia sudah tiada dan bayinya... bayinya pun juga tak terselamatkan."

Rindi berjongkok di samping Gio, ia memeluk anak itu dan menenangkannya, "Gio... hiks... hiks,"

"Bunda... Ibu... I-Ibu masih bisa dengelin Gio kan, Gio udah pulang. Sekalang Gio sama Ibu mau pulang ke lumah,"

"Pasti Ibu lapel, telus dedek bayinya juga,"

Rindi tak tahu harus berbuat apa, yang ia bisa hanya terus mendekap Gio, memberi ketenangan pada anak kecil yang malang itu.

Pukul 19.00

Rindi menidurkan Gio di pahanya dan mengelus surai lembut anak laki-laki itu. Sekarang Gio mulai tenang dan tidak menangis lagi, namun ia masih terus memanggil Ibu dan calon adik bayinya. Sambil menunggu kepulangan Novan, Rindi masih setia menghibur dan menenangkan Gio.

"Lag ja gale ki phir ye hassin raat ho na ho,"

"Shaayad phir is janam men mulaaqaat ho na ho,"

"Lag ja gale ki ph-,"

Tok tok tok

"Iya, sebentar!" sahut Rindi kala ada seseorang yang mengetuk pintu.

"Kamu di sini dulu ya, Sayang! Bunda mau ke depan dulu," pamit Rindi dan Gio pun mengangguk.

"Assalamu'alaikum, istriku," salam Novan dengan senyum manisnya.

Rindi membalas senyuman Novan, "Wa'alaikumussalam,"

Novan terkejut melihat mata sembab sang istri, ia pun menghampiri dan menangkup kedua pipi Rindi, "Mata kamu kenapa? Habis nangis? Apa ada orang yang nyakitin kamu?" Rindi hanya menggeleng sebagai jawaban.

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang