Bendera Kuning

590 47 14
                                    

Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik

Happy reading☺️
.
.
.
.
.
.
.

Di sinilah mereka, bersantai di ruang tamu sembari melihat televisi yang menayangkan sinetron kesukaan emak-emak. Posisi Rindi sedang duduk dan bersandar pada sofa, sedangkan Novan tiduran dengan menggunakan paha Rindi sebagai alasnya.

"Mas," panggil Rindi dengan tangan yang masih menyisir rambut Novan.

Novan mendongak menatap Rindi, "Iya, Sayang."

"Tak tutuk lho sampean, Mas!" ketus Rindi.

Novan tergelak, "Nggak boleh gitu sama suami!"

"Mas ngeselin sih!"

Novan merubah posisinya, ia melingkarkan tangannya ke pinggang sang istri. "Romantis gini dibilang ngeselin."

"Ih, geli! Lepasin, Mas!" protes Rindi, Novan malah semakin mengeratkan pelukannya.

Geram karena kata-katanya dihiraukan Novan, Rindi memencet hidung Novan dan membuat laki-laki itu tak bisa bernapas sejenak. "KDRT part 2!" adu Novan yang beralih duduk.

"Lagian, ngeselin banget jadi orang," gerutu Rindi.

"Kita kapan pulang, Mas?"

"Besok pagi, Dik," jawab Novan hendak bangkit mengambil minum.

"Kenapa nggak sekarang aja?" tanya Rindi, raut wajahnya berubah sendu.

Novan mengurungkan niatnya, ia berbalik badan dan seketika panik melihat air mata yang mengalir membasahi pipi Rindi. "Lho, kok nangis?"

Novan mengusap air mata Rindi, "Kamu kenapa? Mas ada salah sama kamu atau ada kata-kata dari Mas yang menyakiti hatimu?"

Rindi menggeleng, ia membenamkan wajahnya ke dada Novan. "Mas nggak ada salah sama aku. Aku juga nggak tahu kenapa tiba-tiba nangis gini."

Novan mengelus surai hitam sang istri dan menepuk punggungnya pelan. "Kamu yang tenang ya, kita pulang besok pagi! Sekarang, kita siap-siap dulu!"

"Hapus dulu dong air matanya!" titah Novan dan Rindi pun mengusap air matanya pelan. "ayo!"

Keesokan harinya setelah melaksanakan sholat subuh, mereka sudah bersiap meninggalkan villa setelah berpamitan pada Mang Diman dan Bik Marni. Perjalanan yang mereka tempuh memakan waktu berjam-jam lamanya, untuk itu mereka mengawalinya dari pagi-pagi sekali dan agar tidak terjebak macet juga.

Setelah menempuh perjalanan cukup lama, tibalah mereka di sebuah rumah bercat putih dengan kolam ikan koi yang berada di tepi kiri berukuran sedang sebagai pelengkap keindahan. Akan tetapi, suasana ramai yang tidak seperti biasanya membuat Rindi mengerutkan kening kala berpijak di halaman depan rumah. Beberapa orang sudah berkerumun, ada yang mengobrol dengan tetangga yang lain, ada yang sibuk dengan kayu-kayu, dan ada pula yang menangis. Yang membuat Rindi semakin heran adalah adanya bendera berwarna kuning berada tepat di depan rumah itu. Sembari menenteng beberapa bungkus oleh-oleh yang akan diberikan kepada orang tua tercintanya, Rindi berlari menerobos beberapa orang yang menghalangi langkahnya.

Bruk

Rindi menjatuhkan barang yang ia tenteng di kedua tangannya, hatinya berdegup sangat cepat dengan napas yang masih memburu setelah berlarian cukup jauh, ia berjalan gontai ke depan kemudian ambruk.

Rindi masih tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Kedua orang yang ia sayang, kedua orang yang selalu mengajarinya tentang berbagai hal, kedua orang yang selalu ia banggakan, terbujur kaku terbalut pakaian terakhir manusia di muka bumi. Seketika air mata mengalir deras dari kelopak matanya, ia mengguncang tubuh tak bernyawa di hadapannya.

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Where stories live. Discover now