10. Novan yang Malang

917 86 15
                                    

Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik!

Happy reading ☺️
.
.
.
.
.
.
.

Tiga hari di Jombang Novan lalui dengan dongkol, pasalnya ia rindu sekali dengan istrinya namun jaringan telepon di sana sangat susah. Dahulu waktu ia belum mempunyai istri, jaringan di kota santri ini aman-aman saja, tetapi kenapa semenjak ia punya istri jadi susah begini. Ia sangat bosan jika seperti ini, biasanya ia akan mengganggu istrinya itu sampai ia mengamuk, senang sekali rasanya bisa membuatnya marah.

Hari ini adalah hari terakhirnya di Jombang, ia bersusah payah pergi ke suatu tempat agar ia bisa menghubungi istrinya tanpa gangguan jaringan.

"Alhamdulillah, sepertinya aman di sini," ucap Novan yang menemukan tempat yang pas untuk menghubungi Rindi.

Setelah tersambung ia langsung bersuara. "Hallo, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam,"

"Bagus, bagus banget ya, Om! Kenapa telepon saya, bukannya udah bahagia di sana, udah nggak ingat saya lagi?"

"Bentar, Dik, bentar! Ada masalah di sini, jadi sulit untuk menghubungi kamu," jelas Novan.

"Jaringan di sini susah karena kemarin ada pemadaman listrik, jadi berimbas sampai sekarang. Asal kamu tahu, saya di sini susah tidur," tuturnya.

Rindi menanggapinya dengan bergumam saja yang membuat Novan panik.

"Dik, jawab apa gitu, jangan diam saja! Saya bela-belain sampai manjat pohon lho buat cari sinyal."

"Ngomong doang tanpa ada bukti juga semua orang bisa, Om!"

"Ya sudah saya vc." Putus Novan kemudian mengganti panggilan telepon biasa dengan video call.

Panggilan terhubung kembali dan Rindi langsung mengangkatnya.

"Mana coba buktinya, katanya sampai bela-belain manjat pohon?" pinta Rindi tak sabar.

"Mana coba buktinya, katanya sampai bela-belain manjat pohon?" pinta Rindi tak sabar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tawa Rindi seketika pecah dan hampir saja ponselnya terjatuh.

"Om, hahaha. Aduh! Aduh! Sakit perut saya lihatnya, i-itu ngapain pakai payung? Hahaha."

"Stop, Dik! Jangan mengejek saya begitu!" Pinta Novan memberenggut kesal ditertawakan sang istri. "Di sini panas."

"Hahaha. Aduh! Perut saya sakit, Om." Tawa Rindi tak semakin keras sampai air matanya keluar.

"Rindiana Sativa, diam!"

"Sekali lagi seperti itu, saya nikahin kamu!" ancam Novan.

"Kan sudah nikah wahai mas-mas berpayung, hahaha."

"Rindi ...," ucap Novan frustasi.

"Iya-iya, maaf. Kapan pulang?" Ucap Rindi tetapi masih tak bisa menyembunyikan tawanya.

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Where stories live. Discover now