Ekstra Part 2

725 57 4
                                    

Seminggu ini, Novan beserta keluarga kecilnya menghabiskan waktu liburan bersama keluarga besarnya. Tak jarang pula, Fiya selalu diganggu oleh Fathan maupun Hamzah. Seperti sekarang, Fiya tengah menangis lantaran ia ditakut-takuti dengan ular mainan milik Hamzah.

"Aaa, Fiya takut!" Teriak Fiya yang sedari tadi berlari ke sana ke mari dengan Hamzah yang mengejarnya.

"Fiyaaa ... ularnya lucu, lho." Ucap Hamzah yang terus menakuti Fiya dengan ular mainan itu. "Main yuk sama Mas ular!"

Fiya berhenti sejenak. "Emang ularnya cowok, tahu darimana kamu?"

Hamzah pun ikut berhenti, ia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Melihat Fiya yang lengah, ia langsung menaruh ular itu ke bahu Fiya.

"Aaa ... bunda! Fiya takut!" jerit Fiya. "kenapa ularnya nggak bisa lepas? Hiks, lepasin! Fiya takut."

"Hamzah ... nakal banget kamu. Ke mari!" titah Vita. "minta maaf ke Fiya!"

"Fiya, maafin Hamzah! Nanti bakal diulangi lagi, kok." Ucap Hamzah dengan nada lirih pada kalimat kedua.

Vita yang mendengar pun langsung menegur sang anak. "Hamzah ... nggak boleh gitu!"

"Sudah, Vita, nggak papa! Hamzah juga udah minta maaf. Iya kan, Hamzah?" tanya Rindi pada Hamzah.

"Iya, bu dhe. Hehe."

"Sudah, mari kita makan!"

"Asik!" seru para kerucil.

Fiya sekarang sibuk dengan pentol di tangannya, lalu terbesit ide jahil di pikiran Rindi.

"Hm, bunda juga mau. Haak!"

Fiya menyuapi pentol pada sang bunda, dan Rindi melahap habis pentol itu.

"Habis," rengek Fiya.

"Maaf ya ...,"

"Haaa ... habis," rengek Fiya.

Rindi terkekeh pelan. "Hm, sabar ya!"

"Sabar," sahut Fiya.

"Sabar ya!" Rindi membujuk Fiya sembari mengelus dada sang anak, kemudian menusukkan pentol dan memberikannya pada Fiya.

"Sabar," balas Fiya. "wow!" Fiya berseru senang kala menerima pentol itu.

"Lagi, Sayang! Haak bunda!" pinta Rindi lagi.

"Tidak," tolak Fiya cepat dan membuat Rindi tertawa, begitu pun dengan Novan yang menyaksikan keusilan istrinya itu. Memang sangat menyenangkan jika mengganggu putri bungsunya itu.

Fiya melahap habis pentol di tangannya, ia tidak mau mengulangi kesalahan yang sama lagi. Cukup sudah ia dikerjai oleh bundanya.

Rindi tertawa. "Enak?"

"Enak." Jawab Fiya sembari mengunyah pentol itu.

🦭🦭🦭

Pyarr

Rindi berlari kala mendengar sesuatu dari dapur. Tiba di sana, Rindi membulatkan matanya.

"Astaghfirullahaladzim, Mas!"

Rindi menghampiri Novan yang tengah tersenyum tak tahu diri ke arahnya. "Kenapa, Mas? Mas butuh sesuatu? Bilang sama aku, biar nanti aku yang ambilin!"

"Mas nggak papa? Li-" Rindi melihat telapak tangan Novan yang sudah berlumuran darah. "Astaghfirullahaladzim, biar aku obatin lukanya, Mas!"

Novan tersenyum. "Nggak papa, Dik."

"Nggak papa apa? Ini lukanya cukup parah, biar aku obatin dulu!" tegas Rindi.

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang