Ekstra Part 1

950 56 1
                                    

"Arfathan Ayub Affandi!" Teriak wanita sambil berkacak pinggang.

Anak kecil laki-laki itu menghentikan aktivitasnya kala mendengar suara yang tak asing di pendengarannya, ia menoleh dan langsung berlari menuju sumber suara.

"Arfathan Ayub Affandi yang manisnya melebihi Bapak Affandi, ada di hadapan bunda." Anak itu menyunggingkan senyum hingga gigi tidak rapinya terlihat jelas.

Rindi memejamkan matanya sejenak kemudian berjongkok untuk menyejajarkan tingginya dengan sang anak. "Kenapa sekarang kamu jadi centil begini, Fathan? Bunda tidak pernah mengajarkan hal itu padamu."

Fathan pun tersenyum. "Memang bukan bunda yang mengajarkan Fathan begini, tapi ayah." Jawabnya jujur kemudian melihat ke arah ayahnya yang sedang sibuk bermain dengan anak perempuan yang usianya terpaut tak jauh darinya.

Rindi menepuk keningnya, diraihnya tubuh sang anak agar perhatiannya fokus padanya. "Fathan ... suatu hal yang tidak baik itu seharusnya tidak dilakukan, walaupun itu ajaran dari orang terdekat. Jika memang itu tidak baik, maka sebaiknya kita meninggalkannya!"

"Paham, Fathan?"

"Iya, bunda. Fathan paham."

"Abang ... ke mari!" titah Rindi pada anak laki-laki yang bersama Fathan tadi.

Rindi mengecek pipi anak laki-laki itu, terdapat sedikit memar akibat gigitan dari Fathan tadi.

"Astaghfirullahaladzim."

"Fathan ... minta maaf sama abang!" titah Rindi lembut.

"Nggak papa, bunda. Ini nggak sakit kok."

"Bang ... Fathan harus bertanggung jawab atas apa yang telah ia perbuat, dia juga harus meminta maaf akan hal itu!" Jelas Rindi kemudian memandang ke arah Fathan. "Ayo, Sayang!"

"Bang Gio, Fathan minta maaf karena Fathan udah nyakitin Bang Gio. Maafin Fathan karena Fathan udah gigit abang sampai memar gitu, habisnya Fathan gemas sama pipinya Bang Gio." Ucap Fathan sembari mencium telapak tangan Gio berkali-kali.

Gio tersenyum. "Nggak papa, Fathan. Abang udah maafin kamu kok."

Mata Fathan berbinar. "Beneran?"

Gio mengangguk dan tersenyum ke arah sang adik.

Fathan merentangkan tangannya dan disambut hangat oleh Gio, keduanya berpelukan. Rindi yang melihat itu pun tersenyum kemudian mengelus surai keduanya secara bersamaan.

"Maafin Fathan ya, bunda! Habisnya pipinya abang gemas banget, Fathan nggak tahan kalau nggak gigit dia."

Rindi terkekeh kemudian membawa Fathan dalam pelukannya. "Tingkahmu nggak jauh beda sama ayah."

"Bunda benar, dulu ayah juga sering gigit pipi abang, bahkan sampai sekarang pun masih sama. Malahan kalau sekarang ditambah sama anaknya, hehe." Jelas Gio diakhiri dengan tawanya.

"Aaa, sayang abang. Sini, bang, kita peluk bunda sama-sama!" ujar Fathan.

"Apa ini? Kok ayah nggak diajak, sih?" Novan datang sembari menggendong anak perempuannya.

"Turunin Fiya!" rengek anak perempuan digendongan Novan.

"Iya, Sayang."

Mata anak perempuan itu berkaca-kaca dan kemudian langsung memeluk sang bunda.

"Kok Fiya nggak diajak? Fiya juga mau meluk bunda," rengek Fiya.

"Ih, itu bundanya abang!" Ucap Fathan dibuat-buat untuk menjahili adiknya.

Fiya semakin menangis dalam pelukan Rindi. "Bundanya Fiya juga, hiks ... Bang Fathan jahat!"

"Abang ...!" tegur Rindi lembut. "ke mari!" ucap Rindi yang ditujukan pada Gio dan Fathan.

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang