Sentuhan Perempuan Lain

766 50 21
                                    

Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik!

Happy reading☺️
.
.
.
.
.
.
.

Jangan lupa untuk selalu beristighfar saat membaca part ini!

"Ayolah, Mas!" rengek perempuan seraya menggoyangkan lengan laki-laki yang sedari tadi tak berekspresi. "aku bosan lho, lagian kan cuma sebentar."

"Mas, ayolah! Beri izin, ya! Ya, ya, ya!" rengeknya terus menerus karena tak mendapat jawaban dari sang suami.

"Tuan Novan Maulana Affandi yang terhormat dan tampan rupawan, tolong berikan izin kepada saya agar bisa mengajar lagi!" kali ini Rindi memohon sambil memasang puppy eyes.

Sial! Novan benar-benar tak bisa berkutik lagi saat Rindi sudah melakukan hal itu, istrinya ini benar-benar menggemaskan.

"Mas mau kerja," bukannya menjawab, Novan malah bergegas pergi menghindari istrinya yang sudah berhasil membuatnya melayang-layang di udara, dengan cepat Rindi menghadang langkah Novan. "beri izin dulu!" pintanya seraya mengerucutkan bibir.

Novan memejamkan mata sekejap kemudian menatap lekat manik mata sang istri. "Saat Allah menciptakanmu, Ia memberikan bahan tambahan apa sih? Kenapa kamu semakin menggemaskan? Dari dulu sampai sekarang, bahkan lebih menggemaskan lagi saat kamu sedang hamil."

"Satu detik aja, Mas selalu gagal jika ingin mengabaikanmu. Sepertinya Mas harus mengurungmu selama beberapa jam ke depan!" imbuh Novan dan mendapat cubitan di pinggangnya.

"Satu hari tanpa mengeluarkan kata-kata yang membagongkan bisa nggak sih?!" sungut Rindi.

"Nggak bisa!" balas Novan cepat.

"Hih!" geram Rindi. Ingin sekali ia mengacak-acak wajah serta mulut sang suami karena selalu sukses membuatnya tersipu.

Novan pun terkekeh melihat tingkah sang istri, "Kalau mau marah, luapkan saja, kalau perlu jambak rambutnya Mas!" seru Novan sembari menyodorkan kepalanya ke arah Rindi.

Rindi menampilkan ekspresi datar, "Mas! Serius!"

"Ayolah, Mas! Izinin aku!" rengek Rindi lagi, kali ini matanya sudah berkaca-kaca.

Novan tak tega melihat Rindi seperti itu, kemudian ia mendekat dan membawa Rindi ke dalam pelukannya, "Mas izinkan."

Rindi mendongak, "Benarkah?" Mata Rindi berbinar mendengar penuturan Novan, "Mas nggak bercanda kan?"

"Iya, Dik." jawab Novan lembut. "tapi kamu harus segera pulang setelah selesai mengajar dan nggak boleh melakukan pekerjaan rumah yang berat-berat!"

"Siap!" sahut Rindi. "terima kasih, Mas. Sayang deh sama kamu."

"Perayu handal!" cibir Novan kemudian keduanya tertawa bersama.

"Ayo, sekalian Mas antar kamu!" ajak Novan.

"Sebentar! Aku ambil cadar sama tas dulu," jawab Rindi yang bergegas ke dalam kamar.

"Hati-hati, Dik!" teriak Novan saat Rindi hampir terjatuh di depan pintu kamar.

Beberapa saat kemudian, Rindi berdiri di hadapan Novan dengan senyum merekah. Sayangnya, Novan tak bisa melihatnya lantaran tertutup oleh cadar yang dikenakan Rindi, akan tetapi Novan sadar kala mata Rindi menyipit yang menandakan ia sedang tersenyum sekarang. Dengan cepat, ia mencuri satu ciuman di pipi kanan Rindi.

Cup

"Mas tahu kalau kamu sedang tersenyum,"

Rindi mengernyit binggung.

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang