16 - Don't Cry Because of Me

373 61 90
                                    

Loverdose : 16
.
.
.

[]

"Lo... jahat."

"Saya gak jahat, kamu yang keras kepala."

Dam.

Jantung Noina berpacu mendengar balasan dari Nekara yang sangat melenceng dari ekspektasinya. "Gu-gue?" Noina menunjuk dirinya sendiri.

Nekara meletakkan ponselnya di lantai, pandangan cowok itu fokus menatap ke depan dengan rahang tegap. "Saya sudah pesankan kamu taksi, lalu kamu malah naik angkot. Terus siapa yang jahat sekarang?" Nada bicara Nekara datar namun sangat dalam dan tegas.

Noina semakin menunduk lesu, kalau begini caranya mungkin pelukan sekalipun tidak akan membuat Nekara memaafkannya. Air mata gadis itu semakin deras tak henti-henti melembabpi pipi gembulnya.

"Lo boleh marahin gue, lo boleh maki gue, bahkan lo boleh bentak gue. Tapi, tolong jangan diamin gue, gue... gue gak bisa." Ucapan itu diiringi sedikit isakan dan suara bergetar yang tertelan hampir tak terdengar. Hanya lirih.

"Kamu tau." Nekara menengadah memperhatikan kerlap-kerlip jutaan bintang di langit. "Level tertinggi marahnya seseorang adalah diam. Dan seperti yang kamu alami saat ini, saya sedang marah sama kamu."

Noina tak mampu sama sekali untuk menatap mata cowok yang barusan berucap itu, jangankan menatap, untuk mendongakkan kepala saja Noina tak memiliki daya sedikitpun.

"Semakin saya marah saya semakin diam." Jakun cowok itu bergerak seirama dengan ucapan demi ucapan yang dilontarkan Nekara. Kepalanya masih setia menengadah memperhatikan langit gelap. "Sebab, ketika saya marah saya tahu itu bukanlah diri saya yang sesungguhnya."

"Dia, emosi. Emosi sedang mengendalikan saya. Lalu, ketika saya sadar, saya akan menyesali itu semua."

Noina menarik menarik napas seiring dengan ingusnya yang ikut masuk. "Maaf, maafin gue. Gue ngaku salah, ma... af."

Dada gadis itu terasa amat sesak, tarikan napasnya terasa memberat. Noina benar-benar lemah untuk saat ini.

"Kamu masih ragu dengan perasaan saya, Noina?" tanya cowok yang sudah menundukkan kepala menatap gadis gemetar di sampingnya itu.

Noina tak menjawab, kepalanya hanya semakin menunduk dengan tangan yang meremas rumput hijau di bawahnya. Menyalurkan emosi dengan mencabuti makhluk hidup tak berdosa itu, walaupun keadaan tangan bergetar dan lembab.

Tarikan napas kasar terdengar dari bibir Nekara. "Apakah kamu tahu seberapa besar keberanian yang dibutuhkan seorang laki-laki untuk mengungkapkan rasanya kepada perempuan yang disukainya?"

Perlahan, tangan Nekara meraih dagu Noina yang menunduk, mengangkat wajah kecil itu agar melihatnya. Pandangan cowok itu teduh menatap Noina yang mata dan pipinya sudah memerah. "Ketika lelaki sudah memutuskan untuk mengungkapkannya, itu berarti dia telah mempertimbangkannya dengan cukup baik."

Noina menatap sayu pada Nekara yang hanya menatapnya dengan ekspresi datar, tanpa senyuman yang selama ini ditebarkan.

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.
LOVERDOSE [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt