Tiga Puluh Tujuh

31 1 0
                                    

Jangan lupa vote dan coment nya yaaa guiisss
.
.
.

Evan mengendarai motornya kebut-kebutan. Beberapa kali motor miliknya itu hampir tergelincir karena jalanan yang begitu licin akibat hujan yang deras. Yang ada di pikirannya sekarang adalah Friska. Apa kabar dengan kondisi gadis itu sekarang? Dirinya tidak peduli jika badanya terguyur derasnya air hujan. Apa kabar juga  dengan hatinya? Pasti dia sangat terluka.

Cowok itu tetap menelusuri setiap jalan yang tidak jauh dari rumah sakit.

Sial.

Motor miliknya terjatuh seiring dengan badanya. Ia berusaha bangun dari tindihan motor besar tersebut. Ia melepas helemnya dan berusaha membangunkan motor nya. Namun ternyata motor itu tidak bisa menyala. Rasa sakit menjalar di tubuh nya. Dengkul kaki nya pun mengeluarkan darah yang tersiram oleh derasnya hujan. Ia tetap terbangun dan berjalan meninggalkan motor dan helmnya di tempat itu.

Dia harus mencari Friska. Dengan tertatih cowok itu memaksakan dirinya untuk menahan rasa sakit nya. Petir menyambar membuat suasana malam menjadi semakin mencekam. Tidak ada lagi bintang yang selalu ia lihat bersama Friska. Tidak adaa lagi doa yang selalu mereka panjatkan walau Evan tahu itu semua hanya tahayul semata.

Beberapa menit kemudian kaki  cowok itu berhenti. Dadanya bergemuruh hebat. Matanya memerah menahan tangisannya. Mata yang selalu tak kuasa melihat seseorang yang rapuh tepat di depannya. Mungkin benar...

Semesta tidak berpihak kepadanya....

❤️❤️❤️❤️

Gadis itu lunglai di bawah derasnya air hujan. Kakinya menapak jalan tanpa tujuan. Desahan angin melantun syahdu, menerpa hati nestapa walau sesak tak kunjung reda.

Seketika dirinya bungkam melihat sosok bayang sendu di depannya. Kepala nya mendongak menghadap cowok jangkung  menatap dirinya yang susah untuk diartikan.

"Bangun Fris!" ujarnya dengan rahang menggeram menahan marah.

"Lo butuh pelukan dari gua kan?" Matanya pun merah menahan air mata yang tertutup derasnya hujan.

"Jangan sedih fris, Lo kagak sendiri karena ada gua di sini!"  Friska pun menghambur ke pelukan cowok sekaligus sahabat yang amat ia cintainya.

"Kenapa harus gue Van? Kenapa harus begini?" ucap Friska di tengah isakanya. Gadis itu pun mengurai pelukanya dari Evan. Dirinya menghadap ke arah pinggir jembatan jalan raya. Jembatan yang di bawahnya terdapat sungai yang airnya terlihat begitu tenang namun sepertinya menghanyutkan.

"TUHANNNN!" teriak Friska menghadap jembatan di pinggir jalan itu. Rintikan hujan pun semakin deras. Suara petir juga menjadi bumbu kesedihan gadis tersebut.

"KENAPA MAMAH DAN KAK LINTANG BENCI SAMA GUE? KENAPA PAPAH MERELAKAN DIRINYA DEMI MENYELAMATKAN GUE?
HARUSNYA GUE YANG YANG ADA DI POSISI PAPAH! HARUS NYA TANGAN GUE YANG DI POTONG! HARUS NYA GUE YANG CACATT!" teriak Friska sambil menjambak rambut nya yang basah.

"Bener kata mamah," ucap gadis itu dengan senyum sinisnya.

"Gue mati aja! Gue bencana dalam keluarga Maheswara!" bentak Friska dengan suara yang sudah serak.

"Tolong cabut kata-kata elo Fris!" ungkap Evan memeluk gadis itu dari belakang.

"Masih banyak orang yang sayang sama elo! Masih banyak orang yang peduli sama elo! Gue di sini Fris! Gue selalu ada bersama elo! Gue nggak akan ninggalin elo!" ucap Evan kepada gadis itu yang kini menangis walau air matanya tertutup dengan derasnya hujan.

BAYANG SENDU Where stories live. Discover now