36

1.7K 236 63
                                    

Sana

Suara berisik mulai mengganggu. Telingaku sakit saat mendengar suaranya yang entah kenapa semakin besar bersamaan dengan kesadaranku yang mulai terkumpul.

klik!!
Kubunuh alarm sialan itu. Bunyinya sungguh berisik!

Aku bangun terduduk dengan malas. Kuregangkan ototku yang kaku. Karena kemarin aku mengatur barang barang di apartementku, rasanya badanku sakit semua sekarang. Sepertinya Jihyo juga merasakan hal yang sama. Aku sedikit menyesal membuatnya bekerja keras. Menggeser furniture berat memang bukan hal yang mudah untuk kami berdua.

"hah!" Helaan nafas berat keluar. Jujur aku masih lelah. Rasanya tidurku masih kurang. Dan alarm sialan itu benar mengganggu. Semenjak pertengkaranku dengan Dahyun, aku memang mulai membiasakan diri menggunakan benda itu.

Sebenarnya, aku tidak membutuhkan alarm untuk membuatku terbangun. Karena sebelumnya, aku bisa bangun dengan mudah saat tidur bersama Dahyun. Dan juga kadang dia yang membangunkan dengan penuh cinta. Tapi sudahlah, aku tidak mau mengingat itu saat ini.

Ku turunkan kakiku. Membuat telapak kaki ku bersentuhan dengan lantai dingin kamarku.

Segera aku beralih ke arah jendela, membuka tirainya dan disambut dengan sinar matahari yang cukup menghangatkan. Beberapa detik menikmati hingga aku menyudahinya. Ku sambar kaca mata di atas mejaku. Memakainya dan mulai keluar kamar.

Dorm masih nampak sepi. Apa yang lain belum bangun? Padahal hari ini kami ada jadwal.

Tak terlalu mengambil pusing karena kutahu Jihyo akan membangunkan mereka dengan suara besarnya cepat atau lambat, aku memilih segera turun. Menuju dapur karena aku butuh air.

"oh? Eonnie sudah bangun?" Suara tak asing menyambut kedatanganku.

Aku sedikit kaget melihat Dahyun disitu. Sedang sibuk dengan rotinya dan ditemani dengan segelas susu cokelat hangat. Tumben anak ini bangun dengan cepat.

"hm" Aku mengangguk kecil lalu segera mengambil gelas dan mulai mengisinya dengan air.

"Eonnie mau roti juga?" Sebuah tawaran masuk ke indera pendengaranku. Aku berbalik menatap punggungnya dengan bingung. Kenapa anak ini jadi begini? Biasanya dia tak mau menegurku karena terlalu memegang permintaanku waktu itu. Jadi rasanya sungguh aneh.

"ani gwencana" aku menolak. "Aku makan di lokasi syuting saja nanti" Ucapku lalu mulai melangkah keluar dari dapur setelah meneguk airku hingga habis.

"Kemarin, eonnie kemana saja bersama Jihyo eonnie?" Pertanyaan lain kembali menahan langkahku.

Aku berbalik menatapnya yang terlihat masih mengoles selai cokelat ke rotinya. "Ke tempat donasi" jawabku malas.

"sampai malam?"

"oh. Sampai malam" jawabku lagi acuh.

Pang!!
Pisau ditangan di letakkan kasar hingga mengeluarkan suara keras. Roti ditangannya pun dilempar begitu saja ke atas piring. Tatapan tajam diberikan. Bahkan gadis itu terlihat mendatangiku.

"ini kenapa?" Sebelah tanganku tiba tiba dia angkat. Ku beri atensiku ke arah tubuhku yang dia maksud. Ada sedikit lebam disitu.

"Bukan apa apa" Kutarik tanganku. Menepis genggamannya. Dan soal lebam itu, sepertinya itu timbul karena kemarin. Aku tidak sengaja tersandung saat memindahkan beberapa barang. Yang malah menyebabkan tanganku terkena tepian meja. "Dan sejak kapan kau jadi secare ini padaku?"

"Pertanyaan apa itu? Eonnie itu kekasihku! Jadi apa salahnya jika aku mengkhawatirkanmu?!"

"hah~" Aku menghela nafas berat. Itu memang benar. Tapi status itu tak ada gunanya saat ini. "aku mau mandi" Aku memilih pergi.

About Us? S4 ✔Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ