BAB 70 Sungguh Sakit

18 4 0
                                    

Yena sedang menyirami bunga-bunga di depan rumahnya bersama dengan ibunya, ia terlihat khawatir karena melihat wajah ibunya yang terlihat sangat pucat.

"Eomma tidak apa-apa? Eomma terlihat sangat pucat. Lebih baik istirahat saja di dalam, biar aku saja yang menyirami bunganya."

"Eomma tidak apa-apa Yena-ya. Hanya sedikit pusing." Ibu Yena beralih duduk disebuah kursi yang terdapat di depan rumah. Ia memandangi putri semata wayangnya sambil tersenyum.

"Ayah di mana Yena-ya?" tanya ibu Yena.

"Aah Appa sudah berangkat kerja sangat pagi, katanya ia ada bisnis di luar kota."

"Oh benarkah?" Yena menganggukkan kepalanya membalas pertanyaan ibunya.

"Eomma masuk ke rumah saja. Suasana hari ini sedang sedikit dingin."

"Baiklah, baiklah. Eomma akan menuruti perkataanmu." Yena hanya tersenyum.

Tak berselang lama Yena tersentak ketika mendengar suara debuman yang cukup keras dari dalam rumah. Saat ia mendekati, ia melihat ibunya sudah terduduk di lantai dengan darah yang mengucur deras dari hidungnya.

"EOMMAA!!" Yena terlihat sangat khawatir. "Eomma ayo kita ke rumah sakit." Yena mencoba memapah ibunya namun ibunya mengelak.

"Eomma tidak apa-apa Yena-ya. Hanya mimisan." Yena menggelengkan kepalanya.

"Tidak eomma harus ke rumah sakit. Penyakit eomma pasti kambuh lagi." Yena bersikeras membawa ibunya ke rumah sakit setelah melihat keadannya ibunya yang sedikit memprihatinkan. Ia tidak ingin sesuatu terjadi padanya.

"Uhuk, uhuk." Ibu Yena terbatuk, Yena lebih terkejut lagi saat melihat darah dari telapak tangan ibunya. Beberapa saat kemudian ia sudah tidak sadarkan diri.

"Eo-eomma kenapa? Eomma jangan menakutiku. Sebenarnya apa penyakit eomma?" Yena mencoba menggoyang-goyangkan tubuh ibunya, namun ibunya tetap bergeming di tempatnya. Akhirnya Yena memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit.

Yena menatap ponselnya, sekarang perasaannya sedang campur aduk, ia sangat khawatir melihat kondisi ibunya. "Appa ayolah angkat teleponnya." Yena mondar-mandir di depan pintu ruang ICU. Ia sangat gelisah karena ayahnya tidak menjawab teleponnya setelah dihubungi berkali-kali. Yena mengusap wajahnya dengan kasar. Sampai saat ini ia sebenarnya masih belum tahu penyakit yang diderita ibunya, karena ibunya selalu mengelak untuk memberitahunya.

"Siapa wali pasien?" Yena menoleh ke arah dokter itu.

"Sa-saya putrinya."

"Apakah ada orang dewasa di sini? Suaminya ada?" Yena menggelengkan kepalanya. Yena kembali melihat ponselnya, ayahnya tetap tidak bisa dihubungi.

Yena akhirnya dibawa ke sebuah ruangan. Ia memainkan jari-jari tangannya, ia memiliki firasat yang tidak baik.

"Dengar nak jangan terkejut mendengar ini." Yena semakin takut mendengar perkataan dokter itu. "Ibumu menderita leukemia dan itu sudah stadium tiga ia secepatnya harus menjalani pengobatan."

"Apa?! Bukankah itu sudah parah?" Dokter itu menganggukkan kepalanya.

"Benar seharusnya ia menjalani pengobatan sejak masih stadium awal, sebenarnya kalau melakukannya sekarang masih belum terlambat sebelum penyakitnya bertambah parah. Walaupun peluang untuk sembuh sangat kecil tetapi kami masih bisa mengusahakannya." Seakan batu besar menimpanya, Yena sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Perlahan matanya mulai berkaca-kaca.

Sing for You [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang