Lima

56 42 17
                                    

"Nan, Anin sama antek-anteknya gak pada ngikut OSIS lagi, ya?" tanya Kevan sambil memeriksa satu persatu formulir OSIS yang sudah diisi.

"Iya nih dari tadi gue nyari juga gak ketemu," sahut Viyu.

"Gue pikir cuma Anin yang gak ikut. Ternyata satu geng gak ikut semua," ucap Anan.

"Lah ketergantungan. Ketuanya gak ngikut semuanya juga ga ngikut," ujar Raldo.

"Terus gimana nih, Nan?" tanya Nara.

"Balik ke misi satu."

"Oiya, kalo mereka tetep gak ngumpulin formulir juga sampe besok interview, kita anggap mereka lemah," lanjut Anan.

"Hahahah das-

"Sutttt." Kevan, Nara, dan Viyu kompak menutup mulut Raldo yang pasti ingin memanas-manasi Anan tentang Anin.

"Mulut lo bisa diem gak sih? Entar kalo Anan marah terus ngelampiasin ke kita gimana?" bisik Kevan pada Raldo.

"Hahaha ma-maksud gue dasar Anan ganteng. Gitu maksud gue," ucap Raldo seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal .

"Chat satu-satu anak yang ngisi formulir atau gak hubungin satu anak tiap kelas bilang kalo yang ikut OSIS besok kita ada interview. Tadi gue lupa bilangin. Pagi jam 8 pake putih abu-abu. Pastiin gak ada yang telat," jelas Anan.

"Oke," ucap Nara.

"Kelas XI MIPA 4 biar gue aja," imbuh Anan.

Semua yang ada di ruangan itupun membeliak. Apa mereka tidak salah mendengar? Anan yang menghubungi kelas itu tentang interview besok? Pasalnya kelas XI MIPA 4 adalah kelas Venn dan di kelas Venn, hanya Venn dan Atreya yang ikut OSIS selebihnya tak ada. Anan pasti akan lebih memilih menghubungi Venn daripada Atreya, karena yang Anan tahu Atreya adalah gadis yang tengil.

"HATI BATU UDAH RETAK DIKIT GAES," jerit Raldo.

"Kalo soal Anin, ntar gue bicarain di rumah," ucap Anan, berusaha mengganti topik pembicaraan.

"Yeu sok-sok an mau ganti topik padahal mah lagi mengsalting tuh," ledek Kevan.

"Hahahahah bocah salting bocah," canda Raldo.

"Baru kali ini gue liat Anan salting soal Vennn," ujar Nara.

"Bener, biasanya kan dia gak peduli gitu," imbuh Viyu.

"Gue pulang." Semuanya kembali panik saat mencermati perkataan Anan. Bagaimana tidak? Bos besar sudah marah akibat ledekan mereka.

"Yah, Nan. Kan kita cuma bercanda. Maap dah," ucap Raldo.

Anan tak menggubris perkataan Raldo, ia terfokus untuk membereskan semua dokumen yang berserakan di meja. Kemudian Anan berjalan keluar ruangan, mengabaikan teman-temannya yang sedang main salah-salahan.

"Lo sih, Do. Gara-gara lo bos besar jadi marah," ucap Kevan.

"Yaelah, kan tadi yang nyorakin bukan gue doang. Lo juga," ujar Raldo.

"Udah-udah gausah gelut kenapa sih. Ini tuh salah kita semua. Mending kita balik, udah sore juga. Daripada nanti kena damprat satpam," tegur Nara.

***

Anan memarkirkan motor sport abu-abu miliknya di depan rumah minimalis bercat putih. Kemudian ia turun dari motornya dan berjalan masuk ke rumah itu. Tak lama kemudian ia berpapasan dengan Anin.

"Mana formulir lo?" tanya Anan.

"Fotonya gak ada. Males keluar," jawab Anin

"Ck," decak Anan sambil berjalan menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, ia langsung merebahkan diri. Ia teringat akan ucapannya tadi.

"Kelas XI MIPA 4 biar gue aja."
"Kelas XI MIPA 4 biar gue aja."
"Kelas XI MIPA 4 biar gue aja."

"Argg. Kenapa malah terngiang-ngiang sih," resah Anan.

Daripada pusing memikirkannya, Anan mengambil handuk dan bergegas mandi.

5 menit kemudian, Anan keluar dari kamar mandi dan mengecek telepon genggamnya. Di sana ada banyak notif WhatsApp. Lalu Anan terpintas suatu ide. Dan mulai mengetik di telepon genggamnya. Ia sendiri merasa aneh mengapa ia mau melakukan ini. Ia tak mengambil pusing dan menaruh telepon genggamnya diatas nakas usai itu ia bersegera untuk tidur.

***

Venn berusaha menahan ngantuk yang mulai menyerang. Ia harus mengerjakan PR matematika dan juga sejarah. Karena tak kuat lagi, ia pun memejamkan matanya.

Ting

Suara notifikasi pesan WhatsApp membangunkan dirinya yang tertidur. Seraya mengucek mata ia mengambil telepon genggamnya yang berada di atas kasur.

"Siapa sih yang nge-chat. Orang lagi enak-enak mimpiin Anan juga," ucap Venn dengan suara khas bangun tidur.

"Oh kak Anan yang nge-chat." Venn terdiam sehabis itu mata yang tadinya ingin mengatup kembali kini terbuka lebar.

"KAK ANAN NGE-CHAT GUE. GILA MIMPI GUE MEMBAWA BERKAH HAHAHAHA," jerit Venn sambil meloncat-loncat diatas kasur.
WhatsApp

ANANKA <3
Venn, bilangin tmn lo yang ikut tadi daftar OSIS. Besok interview pake baju putbu jam 8. Jangan telat.

"Yah gue pikir dia nge-chat 'Lagi apa? Udah makan belum? Kalo belum mau di gufudin gak?' ternyata masalah OSIS. Yaudahlah gausah ngarep berlebihan dah sama tuh manusia berhati batu. Tau nya besok interview." Venn berpikir ada suatu yang janggal.

"Oiya, besok gue kan lomba. Jadi gue gak bisa ikut interview dong? Eh, gue gak sendiri dong. Kan ada Atreya juga sama anak KIR yg daftar OSIS juga. Ah, mending gue izin aja ama dia deh," lanjut Venn.

Anda
Yah, Kak. Maaf ya kak bukannya gak mau ikut.
Tapi aku sama anak KIR lainnya mau lomba Karya Ilmiah besok di SMA 2.
Boleh gak kalo misalkan kita nyusul?

Ananka <3
Ok

"Singkat amat, Pak." Tidak ingin ambil pusing, Venn langsung merebahkan dirinya dan menaruh ponselnya asal.

***

"Venn gak ikut?" tanya Anan pada dirinya sendiri.

"Lah gue kok jadi sedih? Lo kenapa, Nan?" imbuhnya mengusap mukanya dengan gusar.

Ceklek

"Lo ngapa, Nan? Galau bgt keknya," tanya Anin yang baru saja datang sambil membawa roti bakar selai nanas kesukaan Anan.

"Venn gak ikut interview," jawab Anan masih belum sadar apa yang ia bicarakan.

"Hah?"

Anan membulatkan matanya kala ia tersadar apa yang baru diucapkan.

"Eng-enggak," gugup Anan.

Anin tersenyum misterius, sebenarnya ia mendengarkan apa yang kembarannya itu ucapkan. Hanya saja ia pura-pura tak mendengarkan.

"Kenapa?" tanya Anan.
"Gue denger-denger anak KIR mau pada lomba. Terus besok ikut interview. Lo gak nyemangatin Venn, Nan?" ucap Anin dengan mengedipkan sebelah matanya.

"Gak!" tegas Anan.

"Yeu gengsi aja digede-gedein. Ayo dong," pinta Anin mengeluarkan puppy eyes-nya yang membuat Anan ingin menenggelamkannya di rawa-rawa.

"Gue bilang enggak ya enggak!" kekeuh Anan.

"Gak asik banget lo, Nan." Anin langsung keluar dari kamar Anan dan membanting pintunya.

"Gak jelas banget tuh anak!" kesal Anan.

Kemudian Anan kembali termenung. Entah apa yang ia pikirkan saat ini. Intinya ia merasa gelisah dan gundah gulana. Lalu, Anan mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu disana.

"Bodolah mau dibilang gengsi kek, yang menting gue tenang," ucap Anan kemudian tertidur.

------------------
-----

Terima kasih sudah mau baca karya pertamaku.
Jangan lupa vote dan juga komen.
( ◜‿◝ )♡

GLOSSOPHOBIAWhere stories live. Discover now