Dua Puluh Empat

46 31 13
                                    

“Venn, kalo lo udah tenang, ceritain semuanya ke kita.”

Venn  melepas pelukan Anin, lalu mengelus pelan jari-jemari Anin. Dan Anin tersenyum lalu mengangguk.
“Awalnya gue cuma mau bantuin kak Piyu buat nyari HP-nya yang katanya kecebur kali. Gue sempet nolak, karena keadannya gue uah kedinginan banget. Tapi kak Piyu agak maksa. Mau gak mau, akhirnya gue tolongin walau perasaan gue udah gak enak. Pas gue lagi nyari di pinggiran kali, dia dorong gue. Dan gue kecebur, sempet keseret dikit. Gue udah gak kuat lagi, dan tiba-tiba gue udah gak sadar.”

Venn menghela napas panjang. Matanya menangkap reaksi teman-temannya yang sangat terkejut.

“Emang gak punya otak, hati, sama jantung tuh ketuanya. Ini mah namanya Latihan Dasar Kekerasan anjir!” sarkas Anin.

“Makasi ya, Nin. Udah nyari gue, terus nolongin gue juga. Maaf kalo gue suka ngerepotin lo. Gue harap lo gak usah ngebela gue lagi di depan kembaran lo. Gue gak mau ngerusakin hubungan lo sama kembaran lo. Jangan gara-gara gue, kalian malah sering berantem. Bisa ‘kan?” Venn menatap Anin dengan penuh harap.

“Maafin kembaran gue juga ya  udah nyakitin lo lahir batin,” ujar Anin.

“Eh, mending kita tidur aja gak sie. Gue ngantuk banget ini bestie. Lumayan kan tidur walau setengah jam,” celoteh Mahika.

“SUMPAH YA LO MAHIK ANJIR BANGET. INI LAGI MELLOW. NGERUSAK SUASANA AJA LO!” emosi Hansa. Tangan gadis itu menggenggam balok kayu yang tak terpakai dan berpura-pura melayangkannya ke Mahika.

๑๑๑

“BAGI PARA PESERTA LDK, AYO AMBIL SARAPAN BUBUR KACANG IJO PAKE GELAS YANG SUDAH KALIAN BAWA!” titah Kevan.

“Ngantri yang bener!” Tangan Raldo menepuk keras tangan Kean karena terlihat bersenggolan dengan temannya. Padahal yang terjadi, Kean disenggol oleh teman-temannya karena mereka meledek Kean yang nampak dekat dengan Venn.

“Gara-gara lo sih! Kan gue kena omel,” bisiknya pada salah seorang temannya.

“Alah bilang aja lo salting,” balas temannya itu.

“Kak Venn!” panggil Ikal – Temannya Kean –

Venn menoleh dan tersenyum. Gadis itu berkata ‘Kenapa’ tanpa suara.

Dengan entengnya Ikal menunjuk Kean yang sedang menyembunyikan mukanya yang memerah. “Nih, Kean mau ngomong.”

Kean melotot kearah Ikal, dan mendorong temannya itu hingga terjungkal. “Apaansih  lo. Gak jelas aw-

“Mau ngomong apa?” sela Venn.
Kean gelagapan, sedangkan Ikal? Ah, lelaki itu sudah lebih dahulu melarikan diri.

“Eh, itu kak anu. Gimana? Udah baikan?”

“Udah kok,” balas Venn.

“ Ohhh bagus deh,” ujar Kean.

“Ini ngapain pada ngobrol? Bukannya ngantri yang bener, malah ngobrol. Gara-gara kalian, antriannya jadi berantakan!” Tiba-tiba saja Anan datang dan mengomeli mereka. Raut wajah mereka berubah menjadi kecut, mengingat perbuatan yang telah Anan lakukan subuh tadi.

Mereka melenggang pergi tanpa sepatah kata pun. Biasanya Venn akan meminta maaf jika ditegur oleh Anan karena melakukan kesalahan, namun kini tidak. Ia masih marah pada pria itu. Dan seharusnya Anan sadar akan hal itu.

Baik Venn maupun Kean, mereka kembali ke antriannya masing-masing. Begitu juga dengan Anan, ia berdiri sambil mengawasi para peserta yang sedang mengantri untuk diberi sarapan.

“Makan, biar gak masuk angin!” perintah Anan saat Venn yang gilirannya mengambil bubur kacang ijo.

Lirikan tajam mata Venn ditujukan pada pria itu. Saking fokusnya ia memberikan tatapan tajam pada Anan, sampai-sampai gelasnya yang sudah berisikan bubur kacang ijo tumpah ke lantai dan gelasnya pecah.

GLOSSOPHOBIAWo Geschichten leben. Entdecke jetzt