Dua Puluh Lima

32 28 20
                                    

“Ngomong apa kamu barusan?”

Atreya sontak menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya saat Anan tiba-tiba datang dan mendapati gadis itu sedang asyik menggunjingkan keburukan Anan dibelakang pria itu.

“Saya tekankan sekali lagi! Ngomong apa kamu barusan?”

Venn tertawa dalam hati melihat sahabatnya itu sedang menunduk ketakutan. ‘Sukurin lu, Rey. Lagian sih, membangunkan singa tidur.’

“Beraninya ngegosipin orang dibelakang. Sini coba dihadapan orangnya langsung. Berani gak?” tegas Anan.

“Emm, Kak. Maafin Atreya ya. Dia emang suka gitu. Yaudah kita duluan ya.” Venn berupaya untuk tak memperpanjang masalah yang terjadi. Dan menarik Atreya untuk berlalu dari sana.

“Lo sih, kalo punya lambe dijaga!” Venn memperingati sahabatnya saat mereka sedang berjalan di lorong.

“Ya, mana gue tau kalo ada dia. Lagian yang gue ucapin tuh bener,” ucap Atreya.

“Kak Venn!” panggil Kean setengah berlari menghampiri gadis itu.

“Poto bareng yuk,” ajak pria itu.

Venn melihat kearah sahabatnya untuk sekedar bertanya, apakah harus? Namun sahabatnya
mengangguk antusias. “Oke, mau di mana?”

“Di bawah pohon deket lapangan aja,” balas Kean.

Mereka berlari meninggalkan Atreya yang sedang bahagia sekaligus iri. Saking bahagianya, ia sampai berjingkrak-jingkrak sembari meninju angin. “Gak papa dah dianggep gila. Yang menting si Venn bisa  sedikit ngelupain Anan. Agak iri sih sebenernya. Dahlah, mending gue nyari ayank aja. Ayankk, aku datanggg.”

๑๑๑

“1, 2, 3.” Kean dan Venn berpose lucu di depan kamera yang dipegang oleh Ikal. Badan tinggi menjulang mlik Kean bersebelahan dengan tubuh mungil Venn membuat siapapun akan merasa gemas pada pasangan ini.

“Pelukan dong,” ujar Ikal.

“Apaansih lo gak jelas!” Telinga dan pipinya memerah menahan malu. Seketika memori saat ia berpelukan dengan Venn di UKS kembali terulang di kepalanya. “Maaf ya, Kak. Ikal emang gitu anaknya.”

“Gapapa.” Venn tersenyum, lalu matanya mengitari sekitar. Senyumnya luntur kala ia melihat seorang pria yang datang mendekati mereka – Kean, Venn, dan Ikal –

“Mau ngapain?” Kean menatap datar orang itu.

Anan hanya menggeleng lalu berjalan santai.

“Prik banget tuh bocah.” Venn memandang Anan dengan tatapan aneh.

“Cemburu kali, Kak,” celetuk Kean tak melihat kearah Venn, melainkan melihat foto-foto mereka tadi.

“Gak mungkin banget,” gumam pelan Venn.

“Venn! Lo dipanggil Anan tuh!” teriak Atreya melalui celah-celah pagar yang membatasi lapangan.

Dahi Venn mengerut. “Buat apaan dia manggil gue? Dia gak ngomong-ngomong apa-apaan pas tadi ketemu.”

“Udah, samperin sana pangerannya.” Kean sedikit mendorong bahu Venn, membuat gadis itu berdecak sebal.

“Matamu pangeran! Pangeran galak iya!”

๑๑๑

“Ke-na-pa?” ujar Venn setengah berlari menghampiri Anan yang sedang duduk santai di lursi singgasananya.

“Ambilin gue itu tuh.” Anan menunjuk sebuah pigura berupa piagam Ketua OSIS bertuliskan nama pria itu.

‘Anan sialan, manggil gue cuma buat minta ambilin piagam punya dia? Untung lo crush gue. Kalo gak? Gue udah tendang lo nyampe pluto!’ batin Venn menjerit

GLOSSOPHOBIAWhere stories live. Discover now