Sembilan Belas

46 39 17
                                    

Pintu ruang OSIS tertutup rapat, di dalamnya terdapat beberapa panitia regenerasi OSIS  yang sedang berdiskusi perihal LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan) yang diadakan 3 hari lagi. Semuanya tampak menyimak arahan-arahan Anan.

“LDK tinggal 3 hari lagi. Tahun ini acaranya disekolah. Jadi para peserta gak usah  bayar apa-apa lagi. Barang-barang yang perlu dibawa udah dicatet ‘kan?”

“Udah,” jawab Piyu selaku sekretaris.

“Oke. Saatnya baca slogan panitia. Panitia?” ujar Anan.

“SELALU BENAR.”

“Panitia?”

“SELALU BENAR.”

“Oke, kalian boleh ke kelas masing-masing. Tapi inget, nanti pulang sekolah ada rapat sama peserta,” titah Anan.

“Nan, umumin di grup peserta. Jangan pulang dulu. Nanti ada rapat,” ucap Dianara.

“Udah tau kali.” Anan langsung melewati Dianara.

Lalu Anan duduk disalah satu kursi. Lalu ia mengambil ponselnya yang tergeletak di meja. Ia membuka ponselnya.

WhatsApp
Calon Anggota OSIS 19/20

Anda
Nanti jangan pulang dulu.
Ada rapat.
Bahas LDK.

๑๑๑

“Venn.” Venn yang sedang tertidur dengan menelungkupkan wajahnya langsung terbangun. Ia menatap wajah pelaku yang sudah membangunkannya.

“Sorry-sorry, lo kenapa sih? Lemes amat tuh muka,” ujar Atreya.

Venn kembali menelungkupkan wajahanya diatas meja. Lalu Atreya mengguncang-guncangkan bahu Venn. “Lo udah tau belum? Ntar pulang sekolah ada rapat LDK tau.”

Venn hanya berdeham pelan sebagai jawabannya.

“Venn, kenapasih? Kalo ada masalah tuh cerita,” ucap Atreya.

“Gue semalem ketemuan sama Anan di cafe.” Atreya tersontak mendengar penuturan Venn. Lalu ia menatap sahabatnya itu dengan tatapan meminta penjelasan.

“Dia minta maaf sama masalah yang kemaren. Dia ngajak gue ketemuan dengan boongin gue kalo dia bawa Kean. Kalo gue gak dateng, tuh bocah bakalan apa-apain Kean. Dan pas gue dateng, si Kean gak ada. Gue omelin aja.” Venn menghela napas panjang saat mengingat  kejadian Anan mengajaknya untuk bertemu.

“Gue hampir aja mau nampar dia balik. Mana dia tau gue abis nangis. Malu banget,” sambung gadis itu.

“Alah, gayaan banget mau nampar balik. Bilang gue-lo aja gak berani,” ujar Atreya.

“Lagian gue juga heran. Bisa-bisanya lo pake aku-kamu sama tuh bocah. Lo gak jijik?” imbuh Atreya. Sedangkan Venn hanya tersenyum memperlihatkan sederet gigi putihnya.

Tuk

Atreya memegangi kepalanya dan meringis pelan. Tak lama matanya menyalang, mencari orang yang sudah melempari penghapus papan tulis kearahnya.

“Siapa yang udah berani lemparin penghapus papan tulis ke gue?! Keluar lo!”

“Saya,” ucap seorang wanita yang sedari tadi menjelaskan pelajaran Fisika.

“Eh, Ibu.” Atreya sangat malu sekarang. Semua teman kelasnya menatapnya dan menertawakannya, termasuk Venn.

“Apa kamu ibu-ibu?! Sudah mengobrol saat ibu menjelaskan materi. Sekarang ngomel-ngomel. Keluar kamu!” omel guru itu.

GLOSSOPHOBIAWhere stories live. Discover now