Delapan Belas

43 42 11
                                    

“K-Kak, maafin aku. Semua orang punya kelem-

Plakk.

Anan menampar Venn. Bahkan gadis itu belum selesai berbicara. Wajahnya tertoleh ke samping. Tangan gadis itu refleks memegangi pipinya yang baru saja ditampar oleh Anan. Pipinya memerah dan terlihat jelas bekas tamparan di sana. Semua orang yang berada di UKS juga tak kalah terkejut dengan Venn.

Plakk.

Diluar dugaan Anan, saudara kembarnya tiba-tiba menampar dirinya. Senyum miring terbit di wajah tampannya.

“Liat Venn, kembaran gue nampar gue gara-gara lo!”

“BAJINGAN! UDAH SALAH, GAK MAU NGAKU LAGI LO! PENGECUT BANGET LO BERANINYA SAMA CEWE!” teriak Anin.

“Dia sama penyakitnya, bikin susah orang! Bikin malu kita!” Hati Venn kembali mencelos mendengar apa yang Anan ucap. Ia mencoba untuk tak menangis. Karena menangis bukanlah jalan keluar. 

“Lo pikir, penyakit egois lo sama penyakit emosian lo itu gak nyusahin orang, hah?! Nyusahin banget, Nan! Gara-gara penyakit lo yang lo anggep enteng-enteng aja, itu bikin sakit hati orang! Orang gak salah apa-apaan, lo jadiin samsak dadakan! Untung aja tuh temen-temen lo gak punya sifat dendaman kaya kepala sukunya. Masih beruntung lo masih dianggep sama mereka!” Dada Anin naik-turun. Ia masih menatap nyalang saudara kembarnya.

“Nan, semua orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Hargai itu. Lo juga pasti mau ‘kan orang lain ngehargain lo? Sama-sama ngehargai lah! Masa mau dihargai tapi gamau ngehargai! Jangan-jangan selama ini lo gak tau caranya ngehargai orang lain? Hh! Perlu gue kasih otak, biar bisa mikir gimana caranya ngehargai orang?” sambung Anin.

Anan mengepalkan tangannya, ia selalu kalah ketika berhadapan dengan saudara kembarnya.

“Kenapa? Gak bisa jawab?” sindir Anin.

“Ck! Tunggu pembalasan gue nanti!” ancam Anan.

“Uuu takuttt,” ledek Anin.

๑๑๑

“Keknya lo gak punya hati sama otak deh, Nan.” Raldo menghela napas panjang.

Anan menatap tajam pria itu. “Maksud lo apa?!”

“Lo abis nampar cewek, Nan. Cewek yang suka sama lo pula,” ujar Raldo.

“Mau bela dia juga?” Anan menaik-turunkan alisnya.

“Sumpah ya. Lo lebih anjing dari anjing. Dia cewek, Nan. Lo seharusnya bisa kontrol emosi lo! Semarah apapun lo, lo gak boleh nyakitin cewe!” tegas Raldo.

“Lo mau dia ngelapor ke BK?” tanya pria itu.

Anan menggeleng lemah, “Gue harus gimana, Do?”

“Minta maaf sama dia. Gak usah gengsi.” Kemudian Raldo berdiri dan pergi meninggalkan Anan. Ia kembali membalikkan badan menatap Anan.

“Gue harap dia bisa maafin lo.”
Anan menunduk seraya menyadari apa yang sudah ia lakukan.

Tok tok tok

“Masuk,” ucap Anan.

“Kak.”

Anan mendongakkan kepalanya saat mengetahui siapa yang datang.
“Ngapain?”

Pria yang baru saja datang itu dengan sedikit takut meghampiri Anan. “Kak, bukannya gue mau ikut campur sama urusan lo dengan kak Venn dan kakak-kakak lainnya. Tapi gue harap lo bisa maklumi kekurangan kak Venn.”

“Gue minta maaf atas kak Venn. Dan gue harap lo mau minta maaf sama dia, kalo gitu gue pamit,” imbuh pria itu.

“Kean.”

GLOSSOPHOBIAWhere stories live. Discover now