Lima Belas

43 41 4
                                    

Venn meremat-remat rok abu-nya. Ia tak tahu Anan akan menuruninya di mana. Ia juga memikirkan tentang rapat itu. Pasti semua orang menunggunya dan ia berharap mereka akan memakluminya. Karena kalau tadi ia menolak Anan, ia takut semua OSIS kelas XI akan dipanggil menghadap ke Anan.

“Kak, aku turun di sini aja.”

Anan menghentikan motornya, lalu menghadap ke Venn.

“Kenapa?”

“Ada yang mau aku beli di minimarket,” jawab Venn, beralibi.
“Gue anterin,” jelas Anan.

Venn menggeleng, “Gak usah, Kak. Aku bisa sendiri.”

“Lagian gue tau pasti lo abis ini ada rapat lagi sama panitia lain. Gue gak mau ngerepotin lo,” imbuhnya.

Anan pun tampak berpikir, “Oke. Gue duluan. Hati-hati.”

“Iya, Kak. Makasih ya udah nganterin. Hati-hati juga,” ujar Venn.

Broom Broom

Anan mulai mengendarai motornya dan pergi meninggalkan Venn dengan sejuta perasaan yang aneh.

‘Lo gak ngerepotin, Venn. Sama sekali enggak. Yang ada lo ngerepotin hati gue,’  batin Anan.

๑๑๑

“Ck! Venn lama banget sih!” sebal Anin.

Semua sudah menunggu gadis mungil itu setengah jam. Namun ia sama sekali belum menampakkan batang hidungnya.

“Gue tau lo suka dia, Venn. Gausah disengaja lama-lamain deh. Mentang-mentang Anan yang ngajak lo duluan,” tambahnya.

Ting

Suara bel yang berada diatas pintu Cafe Se.jalan itu menjadi pusat perhatian Anin dan teman- temannya karena mereka duduk tak jauh dari pintu. Nampak seorang gadis mungil yang sedari tadi mereka tunggu-tunggu datang dengan wajah yang bersemburat merah.

Anin merotasikan bola matanya, “Lama banget lo! Mentang-mentang Anan yang ngajak.”

“Maaf ya. Itu aja gue turun di depan bengkel deket minimarket. Kalo gue gak minta diturunin disitu mungkin dia udah nganterin gue ke depan rumah gue.” Gadis itu menurunkan bokongnya di kursi depan Anin.

“Kak Icel belum dateng juga ya?” tanya Venn.

Anin menggeleng, “Belum, mungkin masih dijalan.”

Tak lama, suara bel di atas pintu cafe kembali berbunyi.

“Kak Icel!” panggil Anin pada seorang gadis berkacamata bulat itu.

Suara derap langkah wanita itu kian mendekat, membuat jantung Venn ikut berdetak.

“Hai kalian! Udah lama nunggu ya? Maaf ya tadi ada sedikit kerjaan, hehe.”

“Gapapa, Kak,” sahut Anin.

“Jadi, ada apanih?” tanya Icel.

“Biasa, kembaranku. Berulah lagi dia. Masa kan permasalahan yang kemaren tuh udah selesai secara kekeluargaan kan. Eh sama dia malah diperpanjang sampe sekarang. Dia gak percaya lagi sama gue yang dulu notabene-nya itu wakilnya. Malah percaya sama Venn,” terang Anin.

“Ohh iyaiya. Hum gimana ya, kembaran lo itu kaya keras kepala banget sih. Dia juga gak mikir kedepannya juga. Aku disini bukan ngejelekin kamu ya, Venn. Justru kita khawatir sama kamu. Tapi kita bakalan tetep percaya ko sama kamu. Ini emang Anan-nya aja yang begitu. Aku udah terima laporan dari Akesh – Ketua OSIS 2 tahun sebelum Venn – dia emang begajulan,” jelas Icel.

GLOSSOPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang