Dua Puluh Delapan

22 14 3
                                    

Ketika kita cinta sama seseorang yang sudah dimiliki orang lain, lebih baik hentikan cinta itu dari sekarang. Mumpung masih setengah jalan. Daripada nanti bertahun-tahun lamanya masih di dia dan ujung-ujungnya sama saja merelakan, mending direlakan dari sekarang ‘kan?’

Keananta Ghebasta

๑๑๑

Brakk

“Siapa yang udah nampar ayang gue?”

Semua yang ada di ruang OSIS kompak melihat kearah pintu. Mereka juga malas menanggapi saat tahu siapa manusia yang baru saja bikin terkejut.

“Ayangg, kamu gak papa ‘kan?”

“Siapa yang udah nampar kamu?
Mana orangnya biar aku hajar?”

“Heh, siapa yang udah nampar ayang gue? Keluar lo?!”

“Gue!” Kean maju seraya menggulung seragamnya dan menunjukkan otot bisepnya.

Oh my god, my eyes. Gila, kalo modelan begini mah, ditampar berkali-kali juga gue mau. Mas ayo culik akuu!”

“Kak Raldo ih!” geram Zevana.

“Oiya, ayangku. Kamu gak papa? Ada yang sakit gak? Mau ke UKS gak?”

“Kak, apaansih! Jijik banget deh!” Zevana memutar bola malas melihat tingkah manusia satu itu. “Kak Anan mana?” tanya gadis itu.

“Yaelah. Gue udah ada disini, yang dicari pangeran batu!” kesal Raldo.

“Kenapa?” Tiba-tiba seorang pria yang dicari-cari oleh Zevana pun muncul.

Zevana menjerit kesenangan saat melihat Anan muncul. Dengan tak tahu malunya ia menghampiri pria itu dan memeluknya.

“Apaansih! Lepas!” Zevana mengerucutkan bibirnya ketika Anan berusaha sekuat tenaga melepaskan pelukan Zevana.

“Nan, si Kean nampar aku tau. Terus juga nih si Reygong, ngata-ngatain aku katanya cewek gak bener gara-gara pernah main ke hotel,” adu Zevana pada Anan.

Anan tercekat, nampaknya ia juga tak dapat menjawab apapun perihal itu.
“Ap-apaansih! Kek anak kecil aja lo!”

Manik mata Anan mengabsen satu persatu orang yang berada diruangan itu. Ia menatap lama Venn yang sedang dirangkul oleh Kean. Sedetik kemudian, ia memalingkan wajahnya dari sana. Ia tak sanggup melihat pemandangan itu lama-lama. Ia merasa hatinya sedikit terbakar.

“Pulang. Jangan sampe disuruh satpam dulu baru pulang.” Lalu Anan meninggalkan mereka dengan Zevana yang mengekorinya di belakang.

“Kak An-

Kean menggenggam tangan Venn. Melarang gadis itu mengejar seseorang yang sudah milik orang lain. “Bareng aku aja, Kak.”

Venn menghela napas panjang. Lalu mengangguk pelan. Ia merasa sedikit tak rela melihat Anan kian dekat dengan Zevana. Sepertinya benar kata Atreya, ia harus melupakan Anan secara perlahan. Berharap kepada seseorang yang sudah dimiliki orang lain memang melelahkan.

๑๑๑

“Nih, helmnya pake dulu.” Kean menyodorkan helm miliknya yang berwarna salem kepada Venn.

Tangan Venn memang menerima helm itu, namun manik matanya tertuju kearah ujung parkiran. Ia memerhatikan kedua sosok pasangan serasi. Venn memegangi dadanya, rasa sesak memenuhi relung hatinya.

Seorang pria dengan senyuman manisnya yang jarang terlihat dan juga gadis cantik yang sedang tertawa riang.

“Kak.” Venn terkejut kala Kean menyentuh tangannya.

GLOSSOPHOBIAWhere stories live. Discover now