Tiga Puluh

12 9 2
                                    

“Venn? Kok ada yang beda ya dari lo?” Atreya memicingkan matanya kearah Venn. Sedangkan Venn menatap kearah lain.

“Lo abis nangis ya?!” jerit Atreya.

“Ih ap-apaansih lo. Ini, tadi gue emm anu emm kelilipan. Iya kelilipan jadi perih mata gue,” ucap Venn. 

“Boong. Lo pikir gue gak tau kalo orang abis nangis tuh gimana?” ujar Atreya.

“Siapa yang buat lo nangis?” tanya Atreya.

“Rey, udahlah. Lagian masalah sepele doang,” balas Venn.

“Sepele darimana? Gak mungkin sepele. Gue tau lo orangnya gimana. Lo gak mungkin nangis cuma gara-gara sepatu lo diumpetin atau lo di kerjain sama anak laki.” Atreya menatap serius sahabatnya itu. Venn hanya menunduk seraya memainkan ujung sepatunya.

“Venn, jujur sama gue. Siapa dan kenapa?”

Tanpa sepatah katapun Venn langsung memeluk tubuh Atreya. Ia menyalurkan rasa sedihnya pada sahabatnya itu. Ketika bibir sudah kelu bercerita bahkan sudah tak sanggup sekalipun hanya sepatah dua patah kata, disitulah ada peran air mata yang menjadi perantara.

“A-anan, Rey. Di-dia ngerendahin gue lagi.”

“Anjing bener tuh manusia!”

๑๑๑

“Kalo gak bisa bales rasa sukanya, seenggaknya jangan hina atau ngerendahin! Cowok begitu?”

Langkah Anan terhenti saat seseorang dibelakangnya menyindir dirinya.

Dengan kedua tangan yang dimasukkan kedalam kantong celana abunya, Anan menghampiri pria itu.

“Ngomong apa lo barusan?”

“Kalo gak bisa bales rasa sukanya, seenggaknya jangan hina atau ngerendahin! Cowok begitu?” ulang pria itu.

“BAJINGAN!”

Bugh

Pria itu tersungkur akibat bogeman mentah yang tiba-tiba Anan layangkan.

Pria itu menyeka darah disudut bibirnya. Lalu ia tertawa dan  tersenyum kecut. “Bajingan kok ngomong bajingan? Gak malu?”

“Anjing lo!” Anan memegang erat kerah pria itu.

“Anjing kok ngomong anjing?”

Emosi Anan sudah diujung tanduk.
“Bangs-

“Anan, Kean.” Tangan Anan yang ingin meninju Kean untuk kedua kalinya, melayang diudara.

“Kalian tuh apa-apaansih?!” Anin kembali bersuara guna melerai keduanya.

“Kak, tolong bilangin ke kembaran lo yang bangsat ini! Kalo gak bisa bales rasa suka orang lain, seenggaknya gak usah dihina! Kaya dia udah sempurna aja.” Kean dengan lantang bersuara didepan Anan tanpa takut. Sesekali ia menunjuk-nunjuk Anan yang sedang menahan dirinya untuk tak menerjang Kean kembali.

Kean berbalik menatap Anan. Aura dingin kembali menyelimuti keduanya. “Kalo gue denger lo ngehina ketua gue lagi, gak segan-segan gue abisin lo! Gak peduli kalo lo mantan ketos atau kakak kelas gue!” tegas Kean, kemudian berlalu dari sana.

“Cih, dia pikir gue takut?”

๑๑๑

“Biar aku aja, Kak.”

Venn tersenyum melihat Kean yang membantunya mendorong kursi-kursi. Namun sedetik kemudian senyuman itu luntur kala Venn menyadari ada yang berbeda dengan Kean.

GLOSSOPHOBIAWhere stories live. Discover now