Sembilan

45 38 3
                                    

"Aku gak mikirin kamu bakal suka aku balik atau enggak. Yang penting kamu tau aku suka sama kamu aja itu udah cukup bagiku."

- Venndriana Avicenna -

◍◍◍◍◍

Venn menyeruput segelas coklat panas di balkon kamarnya sembari melihat langit-langit malam bertabur bintang. Ia masih belum melupakan kejadian sore tadi, di mana ia dijemput oleh pelipur hati. Ya, bagaimanapun juga ini adalah ulah sahabatnya. Tak dapat dipungkiri ia juga ikut senang bercampur malu. Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Anan mau-mau saja menurutinya? Kemudian Venn membuka ponsel yang sedari tadi ia genggam. Ia mengetik sebuah nama dan melakukan panggilan.

"Halo," sapa Atreya, menandakan panggilan sudah tersambung.

"Gausah basa-basi deh. Lo tadi minjem HP gue buat whatsApp si Anan minta jemput gue 'kan? Ngaku lo!" cecar Venn.

"Hah? A-anu. Eng-enggak apaansih lo, nuduh-nuduh sembarangan. Gue minjem HP lo buat hmmm ohh buat liat jam doang," sanggah Atreya.

"Alah, ngeles aja lo. Mana mungkin liat jam sampe ngerebut begitu terus lama banget lagi. Di mana-mana orang liat jam itu cuma nanya. Lagian kan lo punya HP sendiri. Gausah ngeles lagi lo," protes Venn.

"Hehehehe, ya maap Venn. Lagian kan itu buat kebaikan lo juga. Daripada lo sendirian nunggu, ntr lo dikarungin sama para jamet emang mau? Enggak kan. Alah lo juga pasti diem-diem seneg bisa di jemput sama pangeran berhati batu. Kapan lagi yekan," ledek Atreya.

"Iya juga sih. Eh tapi Rey, kok bisa si Anan nurut aja gitu. Biasanya kan dia paling males kalo dipintain tolong kecuali hal yang penting. Apalagi kan ini gue yang minta tolong. Pasti bakalan ogah banget tuh bocah," beber Venn.

"Iya juga ya. Mungkin karena yang minta tolong itu lo, jadi dia nurut, wakakakak," goda Atreya.

"Dih, ngaco lo. Ngada-ngada bae lo mah," sanggah Venn.

"Wakakakakak. Bisa jadi, Venn. Berharap aje duls," ujar Atreya.

"Berharap-berharap pala lo. Kit ati tau ga berharap sama tuh anak," gerutu Venn.

"Betewe, kita interview susulan kapan deh? Hari senin?" tanya Atreya.

"Gak tau. Nanya gue," balas Venn.

"Ya maksud gue, tolong tanyain Anan. Gue kan gak deket ama dia." Cukup. Venn tidak mau diperalat lagi oleh Atreya. Bilang saja Atreya ingin Venn lebih dekat dengan Anan dan beralasan seperti itu. Apa susahnya jika ia yang bertanya? Lagi pula ia juga punya nomor Anan dan teman-temannya. Kalaupun ia malas bertanya kepada Anan, ia bisa bertanya kepada teman-temannya. Kenapa ia harus meminta tolong kepada Venn?

"Apa-apaan lo. Gunanya Anan di kontak lo buat apaan sampe harus nyuruh-nyuruh gue. Gak mau gue," tolak Venn.

"Yaelah Venn, gini doang. Masa lo gak mau. Tolonglah sahabat lo ini yang paling kyut ini," pinta Atreya.

Venn dibuat kesal oleh sahabatnya yang tengil itu. Kalau saja Atreya berada dihadapannya saat ini, Venn akan menumpahkan segelas coklat panas miliknya ke wajah Atreya. Lalu, Venn mempunyai sebuah ide.

"Rese banget lo ya. Iyadeh ntr gue yang nanya."

"AAAA Makasiiii Venn ku yang canciiii. Moga-moga langgeng sama pangeran berhati batu. Oke princess Rey mau bocan dulu ya. Bye!" pamit Atreya.

Venn langsung menjauhkan ponsel dari telinganya dan memasang wajah seolah ingin muntah.

"Semoga orang kaya lo gini cuma satu deh, Rey."

GLOSSOPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang