Tiga Belas. Fighting!

679 154 9
                                    

Hari ini, Hari Minggu Pagi.
Akhirnya ada satu hari kosong tanpa ada agenda apa-apa.
Seminggu pertama cukup berat buatku, hampir ga ada waktu kosong buat sekedar rebahan atau membaca.

Kemarin sore, setelah semua kru masuk ke apartemen, kami semua berebut kamar mandi. Tapi akhirnya kru yang udah terlalu ngantuk langsung mengganti baju dan tumbang ke kasur. penduduk bunkbed lantai 2 malah terlalu malas memanjat kasur dan terkapar di karpet atau di sofa.
Semua melakukan hibernasi sampai pagi.

Pagi hari ini, semua sudah cukup segar untuk kembali melangkah keluar dari tempat bertapa. Aku heran karena jam 6.15 pagi ini, Bang Jay atau Bang Sunghoon belum terlihat ada di dapur.

"Hyungs biasanya pada jogging kalo hari libur plus ga ada agenda," jelas Riki, dia menemaniku di dapur, membuat roti panggang selai coklat untuk mengisi perut. Kami makan berdua membicarakan hal-hal lucu sepanjang minggu kemarin. Sepupuku sebagian lain masih tidur dengan tenang.

Selesai makan, Riki pamit mengunjungi teman sekolahnya, aku mengambil giliran mencuci pakaian, sambil menunggu pakaian selesai aku membuka laptop di dapur dan menelepon mama.
"Mat, apa kabar.. kamu lagi apa? " Wajah Mama terpampang di layar lebar.

"Nyuci baju, ma. Mama lagi apa?" Aku tersenyum melihat mama sedang duduk di dekat jendela. Biasanya kami cuma voice call , tapi hari ini melakukan video call, melihat wajahnya tiba-tiba rasa rindu membanjiri diriku.

" Baru mau sarapan,.kamu sarapan apa?"

Aku mengangkat roti selaiku, "biasanya kita masak sarapan pagi bareng-bareng, tapi sekarang Bang Jay sama Bang Sunghoon pada keluar jogging, jadi makan roti."

"Kamu betah tinggal sama mereka, Mat?" Tanya mama, "udah mulai kerja?"

"Udah ma, bantu-bantu dikit aja." Jawabku, ga ada niat buat menceritakan badan yang capek-serasa- remuk-abis-diremes-kuda-nil ini.

" Kamu mesti banyak terimakasih sama Oma and Om MinHo, Mat..," mama tersenyum, tanpa cerita pun mama seperti nya sudah tau kalau aku capek, "sejak Papa ninggalin kita, keluarga mereka yang banyak bantu kita berdua. Keluarga Papa sendiri, yah kamu tahu sendiri, ga mau ikut campur sama sekali."

Mama tersenyum manis, tapi kesedihan membekas di matanya. Dia menyambung lagi, "...bahkan kalau kita kesulitan keuangan, mereka banyak bantuin nalanginnya."

Ya,, Walaupun dari segi silsilah keluarga kami udah jauh, tapi Mama cukup dekat dengan Oma, neneknya Heeseung, karena selalu datang jika ada undangan acara ke rumahnya. Aku ga menyangka kalau ternyata mama sampai sedekat itu dengan Oma. Kalau ada kesulitan, mama sepertinya ga pernah cerita padaku, dan memilih cerita pada Oma.

Aku memandang mama dengan sedih. Apa yang ditanggungnya mungkin lebih berat dari kelihatannya. Orangtua mama bahkan ga terlalu peduli dengan kesulitan kami berdua, karena dulu mama menikah dengan papa juga tanpa restu dari mereka. Jadi ketika ada masalah, keluarga mama memilih untuk mengabaikannya. Lagipula mereka tinggal jauh di luar kota.

"Kamu baik-baik di sana. Rajin belajar dan rajin bantu-bantu ya.. jangan jadi anak males yang mager seharian pokoknya. Jangan malu-maluin Mama.." pesannya, " kalau Om sampai marah sama kamu, mama ga tau lagi nitipin kamu dimana. Mau nge kost juga mahal banget kan biayanya..."

"Ok ma," jawabku pelan.

Wajah mama tiba-tiba berubah ceria, dia melambaikan tangan ke kamera.
Aku menangkap bayangan seseorang di belakangku.

"Heeseung-i... " Seru mama, " apa kabar, Sayang? Udah gede aja..."

Heeseung ternyata berada di belakangku, berdiri di dekat pintu, entah berapa lama dia tertahan masuk ke dapur karena melihatku sedang video call dengan mama. Dengan langkah pelan dia mendekat dan membalas sapaan mama dengan segan.

Lantai 13 : A Complicated Diary I ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang