40. Heeseung

420 98 13
                                    

Apartemen
Hari Minggu pagi

.

Heeseung membawaku masuk dapur ke apartemen. Dia memintaku duduk di kursi makan sementara dia membuka lemari es dan mencari bahan makanan yang bisa dimasak.

Selama 5 menit ngubek-ngubek kulkas tapi aku ga yakin dia konsentrasi menemukan bahan makanan yang diinginkannya. Aku bangkit, menarik badannya mundur, "..Kita makan roti.." aku berkata pelan, "Abang duduk aja deh.."

Heeseung menurut dan membiarkan aku menyiapkan sarapan. Aku memanggang roti dan duduk di depannya. Setelah setengah berlari terseret tarikan tangannya sepanjang perjalanan dari taman kota ke apartemen, energiku habis, dan ga minat tanya apa-apa lagi.

Roti sudah selesai dipanggang dan aku mengeluarkannya dengan hati-hati. Aku mengoleskan selai kesukaannya dan meletakkan dalam piring. Kami lalu makan berdua mengabaikan wajahnya yang lebam penuh luka. Dia meringis karena pinggiran roti yang keras menyentuh sudut bibirnya yang memerah.

Aku menyerah makan lalu berdiri mengambil obat luka di lemari. Mengambil handuk kecil, membasahinya dengan air hangat dan mulai membersihkan wajahnya.

Heeseung meringis kesakitan, tapi ga punya pilihan lain selain duduk sambil menengadahkan muka, menunggu aku yang berdiri merunduk berusaha membersihkan luka-lukanya.

"Kamu pasti bingung kenapa aku sama Jay berdebat terus dari kemaren, Mat.." katanya perlahan.

Aku berhenti sebentar, tapi langsung bergerak lagi membersihkan sudut matanya.

"Dia udah tau tentang kita, Mat.. kayaknya dia udah curiga sejak lama." Lanjutnya.

Tanganku terus bekerja dan mengabaikan kata-katanya. Aku emang sudah tau tentang itu. In fact, bukan Jay aja, tapi sekarang semua sepupu juga pasti curiga.

"Dia nuduh aku masih sama Yuna. Cuma gara-gara aku masih bareng Yuna kemana-mana. Aku bilang sekali lagi, Mat.. aku sama Yuna udah putus. Tapi gimana..kita emang udah sahabatan dari SMA. Jadi masih temenan.." Dia menarik-narik ujung sweaterku.

Aku menghela nafas mengcapek mendengarnya, udah jadi hobby Bang Heeseung keknya bikin aku esmosi akhir-akhir ini..
"Ga ngaruh Abang bilang udah putus atau engga. Karna dari awal aku gelap soal dia. Aku ga tau apakah dia teman, pacar, mantan? No clue! Abang selalu marah kalo aku nanya soal Yuna kan? Aku cuma pernah ketemu dia di kampus. Udah itu aja.
Itupun kalau dia adalah Yuna yang sama. Kali aja yang namanya Yuna ada dua?"

Aku mengingat kembali moment pertama bertemu Yuna yang cantik parah mirip boneka.

Yah walaupun waktu itu aku nge-gap dia maen nyosor aja sama Bang Heeseung di depan lobby kampus..

Fix. Bukan kenangan yang indah buatku.

Heeseung mengangguk, "Iya itu dia."

"Kenapa sekarang berubah pikiran? Tiba-tiba ngomongin dia?" Tanyaku sambil mengoleskan krim anti lebam di berbagai spot di wajahnya.

"Aku ga mau kamu salah sangka. Terus terang aja aku udah bertahun-tahun pacaran sama dia," Heeseung tampak merenung memikirkan Yuna.

Sesaat aku merasa cemburu melihat ekspresi wajahnya. Tapi aku berusaha mengabaikan perasaan ga penting itu,
"Makanya kalo aku nanya itu dijawab baik-baik, Bang. Jangan nge-gas kalo aku minta penjelasan soal dia."

Aku sesaat tergoda buat menghadiahi tekanan di wajahnya yang memar, biar tau rasa!

Heeseung meringis karena aku menekan kapas ke mukanya. Tangannya meremat ujung sweaterku dengan manja.

"Ya terus kenapa udahan..?" komentarku. Ga ngerti juga kenapa aku nanya, pokoknya kepo aja. Walopun unfaedah.

"..Karena aku ketemu kamu lagi, Mat-aa." Jawabnya pelan.

Lantai 13 : A Complicated Diary I ENHYPENWhere stories live. Discover now