Tujuh Belas. Kode Rahasia.

613 163 2
                                    

Entah berapa jauh aku berlari. Yang jelas jalanan mulai sepi dan suasana disitu terasa lain sekali.

Hp ku berdering beberapa kali. Papa meneleponku lagi dan lagi. Tapi kuabaikan dan kumatikan dering nya.

Aku balik berlari ke arah keramaian. Mengamati lorong demi lorong yang ada. Berusaha mencari jalan memutar untuk kembali ke toko tempat Jake dan yang lainnya melihat-lihat barang bekas.

Aku menghindari jalan-jalan yang sekiranya telah aku lewati tadi, karena bisa saja aku malah berpapasan dengan papa lagi. Tapi hasilnya lorong-lorong yang kumasuki malah berujung di tempat yang lain.

Rasanya badanku mulai pegal dan kepalaku pusing, berputar-putar ke berbagai arah tapi ga menemukan dimana tokonya. Akhirnya aku memutuskan untuk duduk sebentar di tepi jalan, di tangga sebuah toko kain.

Langit berubah warna menjadi hitam dan cuaca menjadi sangat dingin. Aku menikmati angin dan menghilangkan penat sedari tadi.

Dadaku sesak karena debaran yang ga beraturan. Kalau saat ini suasana sepi aku pasti sudah berteriak melepaskan kekesalanku. Melepaskan rasa benci yang sudah lama bersarang di ulu hatiku. Kakiku terasa lemas dan tak sanggup berdiri.

Kenapa papa tiba-tiba ada di kota ini? Kenapa dia mencoba menghubungiku kemarin? Apa wanita tadi istrinya? Wanita yang membuatnya meninggalkan aku dan mama berdua? Membuatnya lupa bahwa aku butuh sosok ayah dan hanya mengunjungi kami setiap beberapa tahun saja.

Aku sudah dewasa sekarang, dan aku ga butuh apapun darinya lagi. Kebutuhanku akan perhatiannya sudah hilang. Rasanya untuk saat ini lebih baik konsentrasi bekerja untuk bertahan hidup dan punya tempat tinggal, mengesampingkan semua yg aku inginkan. Melupakan semua rasa lelah karena dikejar oleh kuliah, kerja dan tugas harian di apartemen.

Aku meraih HP ku di tas, baterai nya sudah hampir K.O akibat telepon beruntun dari Papa, Bang Jake dan Riki. Cepat-cepat aku share lokasi saat ini pada Bang Jake sebelum HP mati total. Kalau aku ga bisa menemukan mereka, paling tidak mereka bisa menemukan aku.

Sekitar 5 detik setelah itu panggilan masuk. Nama Bang Heeseung muncul di layar dan aku langsung menerima teleponnya.

"Mat? Lo dimana?! " Langsung suara manisnya berteriak khawatir.

"Sama Bang Jake and Sunoo, belanja Bang .."

"Riki barusan telepon, curhat, katanya lo ngilang? Sebenernya gimana sih? Lo kemana? Ke kamar mandi?"

Aku terdiam sejenak, " tadi keluar toko, jalan-jalan terus nyasar... Mo balik lagi ga tau yang mana gang -nya."

"Kok bisa sih Mat...kenapa telepon Riki ga diangkat?"

Aku agak bingung menjawabnya. Heeseung bukan orang yang mudah dibohongi, aku hafal sifatnya, dia akan terus mencari tahu sebabnya.

"Abang...," panggilku lirih, menelan saliva, "...aku tadi ketemu papa... Aku tadi ga sengaja ketemu papa... Makanya aku tadi lari..."

Giliran Heeseung terdiam.
"Maksudnya lo ... Lo janjian ama papa disana?" Dia bingung dengan situasinya.

"Bukan bang, ga sengaja ketemu di gang situ juga," jelasku

"Kok bisa, Mat.... Terus? Gimana?" Suara Heeseung berangsur jadi lebih lembut.

"Papa ngeliat aku juga, jadi ... jadi aku lari... Aku ga mau ketemu, Bang. Aku ga mau ketemu. Dia bahkan sempet ga ngenalin aku.. saking udah lamanya ga pulang buat ketemu langsung sama aku..," kata-kataku meluncur deras seiring dengan airmata.

Aku tadi sama sekali ga ingin menangis walau sakit, cuma terasa marah meluap-luap di dada, tapi setelah mendengar suara Bang Heeseung yang lembut, aku malah melenyot dan berubah jadi cengeng lagi.

Lantai 13 : A Complicated Diary I ENHYPENWhere stories live. Discover now