Dua Lima. Awal dari Segaris Cerita.

590 130 19
                                    

Suasana setelah makan siang udah kayak di kamp militer.

Aku, Riki, Sunghoon, Jungwon dan Jake udah mirip prajurit yang sedang di-training oleh komandannya.

Komandan tampan yang mengumandangkan titah mulia kepada  semua kru untuk bekerja ekstra, karena ada orderan baru masuk dari pelanggan. Dia memerintah dengan suara lembut tapi maksa.

That's right, Sunoo hari ini yang ngatur semua.

Karena lokasi pesta Lunna berubah maka undangan pesta juga mesti diubah. Lembar undangan pesta yang berhias bulu itu mesti dibuat ulang dan disesuaikan isinya.

Undangan versi lama sudah disebar dan undangan versi baru akan disebar besok.

Jungwon yang paling merasa ternistakan dalam hal ini, karena Lunna sebenarnya sudah di desain-kan undangan dalam bentuk digital untuk disebarkan secara online di circle-nya. Sekaligus dengan fasilitas klik RSVP dan sebagainya, sehingga Jungwon bisa memantau jumlah tamu yang bakal hadir.

Tapi pelanggan selalu benar, ketika dia setuju dengan konsep flapper tahun 1920an, maka dia minta ada juga undangan tercetaknya.

'Cause everythings have to be classic.

Gitu sih katanya.

Yang jelas aku bingung kenapa hari gini ada anak SMA bisa memahami sensasi undangan tercetak, karena sejak balita pasti taunya undangan via HP aja.

Maka, demi apapun Sunoo ngebut memenuhi permintaan dia.
Dan kita semua yang jadi babu-nya.

Semua duduk melingkar di ruang multifungsi menggunakan meja-meja pendek sebagai alas bekerja. Menggunting, memotong, mencetak di printer, menempel dan memanaskan lilin untuk segelnya.

Untung undangan yang diminta ga banyak, cuma 100 lembar aja. Yang banyak itu ngomelnya.

Bang Jake bahkan udah nekat minum obat anti alergi dan pasrah kalau seandainya nanti ketiduran di tengah kerja.

Sunoo menepuk-nepuk bahu Bang Jake dengan lembut sambil berkata,
"Hyung-a,, Tahan dikit ya... Inget.. Pelanggan adalah raja. Lo semua ga makan kalo ga ada yang mau make jasa EO kita.." Sunoo melemparkan senyum semanis madu, tapi banyak ekstrak venom-nya.

Dan Jake yang punya segudang positif vibes pun cuma sanggup ngangkat jempol aja.

Riki pun mengeluarkan segaris senyum walau kepaksa,
"Riki gak apa-apa ga makan, Hyung..
Riki cuma ga sanggup kalo kita ga bisa beli kuota.." bisiknya lirih sambil memanaskan lem tembak.

***

.
Hari Minggu
Jam 17.56 sore

Kamp militer masih berlangsung sampai   matahari hampir tenggelam. Kami mengambil jeda sambil makan jagung rebus yang dihidangkan oleh Mbak Layla, duduk lesehan di karpet sambil mengamati sunset dari ruang multifungsi yang salah satu sisinya emang jendela kaca semua.

Pintu ruangan terbuka dan sebentuk wajah nongol dari sana. Bang Jay sudah mencium aroma makanan biologisnya.

"Hah! Sudah kuduga!" Dia masuk lalu mencomot sepotong jagung. Dia duduk di sebelahku dan ikut memandang keluar.
"Lo lagi liat iklan pembersih toilet?" Tanyanya, sambil tangannya usil menjambak rambut ikalku yang lolos dari kuncirannya.

Di depan gedung kami memang ada baligo berisi iklan cairan pembersih terpampang sebesar-besarnya.

"Merk itu kurang mantep buat membersihkan kerak Bang." Jake menjawab sebagai penanggung jawab urusan nyuci, ngepel dan bersihin WC apartemen kita.

Lantai 13 : A Complicated Diary I ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang