Dua Sembilan. Transisi.

474 113 15
                                    

Hari Selasa.
Jam 8.30 pagi.

Semua kru sudah selesai loading barang. Kita bakal berangkat ke lokasi pesta dengan 3 mobil, Str*da Orange, mobil Bang Heeseung (aku ngasih nickname "Mobil Cotton Candy" karena wangi permennya) dan pickup putih.

Waktu aku membuka pintu belakang mobil Cotton Candy, Heeseung menoleh dan memintaku duduk di depan, tepat di sebelahnya.

Jay yang biasa selalu duduk di sebelah Bang Heeseung, batal ngelangkah naik, dia berpikir sebentar lalu masuk ke belakang kemudi Str*da Orange milik Bang Sunghoon.

Bang Sunghoon yang baru selesai mengangkut karpet ke pickup putih terpana melihat mobilnya udah penuh aja. Jay, Jake di depan dan Sunoo udah ngambil tempat di jok belakang sebelahan dengan beberapa properti dekor.

Sunghoon lalu mengambil kunci pick-up dan mengemudikan sendiri pick-up nya. Staf yang membantunya angkut barang tadi ditinggal gitu aja.

Meanwhile, Jungwon berangkat sendiri pake motor,
"Hari ini pesta anak SMA, kali aja gue dapet satu, kan bisa gue anterin balik berduaan pake motor..." Katanya penuh strategi. Membuat jiwa iri Sunoo dan Jake makin meronta-ronta.

Perjalanan ini agak lain dari biasa. Dalam deretan konvoy biasanya posisi mobil Bang Heeseung paling depan, lalu Str*da Orange di belakang. Hari ini terbalik. Str*da, pick up, baru paling belakang mobil cotton candy. Bang Heeseung keliatannya lagi gak begitu mood hari ini.

Aku memakai celana abu, blouse warna peach dan rambut digelung ke atas. Sementara tanganku memeluk bento, berisi nasi ubi manis yang dibuat Jungwon waktu sarapan.

Terus terang setelah moment awkward tadi pagi ga ada sedikitpun sarapan yang berhasil masuk, apalagi mesti makan berdua Bang Jay di apartemen.

Gimana mau makan kalo jantung udah serasa mencelos sampe ke usus?
Jadi tadi aku memutuskan untuk meninggalkan Jay makan sendiri dan menyempatkan membungkus bento buat dibawa .

"Bang, aku boleh makan ya?" Tanyaku pelan.

Heeseung menoleh ke arah bentoku, dia kelihatan bingung karena dipikirnya tadi aku udah makan. Heeseung mengangguk tanpa kata-kata. Sepagian ini dia memang agak aneh.

Aku membuka bento dan mencium wanginya. Lalu makan sedikit demi sedikit. Riki melongok dari atas bahuku dan mengamati bento di tanganku. Riki, yang hari itu udah mulai libur habis ujian semester, duduk sendiri di belakang.

"Nuna, Riki mau juga..."

Dan aku pun "terpaksa" menyuapi anak bayi ini. Walaupun aku senang melakukannya. Kayaknya lebih banyak dia yang makan daripada yang bawa.

Heeseung cuma melirik sedikit lalu mendesah pelan. Dia menyalakan musik dengan volume minimal.

Aku menghadapkan tubuh ke kanan, lalu nekat menyodorkan sebola kecil nasi ke dekat bibirnya.
"Buka mulutnya.."

" Gue udah kenyang." Heeseung menggeleng.

"Udah makan aja," komen Riki, "jangan sia-siakan moment langka ini. Kapan lagi disuapin Nuna.." Dia mengunyah lagi.

Aku tersenyum, berharap Heeseung mau ikut makan. Tapi cuma dibalas tatapan yang menyeramkan.

.

***


Hari Selasa.
Udara pagi masih terasa.

.
Waktu perjalanan lumayan lama. Tapi akhirnya sampai juga. Semua kru menurunkan barang dan mengangkutnya ke dalam.

Suasana cafe sudah bersih dan wangi jadi kami cuma tinggal memasang dekornya aja.

Heeseung dan Sunghoon mulai menyingkirkan beberapa meja dan kursi, membuat ruang untuk area display sebagai vocal point tema acara. Mereka meletakkan karpet dan memasang rak, meja kecil , gramophone dan telepon rotary dial disana. Lalu menambah beberapa frame berisi foto lawas masa 1920s.

Lantai 13 : A Complicated Diary I ENHYPENOnde histórias criam vida. Descubra agora