Tiga Satu. The Star, The Gown and The Vidcall

478 112 8
                                    

Hari Selasa malam
Jam 22

.
Gaunku yang berwarna off-white alias putih-gading kini dihiasi noda-noda. Gara-gara aku bekerja keras membantu sepupu-sepupuku membongkar dekorasi pesta. Acara sudah selesai dan tinggal kami membereskan sisa-sisanya.

Mbak Layla dan staf catering sudah duluan meninggalkan tempat. Tinggal kami berdelapan yang masih ada di lokasi.

Jungwon dan Jay membereskan peralatan panggung, sementara Sunoo dan Riki membersihkan sisa-sisa balon-balon dan pita. Sunghoon dan Jake mengangkut karpet, kursi dan rak display ke dalam pickup.

Aku menghampiri Heeseung yang sedang memunguti akuarium mini dari meja dan memasukkannya ke dalam boks. Lalu aku mulai membantunya melipat taplak meja dan memasukannya ke dalam boks yang sama. Kami bekerja tanpa saling bicara, cuma mengikuti pola kerja yang udah biasa dilakukan .

Setelah seluruh meja dalam ruangan cafe selesai, kami berdua menuju meja-meja di halaman belakang.

"Mat,..." Sapanya dengan suara sengau-nya yang manis. Ini pertama kalinya aku mendengar suara Heeseung menyapa setelah seharian sibuk dengan kerjaan masing-masing.

Dia berhenti kerja, menunduk mengamati mataku yang masih sedikit sembab, ".. Lo gak apa-apa? Capek ya?" Tanyanya.

Rasa lelahku langsung menguap begitu aja, seperti sedang kehausan berjalan di gurun pasir dan menemukan oasis.

Aku mengangguk. Merasa lega dia udah mengesampingkan rasa marahnya. Sibuk bekerja seharian kayaknya membuat energi negatif dalam dirinya berkurang.

Heeseung mengulurkan tangan dan mengusap ujung rambutku.

"Minggu depan kita ga ada event, lo bisa istirahat.."lanjutnya. "Gue bakalan sibuk mulai minggu ini, tapi Sabtu malem atau Jumat malem gue usahain kita bisa punya waktu berdua." Janjinya.

"Gak papa , Bang. Kan tiap malem juga ketemu di apartemen. Ya kan." Tanyaku penuh harap.

Heeseung terdiam, dia memalingkan wajah lalu melanjutkan lagi pekerjaannya. " Gue bakalan lebih banyak di studio, Mat. Atau mungkin malah bakal banyak ga pulang ke apartemen sama sekali. Banyak yang mesti dikerjain. Dan gue bakal lebih banyak kerja dengan tim di kampus dibanding bantuin kalian di EO."

Aku menatap punggung Heeseung dengan sedih. Di satu sisi aku senang proposal tugas akhir mereka diterima, tapi di sisi lain juga sedih bakal jarang ketemu dia. Dan yang lebih membuatku insecure, aku yakin tim di kampus salah satunya adalah Yuna.

Aku berusaha untuk tetap kelihatan tegar dan kembali bergerak membantu , padahal jiwaku bergejolak di dalam sana :

Kenapa?
Padahal aku baru beberapa hari aja taken sama dia?
Harusnya hubungan kita saat ini lagi anget-angetnya..

Tapi pikiran-pikiran kayak gitu sama sekali ga bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Walaupun aku udah berhak menuntut waktu lebih banyak dari dia, tapi aku benar-benar anti kalo harus keliatan manja.

Heeseung kayaknya merasakan hal yang sama. Dia punya banyak hal dalam pikiran tapi masih bingung gimana cara mengungkapkannya.

Boks yang sedari tadi dia pegang mulai memberat dan dia meletakkan nya di meja.

Dia berbalik dan tampak berusaha mengesampingkan kecanggungan,
"Maat, gue lakuin ini buat kita.. Masih inget kan, ini strategi, kalo kuliah kita udah beres, gue bakal enak ceritanya sama Appa.. sama Tante Miska. Soal kita. Makanya, kuat-kuatin ya.. walo jarang ketemu buat sementara waktu." Bisiknya.

Dia terdiam sebentar lalu menggenggam bahuku,
"Tau ga, gue juga worry mereka bakal ga suka kalau denger kita backstreet, karena kita sekarang masih kuliah dan di rumah juga kita tinggal sama-sama sebagai sodara.
Tapi yakin deh, someday kalo kita udah bisa mandiri, ga bakal ada orang bisa ngelarang hubungan kita."

Lantai 13 : A Complicated Diary I ENHYPENWhere stories live. Discover now