chpt 8 : the voice of pain

254 46 17
                                    

👣 hai guys, jangan lupa vote dan komentar di setiap chapter ya. Karena setiap vote dan komentar akan berharga bagiku.👣

✨jangan lupa ucapkan 'Alohomora'✨

Semua pengelihatan atau mimpi yang aku alami membuat perasaanku campur aduk. Antara rindu dengan kehidupan lama, kendati di saat aku masih memiliki mereka, Harry Potter, Dobby, Malfoy dan yang lainnya. Atau aku tengah bingung mempertanyakan siapa musuhku yang sebenarnya, antara Daddy-ku sendiri, Malfoy atau malah si Tudung Maroon. Tapi jika si Tudung Maroon adalah musuhku, mengapa dia selalu menolongku? Tapi aku juga resah kendati mengapa aku melihat semua itu dari sudut pandangnya.

Sungguh ini memuakkan sekaligus memusingkan. Aku tidak pernah menyangka jika hidupku akan seperti ini.

Aku membuka kedua mataku dan lagi-lagi aku menemukan diriku di ruangan putih ini. Aku tertegun sembari mengingat semua pengkhianatan dari mereka. Tapi entah mengapa aku tidak bisa membenci Malfoy walaupun jelas-jelas dia juga ikut andil dalam pengkhianatan ini. Aku terdiam sembari mengayunkan kedua kakiku silih berganti.

"Kau— Apa yang telah kau lakukan, Aaron?!"

"Seperti yang sudah kau lihat, Professor. Aku sudah bergabung bersama mereka mulai malam ini." ucap Aaron mudah.

"Kau gila, Aaron. Kau sungguh gila. Kau tidak kasihan pada Rosie, Aaron?!" Paman Berjanggut Putih mundur beberapa langkah dari Daddy. "Lihatlah sekarang anakmu! Dia telah kehilangan segalanya sehingga halusinasinya kembali lagi! Seharusnya kau berpihak padanya tapi kau malah..."

"Percuma saja aku berpihak padanya, Professor. Dia tak bisa menyelamatkan istriku dan juga anakku yang lainnya. Mereka semua lebih memilih mati demi Rosie. Tapi aku tidak, aku tidak ingin mati. Aku ingin hidup. Hidup dengan nama tentunya." jelas Daddy panjang.

Aku tersenyum kecut mengingat semua itu.

Semua yang kau ucapkan itu bullshit, Daddy. Lihatlah, kau sendiri yang sedari awal sudah membohongi kami semua. Kau membuang kita semua, batinku.

"Aku tidak tahu jalan pikiranmu, Aaron. Bukannya kau juga tahu mereka semua adalah dalang dari pembunuhan istri dan anak-anakmu? Tapi kenapa--"

"Setiap orang pasti punya sisi gelapnya, Professor. Aku telah memaafkan mereka semua. Sebagai imbalannya, mereka telah berjanji memberikanku segalanya."

Apa yang kau maafkan, Aaron? Jika aku bisa membedakan darahku, aku akan menyaring darahmu yang ada di tubuhku ini, ucapku dalam hati kesal.

Aku menggenggam tanganku hingga buku-buku jariku memutih. Aku membuka kedua mataku. Kenapa aku justru mengingat semua pengelihatan itu sekarang.

Aku ingin membunuh mereka semua dengan tanganku. Aku bersumpah. Aku bersumpah untuk—

"Ikuti kata hatimu, Rosie. Aku tahu sejak tahun kemarin hingga mungkin tahun-tahun berikutnya akan berat untukmu. Tapi ingatlah Rosie, kau orang baik. Jangan sering membunuh seseorang, Rosie. Karena kebanyakan arwah tidak akan merelakan kehidupannya begitu saja." suara Paman Berjanggut Putih terngiang di telingaku.

Tes.

Tes.

Tes.

Tanganku melemas begitu saja. Aku tak kuasa menahan tangisku. Aku memeluk tubuhku dan menangis berteriak semauku. Saat aku memejamkan kedua mataku yang terputar di pikiranku adalah dimana saat aku kehilangan seluruh keluargaku, lalu kehilangan Paman, aku juga kehilangan semua teman-temanku yang ada di Hogwarts karena aku meng obliviate mereka. Aku tidak tahu jika masa depan akan seperti ini. Sungguh jika saja mereka tidak aku obliviate bisa jadi mereka…

WHO LOST (sequel PURE-BLOOD; a secret story in Hogwarts)Where stories live. Discover now