Part 2

263K 4.6K 85
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Pagi yang cerah mengiringi hari ini, hangatnya sinar mentari mulai muncul, menembus jendela, meresap tubuh Eca yang perlahan mengganti posisi duduk.

Hari ini hari Sabtu, tidak ada kegiatan sekolah. Eca merenggangkan tangannya ke atas dan menguap sangat lebar. Ia menarik ponsel dari nakas dan membuka pesan Lenry, ayahnya.

"Ckk, besok berangkat kan juga bisa" Eca mengerucut melihat lagi pesan yang berisi kalimat, yang pada intinya, Lenry dan Rista sudah berangkat subuh tadi. Jari Eca bergerak mengetik pesan membalas karena kalau hanya read saja, ayahnya tak akan suka.

Lenry dan Rista ke Bali hari ini, mereka sudah membahasnya kemarin. Eca yakin mereka bulan madu di sana tetapi Lenry mengatakan hanya urusan pekerjaan, alibi saja itu.

Eca turun dari kasur dan berjalan gontai menuju dapur "Mbok?" Panggilnya serak.

"Ya non?" Sahut mbok lalu tersenyum menatap Eca yang berjalan ke arahnya. Mbok Desi adalah pembantu rumah tangga Eca, saat gadis itu masih berumur 2 tahun.

"Lapar kan?" tanya mbok dan Eca terkekeh "Kok mbok tahu sih?"

"Ini mbok lagi buatin nasi goreng untuk non dan aden" ucap mbok melanjutkan kesibukannya. Eca mengerutkan kening "buat siap_"

"Ehm.."

Suara deheman terdengar membuat Eca berbalik. Hampir saja ia lupa kalau sudah serumah dengan pria kemarin.

Richard mendekat dan berdiri dengan wajah kantuk yang tidak beda jauh dari Eca. Rambut legam berantakan dengan kemeja putih semalam yang ia gulung lengannya naik.

Mereka bertatapan sejenak dan Richard menurunkan pandangannya sampai bawah. Eca mengikuti pandangan Richard "Apa?" Tanya Eca lantang, pria itu hanya menggeleng, sebagai jawaban.

Eca bergerak ke kulkas, mengambil sebotol air, meneguknya dan beranjak pergi.

Eca kembali ke kamarnya, langsung mandi dan berpakaian santai, kaos oblong putih dengan hot pants hitam kesukaannya.

Ia menyisir rambut panjangnya dan mengikat asal ke atas menyisakan beberapa helai pendek bergantung bebas.

"Non?" Suara mbok Desi terdengar dari luar kamar. "Iya Mbok?" Eca berjalan ke arah pintu dan membukanya.

"Loh, mbok mau ke mana?" Tanya Eca, keheranan melihat mbok Desi sudah menenteng tas besar ditangannya. Ia menunduk menatap mbok karena perbedaan tinggi mereka.

"Ada telefon dari kampung non. Bondi sakit jadi mbok harus pulang" ucap mbok Desi pelan. Bondi adalah putra semata wayang mbok Desi.

Eca tahu, dari ekspresi mbok saja ia dapat menebak ketidakenakan perempuan paruh baya itu terhadapnya.

Mbok Desi sendiri adalah single parents. Suaminya sudah meninggal dunia dan ia memiliki seorang putra yang masih SMP yaitu Bondi.

"Jadi kapan mbok kembali?" Tanya Eca, menggandeng sebelah tangan mbok Desi.
"Secepatnya non, mbok minta maap" Ucap Desi dengan logat khasnya.

"Nggak apa-apa mbok, Eca ngerti kok" Eca tersenyum agar melegakan hati orang tua itu.
"Mbok sudah belanja semua perlengkapan bahan makanan, tapi non pesan makanan saja, supaya nda ribet"

Eca tertawa mendengar penuturan mbok " Eca bisa masak mbok,,meskipun cuman mie instan" Ucapnya bangga.

Mbok tersenyum "Ohya, ucapkan salam mbok ke aden ya,,tadi mbok nyari mau pamit, tapi aden nda ada"

Eca mengantar mbok sampai di pintu depan, yang mengantar mbok pergi adalah supir rumah, pak Jasman.

Setelah mobil menjauh, Eca kembali ke dalam rumah, mbok sudah mengingatkan agar nasi goreng dimakan karena takut dingin.

Ia bersenandung menuju meja makan sambil memikirkan kegiatan apa yang pas untuk ia habiskan hari ini. Ia menyantap nasi gorengnya dengan lahap. Nasi goreng buatan mbok paling the best menurutnya.

Senyum Eca luntur saat Richard masuk ke dapur, ia dengan santai duduk di sebelah Eca. Gadis itu tak memedulikannya dan terus makan dengan lahap.

"Bibi tadi ke mana?" Tanya Richard, menarik sepiring nasi goreng yang belum tersentuh.

"Pergi"

"Kemana?"

"Ke kampung halamannya"

"Ngapain?"

"Bacot" Eca tak langsung menjawabnya. Ia berdiri setelah meneguk segelas susu, mendekati wastafel cuci piring dan mulai mencuci piring sisa miliknya.

Bunyi kursi berdecit, Richard berdiri tepat dibelakang, membuat Eca merasa resah. Tangan pria itu melayang ke samping dan menyodorkan piring.

"Buat apa?" Tanya Eca

"Cuciin juga"

Mata Eca membelalak, baru kali ini ada orang asing menyuruhnya seenak jidat "Ogah! cuci aja sendiri" Eca mengibaskan tangan, membiarkan percikan air terkena wajah pria itu.

Ia menjauhkan dirinya dari jangkauan Richard menuju sofa di ruang tengah. Eca mengotak-atik remot TV mencari siaran yang bagus. Karena masih pagi, Eca rasa kartun sudah ditayangkan.

Richard mencuci piringnya dan berjalan mendekat, ikut duduk dan lebih memilih mengamati gadis itu dari pada kartun bocah kembar botak dengan logat melayu, di depannya.

Mata Richard tak berkedip ketika Eca melepas ikatan rambut dan membuat rambut legam panjang itu tergerai bebas, ia menggerakkan kembali tangannya hendak mengikat lagi.

"Jangan"

Eca berhenti sejenak dan Richard melempar pandangannya ke televisi. Ia mengedikan bahu acuh dan melanjutkan.

Richard mendengus pelan dan kembali memperhatikan Eca. Pandangannya turun ke dada, paha, sampai warna kuteks yang Eca pakai di liatnya lekat-lekat.

Eca yang telah menyadarinya, menatap pria itu bengis "Bisa nggak sih! jangan liatin gue kayak gitu? Lo kaya om-om pedo" Suara Eca terdengar sinis namun pria itu tak terusik. Ekspresinya yang sok polos membuat Eca geram.

"Pedo?" Tanya Richard balik

Eca mengacuhkannya. Memang Richard terlihat tampan sekarang, ralat sangat tampan. Tapi kalau terus melihatnya seperti itu siapa pun akan merasa risi, apalagi mereka sudah berstatus saudara.

"Pedo itu apa?" Tanya Richard yang masih penasaran.

Eca mendengus dan berdiri. Ia melangkahkan kakinya sedikit menjauh, Richard terus mengamatinya.

"Pedo itu kegatelan" setelah mengatakan itu, Eca tertawa dan berlari meninggalkan Richard. Richard yang tak terima langsung mengejar tetapi Eca sudah menggapai lantai dua kamarnya dan mengunci pintu.

Richard berdecak kesal mendengar tawa Eca yang tak berhenti dari dalam sana.

Setelah puas menertawai pria mesum itu. Eca merangkak ke tempat tidur dan mengecek notifikasi ponsel. Terlihat ada beberapa pesan yang belum di baca, entah itu nomor yang tak di kenal ataupun dari teman-temannya.

Matanya hanya tertuju pada chat dari sebuah grup berjudul 'abcd', grup itu adalah grup Eca bersama Rina dan Cery.

Eca membuka dan melihat pesan yang sudah menginjak 300 itu. Mereka berdua hanya membahas Richard sejak tadi malam. Melihat betapa Rina yang memuja-muja kakak tiri nya itu, membuat dirinya mual.

"Liat yang bening dikit langsung heboh"

Eca hanya mengirim stiker spongebob yang bertuliskan 'bacot'. Ia meletakkan ponsel menggantikannya dengan laptop. Ia merenggangkan tubuh, menarik selimut lalu mulai melanjutkan drakor yang sempat tertunda.

.

.

.

Tbc

My Bad Brother Richard (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang