Part 29

51K 1.8K 50
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

"Lo yakin Ca?"

Eca baru saja menyelesaikan cerita tentang kesamaan plat mobil Deril dengan pria kemarin. Mereka berada di restoran yang sama, selesai sekolah. Eca yang mengusulkan karena ia pikir mungkin pria yang kemarin datang lagi.

Deril sudah ijin pulang duluan sebelum pelajaran terakhir. Ia juga meminta maaf. Eca jadi bingung sendiri kenapa juga harus minta maaf. Hal itu membuat banyak teman kelas berfikir mereka ada hubungan spesial.

"Gue catat plat mobil itu kemarin--di memo supaya nggak lupa" Eca membuka ponselnya terlalu tergesa sampai tangannya gemetar.

"--ternyata sama dengan mobil yang dia pakai jemput gue"

Rina dan Cery bertukar pandang, tercengang. "Ca, kayaknya dia mau jadi pahlawan buat lo" ucap Rina. Sementara Cery cengengesan. "Sampai segitunya" Ucapnya.

"Tapi buat apa coba? Nggak jelas tau nggak!" ucap Eca marah.

"Ya mungkin dia mau lo nya nambah klepek-klepek sama dia...karena udah jadi pahlawan gitu" sahut Cery, masih tersenyum geli.

"Nggak usah di pikirin" ucap Rina meyakini Eca yang sekarang meremas kuat ponsel miliknya.

"Deril cuman mau, lo lupain Richard dan berpaling ke dia. Gue yakin seratus persen" Rina melanjutkan.

Eca menatap ke dua sahabatnya dengan gelisah. Entah kenapa cara Deril seperti ini membuat ia resah. Eca benar-benar takut malam itu. Sangat tidak lucu kalau kejadian malam itu hanya guyonan. "Kalian nggak ngerti..." Lirihnya.

"Ca! Lo jangan parno..." Rina merasa geli dengan sahabatnya ini.

"Jangan berprasangka buruk ke dia hanya karena kejadian yang kemarin, oke?" Kata Cery. Memandang Eca lalu tersenyum. 

"Hm" Eca menghentikan perdebatan itu. Namun dalam hatinya berang sekali.

***

"Eca! kamu sama kakak gantikan Ayah sama Mama ke acara Herman!"

Panas di siang hari membuat es krim yang di tangan Eca lebih cepat meleleh. Mood nya lebih memburuk lagi ketika Rista baru saja melemparkan ucapan yang membuat nafasnya terhenti sepersekian detik.

"Aku sama Richard maksudnya kakak--"

"Iya sayang, Mama nggak bisa soalnya. Klien Mama udah nuntut ini itu. Emang nggak bisa ya lihat orang senang dulu." Rista memandang ponsel yang berada di tangannya dan mencebik bibirnya.

Eca menelan saliva susah payah. Ia menggeleng, menampilkan wajah tak minat tapi Rista seolah tak menyadari.

Dengan Richard?

Oh God!

Batin Eca menolak kenyataan itu.

"Mama udah telfon kakak nanti dia jemput kamu jam delapan malam. Acara resmi pengangkatan direktur utama." Rista melepas kaca matanya. Sementara Eca melongo lebih besar "Malam ini?" Pekik nya kuat.

My Bad Brother Richard (End)Where stories live. Discover now