Part 38

42.9K 2K 421
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Seumur hidup Eca tidak pernah merasakan kesakitan di tubuhnya seperti ini. Ia masih telungkup di atas lantai kotor dengan mata terpejam. Mengira bahwa ia sedang bermimpi. Tapi ketika sakit di sekujur tubuhnya terasa semakin nyata, kelopak mata nya terbuka. Eca menduduki dirinya. Matanya menelusuri isi ruangan itu. Bukan. Lebih tepatnya gudang dengan bau pengap menusuk penciuman nya.

Eca mengalihkan pandangannya ke bawah melihat kedua tangan dan kakinya terikat. Jantungnya berdegup cepat, ia memutar kepalanya ke segala arah. Ia sendirian.

Kaosnya kusut dan kotor, rambutnya berantakan. Bibirnya bergetar dingin. Ia merasa kulit kepalanya lembab entah air atau darah karena perih sekali.

Eca memperhatikan sekumpulan kecoak berlari di samping nya. Ia bergeser seperti ular menjauh namun terdengar bunyi dari arah depan. Wajahnya yang pucat mengawasi. Ada dua orang pria yang berjalan mendekatinya. Eca tidak bisa melihat wajah mereka dengan jelas karena penerangan di ruangan itu samar.

"Lepasin gue.." lirih nya.

Kedua pria itu saling pandang lalu tertawa menghina "Lepasin?" Salah satu dari mereka berjongkok menyamakan tinggi nya dengan Eca.

Mata Eca membulat. Ia mengenalnya, dia teman Deril, Ronald! "Lo--"

Ronald tersenyum. "Lepasin gue--dimana Deril?" suara Eca bergetar. Menggesek ikatan di pergelangan tangannya.

"Deril?" Tanya balik pria itu. "Oh--Deril" Ucap pria itu seakan tak mengenal Deril sebelumnya. "Nggak tahu"

"Lepasin gue--" raung Eca. "Apa yang lo mau?"

PLAAAKKKK

Satu tamparan keras mendarat di pipi Eca. Tubuhnya tumbang dan meringkuk dilantai. Eca meringis merasakan pipinya panas dan perih, air matanya tumpah begitu saja tanpa aba-aba.

"Itu dari gue buat lo.."

Ronald meludah tepat mengenai rambut Eca. tubuh Eca bergetar dengan tangisannya.

"Pria lembek itu nggak akan ke sini cewek tolol!"

Bunyi suara sepatu berjalan mendekat, Eca membuka matanya perlahan melihat sepatu dengan hak tinggi di depan wajahnya.

"Eca..." Suara lembut seorang wanita bergema. Eca mendongak namun tak bisa mengenali wajah wanita itu. Senyuman di bibir merah kembali datar. "Tarik dia bangun" ucap wanita itu dingin.

Ronald menjambak rambut Eca ke atas. Air matanya tak berhenti untuk turun. Eca mengatupkan gigi nya menahan sakit, hampir sebagian rambutnya tercabut.

Dia sekarang bisa melihat siapa wanita dengan pakaian serba merah menyala berdiri dengan angkuh di depannya.

"Ingat, hm?"

Eca tak mengangguk ataupun menggeleng. Ia menatap wanita itu lurus-lurus. Mereka pernah bertemu di acara Herman, dia ibu Deril, Carol.

My Bad Brother Richard (End)Where stories live. Discover now