Part 27

53.1K 2K 123
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sepasang kaki berdiri hanya beberapa senti dari Eca. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. "Deril, kita bicara di luar sebentar" Suara Richard terngiang di telinganya. Eca sedikit lega bukan ia yang dituju. Perlahan, ia mendongak menatap Richard. Saat di tatap balik, Eca cepat mengalihkan pandangannya ke jendela.

Tak ada jawaban dari Deril namun mereka berjalan keluar. Suara langkah kaki itu perlahan menghilang dan Eca bernafas lega di tempat.

Wanita di kasur terlihat bingung namun tangan nya menunjuk sofa di sudut sebagai isyarat agar Eca duduk di sana. "Udah berapa lama kenal Deril?" Tanya nya. Eca memandang tatapan kosong wanita itu. Tak ada ekspresi di wajah nya.

"E...sejak Deril pindah sekolah kak, kita sekelas" Jawab nya sopan.

Wanita yang Eca tau bernama Melisa itu melihatnya intens dari atas sampai ke bawah. Eca meremas tali tasnya makin kuat.

"Deril belum pernah bawa cewek kesini"

Eca tersenyum canggung sekali lagi. Sebenarnya ia tak tahu jawaban apa yang cocok untuk itu.

"Ohya, nama siapa?" Tanya Melisa yang kini memanjangkan tangan mengambil segelas air di nakas.

"Eca"

Melisa meneguk air dan tak ada percakapan lagi sampai pintu terbuka. Kedua orang itu masuk. Richard tak melirik ke arah nya, ia meluncur duduk di kursi yang tadi ia tinggalkan dan Deril di sofa.

Eca menyerit melihat raut tegang Deril.

"Bee, aku mau minum"

Pendengaran Eca terusik, baru saja mendengar suara wanita itu lagi tetapi lebih halus dan seperti di buat-buat tidak seperti ketika berbicara dengan nya tadi.

Richard tak menjawab, ia hanya melakukan apa yang wanita itu mau. Eca memandang mereka, Richard sedang membelakanginya sekarang.

Ia menggigit bibir bawah gelisah. Tidak seharusnya berada di sini.

"Beliin aku martabak ya. Kemarin kamu udah janji loh...."

Wanita itu sudah bergelut manja di lengan kekar milik Richard yang masih menggenggam gelas di tangannya. Eca lagi lagi memandang mereka. Entah kenapa ia marah. Tangannya terkepal, gemetar di atas paha.

"Kamu masih batuk"

"Tapi aku mau..." wanita itu mengerucutkan bibirnya. Eca teringat ketika ia mengerucutkan bibir Richard selalu bilang 'jangan menggodanya'.

Jantung Eca berdetak lebih cepat. Ia melengos ke arah lain. Meremas ujung kaosnya. Deril memperhatikan Eca,  ia menggenggam tangan wanita itu dan Eca berkata. "Gue pulang duluan"

"Aku antar"

"Nggak usah" Eca menelan salivanya. Gue bisa sendiri"

"Jangan ngaco Ca, aku antar!"

My Bad Brother Richard (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang