7. Pemahaman Situasi

4.9K 515 14
                                    

~~~~~

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

Haechan - Good Person

~~~~~

"Jika kau tidak berjalan hari ini, maka kau harus berlari untuk esok hari."

~~~~~

Keheningan malam menyelimuti, semilir angin malam menusuk pori-pori kulit. Banyak orang yang masih bergelung di dalam selimut, mengeratkan pegangan masing-masing untuk menghalau rasa dingin yang mulai menjalar.

Mata perempuan cantik itu bergerak gusar, berkedip beberapa kali hingga akhirnya terbuka lebar. Kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul itu mulai bergerak, meregangkan otot-ototnya dengan leluasa hingga tidak sadar mendorong seseorang yang terlelap di sampingnya. "Astagfirullah!"

Sial, bagaimana bisa dia melupakan fakta bahwa dirinya telah menikah?

"Kenapa gue bisa lupa kalau udah nikah sih?"

Perempuan yang mempunyai rambut sepanjang punggung itu menghela nafas dengan lega, menahan pinggang sang suami agar tidak terjatuh di samping ranjang. Venna mengutuk dirinya sendiri akibat mempunyai penyakit ganas yang sulit dihilangkan, penyakit lupa yang menyerangnya ini sudah stadium akhir, susah sembuh.

"Maafkan aku Mas, ini tidak sengaja."

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Venna mengambil ponsel mahalnya untuk melihat jam, kembali menguap melihat jam menunjukkan pukul 04.30 pagi. Ini posisi yang sulit, sangat lelah dan kurang tidur namun belum melaksanakan sholat subuh.

"Katanya paham agama, tapi buktinya sekarang masih tidur and gak sholat subuh di masjid," cibir Venna menatap Kuncoro yang masih terlelap, ibunya ini perlu mengetahui kejadian pertama yang tidak mengenakan di hari pertama pernikahannya bersama Kuncoro.

"Bangun subuh saja tidak bisa, apalagi bangun rumah tangga."

Plak

Venna menampar bibirnya sendiri setelah sadar dengan apa yang dia ucapkan, kalimatnya tadi secara tidak langsung telah menjelek-jelekkan sang suami. Astagfirullah.

"Maafkan aku Mas, aku tidak sengaja mengucapkannya. Sekali lagi aku minta maaf, lagian Mas juga sih yang nggak mau sholat subuh," ucap Venna dengan menyatukan kedua tangannya memohon ampun kepada Kuncoro yang masih senantiasa terjaga dalam tidurnya.

Perempuan itu dengan cepat berlalu, memasuki kamar mandi untuk mengambil air wudhu, melaksanakan sholat subuh dengan cepat namun khidmad. Kaki jenjangnya melangkah menuju jendela, menatap ke bawah ke arah para ibu-ibu yang berjalan mundur di tengah sawah.

"Lho jadi kalau menanam padi tuh kayak gini?"

Venna baru pertama kali dalam seumur hidup menyaksikan para buruh tani yang bekerja, berjalan mundur dengan perlahan dalam posisi menunduk. Menancapkan beberapa padi yang masih kecil ke dalam lumpur, terus secara berkala hingga mencapai ujung sebelahnya. "Ibu-ibu itu gak sakit kah pinggangnya?"

Venna mengetukkan jari telunjuk di dagu, menganggukkan kepala paham. "Pasti encok, siapa yang nggak encok kalau kayak gitu selama berjam-berjam."

"Nak."

"Astagfirullah!"

Perempuan muda itu menolehkan kepala dengan cepat ke belakang, memegang dadanya yang berdebar kencang saat seseorang menepuk bahunya. Jantungnya seakan copot dari tempatnya, menetralkan nafas mencoba memahami semua yang ada. "Yaampun Ibu, astagfirullah Venna bisa jantungan kalau kayak gini terus Ibu."

KuncoroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang