26. Random Talk

3.8K 380 28
                                    

~~~~~

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

WayV - Miracle

~~~~~

“Dimana tidak ada kebenaran, disanalah tidak ada kebaikan.”

~~~~~

Bangun pagi dan disuguhi sebuah sarapan kelas atas membuat Venna terkagum-kagum. Ini merupakan hal yang luar biasa bagi dirinya, terhitung sejak 24 tahun menghirup nafas di bumi tercinta ini, Venna baru merasakannya. Bak putri raja yang selalu dituruti dan selalu dimanja, seperti inikah rasanya?

“Ibu udah bawain kamu teh anget sama roti isi coklat kesukaan kamu sayang.”

Belum sepenuhnya sadar dengan keadaan, perempuan yang masih terbawa alam tidur itu hanya bisa terbengong menatap sang ibu mertua yang tersenyum lembut ke arahnya. Mendudukkan diri dengan perlahan, Venna mengedarkan arah pandang ke sebuah benda bulat kecil yang berada di atas nakasnya. Mengerjap beberapa kali memastikan apa yang dia lihat adalah benar.

“Ini masih terlalu pagi untuk sebuah sarapan, Ibu.”

“Bukan sarapan, tapi cemilan.”

Masih dengan rasa bingung yang melanda, nyatanya Venna tidak menolak pemberian roti si seper lembut itu. Venna yakin bahwa roti ini sangat mahal, bahkan tekstur kulit roti ini mengalahkan tekstur kulitnya.”Ve-Venna belum cuci muka Bu.”

“Emhh..”

Pergerakan dari samping membuat kedua perempuan itu menolehkan kepala, menatap seorang pria yang masih terlelap dalam tidurnya dan bergerak melingkarkan lengan di perut sang istri. Jangan lupakan wajah pria itu yang tenggelam dalam pinggang Venna, menyusup masuk hingga menguburnya sedalam yang dia bisa.

Kunti yang juga melihatnya hanya bisa tersenyum, beralih menatap sang menantu yang juga menatapnya. “Tidak perlu, cepat makan ini dan bersiap untuk sholat subuh.”

“Ibu sebenarnya tidak perlu menyusahkan diri seperti ini, Venna bisa mengambilnya di bawah.”

“Kau pun jangan menyusahkan diri sendiri sayang, banyak mbak dan mas disini, panggil saja jasa mereka. Jangan sungkan, mereka memang ibu gaji untuk hal-hal seperti ini.”

Ibu mertuanya ini sedikit sombong.

“Iya Venna tahu Bu, Venna juga mengguakan jasa mbak dan mas disini. Namun jika dalam hal rawan bukankah hal yang tidak wajar?”

“Hal rawan apa yang kau maksud sayang?”

“Ya jam rawan Bu, jika jam satu pagi Venna lapar maka Venna harus membuat makanan sendiri bukan. Tidak mungkin Venna menganggu jam tidur mbak.”

Kunti terdiam sejenak, memikirkan ucapan Venna yang ada benarnya. Karyawannya juga membutuhkan istirahat. Namun jika setiap malam menantunya akan lapar, maka setiap malam juga perempuan itu akan kelelahan naik turun tangga, berdampak juga terhadap sang cucu yang masih sangat rawan. Tidak, ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.

“Baiklah, ibu akan menambah karyawan yang berjaga di malam hari. Menantu ibu tidak akan kerepotan jika lapar di tengah malam.”

“Bu-bukan seperti Ibu, Venna tidak bermaksud untuk menambah mbak-mbak ataupun mas-mas untuk memasak.”

Gelengan tegas terlihat oleh Kunti. “Tidak, Ibu tidak ingin mengambil resiko.”

Venna yang sudah membuka mulut seketika terdiam saat melihat sang ibu mertua yang mengangkat tangan ke atas seolah menyuruhnya berhenti. Membuat helaan nafas pasrah terdengar dengan lirih, merenung memikirkan cara agar tidak merepotkan perempuan baik di depannya.

“Ibu tidak perlu rep- Mas?”

Venna menghentikan ucapan saat melihat sang suami tengah menggosok lengannya dengan begitu keras, seperti orang yang menahan kesal bercampur sedikit amarah. “Jangan digaruk nanti tambah gatal.”

Tangan lentik yang terbiasa dengan permukaan wajah itu harus beradaptasi dengan permukaan lengan. Mengusap dengan perlahan sesuai dan lembut, berusaha mengurangi rasa gatal yang melanda di lengan sang suami. Kegiatan itu tidak lupu dari pandangan Kunti, bukannya mengkhawatirkan sang anak, perempuan paruh baya itu justru mengkhawatirkan sang menantu.

“Kamu sudah memakai lotion anti nyamuk sayang? Kau tidak digigit nyamuk bukan?”

“Tidak Ibu,” ucap Venna dengan menggelengkan kepalanya.

Kunti menghela nafas lega, perempuan itu berpamit dan mengingatkan sang menantu untuk melaksanakan sholat subuh. Setelah sang ibu menutup pintu kamarnya, Venna segera bergegas membenarkan letak kepala Kuncoro yang sangat tidak baik untuk kondisi jantungnya.

“Yaampun Mas, Mas. Kamu kenapa suka banget ndusel sih, dikira aku gak geli apa, geli banget tau,” ucap Venna dengan mengendurkan pelukan Kuncoro. Memberikan lotion anti nyamuk di kedua tangan Kuncoro hingga daerah leher dan sebagian daerah muka.

“Nyamuk aja tahu lho Mas kalau Mas tuh ganteng makanya digigit terus, kalau aku jelek makanya mereka gak doyan.”

“Tanpa sengaja kamu bilang mas buta?”

“Eh?”

Venna menunduk dengan cepat ke bawah, membulatkan mata melihat Kuncoro yang telah membuka matanya lebar. Perempuan itu dapat melihat dengan jelas bagaimana pandangan datar yang tertuju kepadanya, mengintimidasi hingga membuatnya terdiam.

“Ada apa Mas?”

Kuncoro menggeleng, meletakkan kepala di paha sang istri dan menghadap ke arah sang anak yang masih tertidur lelap di dalam sana. Entah sebesar apa anaknya disana, namun yang pasti sudah ada bentuknya. “Tadi kamu bilang kalau kamu jelek kan?”

Venna mengangguk.

“Kamu tanpa sengaja bilang mas buta, bilang kalau selera mas rendah.”

Venna menggeleng brutal, perempuan itu menahan dada sang suami yang akan beranjak dari atas pahanya. “Enggak, bukan kayak gitu Mas astagfirullah.”

“Lalu kenapa mengatakan hal seperti itu?”

Venna menyandarkan tubuh di kepala ranjang, menghela nafas dan mengusap kening Kuncoro dengan pelan. “Ya mau gimana lagi, kan emang kenyataan kalau aku itu jelek.”

“Don’t say that!”

Kuncoro berucap dengan cukup keras, mendudukkan tubuh dengan segera dan menatap sang istri dengan tajam. Pria tampan itu nampaknya sangat tidak suka saat sang istri merendahkan diri seperti ini. Ada saja cara Venna untuk membuatnya marah, bahkan pria belok pun bisa kembali lurus saat melihat kecantikan perempuan ini.

“Jangan membuat mas marah, Ve.”

“Apa yang aku katakan adalah kebenaran.”

“Ve.”

“Mas tidak perlu memujiku dan seolah-olah membuatku menjadi perempuan tercantik di abad ini.”

“Venna.”

“Ah sudahlah Mas, kamu gak us- emhh….”

Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, Kuncoro menyambar bibir ranum sang istri. Mengunci pergerakan Venna dengan menahan kedua lengan perempuan itu, Kuncoro bergerak dominan di atas sang istri. Seolah menemukan air di tengah-tengah gurun sahara, Kuncoro pun tidak bisa berhenti untuk menyesap bibir wanitanya.

Dinginnya hawa pagi tidak membuatnya pria perkasa itu berhenti, karena pada kenyataanya dia seolah kepanasan. Kuncoro justru bergerak ke atas tubuh Venna dan kembali melanjutkan kegiatannya.

Kedua cucu Adam itu terlarut dalam suasana hingga tidak sadar seseorang telah memasuki kamar mereka. Membuka mulut dengan lebar merasa khawatir dengan kondisi sang calon penerus keluarga mereka. Puncak kesabarannya telah habis saat melihat bagaimana brutalnya pergerakan sang anak, ini harus dihentikan agar sang cucu baik-baik saja.

“CUCUKU!”
.
.
.

STAY SAFE

gek ndang sat set ngonolo maszeh 🌚

21 May 2022

KuncoroWhere stories live. Discover now