39. Puncak Amarah

3.8K 384 22
                                    

~~~~~

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

NCT 127 – No Longer

~~~~~

“Ingin menunggu tapi tidak ada kepastian, ingin menyerah namun sudah terlanjur sayang.”

~~~~~

Masyaallah kamu cantik banget nak, bunda sampai pangling.”

Makeup-nya natural tapi bagus sayang, kamu pinter banget cari MUA.”

Begitu banyak pujian yang  simpang siur terdengar di telinganya, menyeka keringat dengan tisu dan sesekali mengusap perut super besarnya tengah dilakukan Venna. Perempuan yang tengah memasuki bulan ke delapan itu seperti tengah kesusahan, namun ditutupi dengan sempurna oleh senyum manisnya.

Dua staff yang tengah membantunya itu berkali-kali bertanya kepadanya apakah sang atasan kesusahan ataupun kelelahan, namun gelengan berkali-kali dari Venna mampu membungkam keduanya.  Hanya mampu diam namun segera membantu saat Venna mencari benda untuk keperluan make up. “Ibu Venna.”

“Iya mbak?”

“Semua peralatan sudah saya masukan ke dalam tas, kita langsung menuju hotel atau masih menunggu disini sebentar?”

Venna mengangkat tangannya berpikir sebentar, melipat kening memastikan tidak ada hal yang tertinggal. “Langsung pulang aja deh mbak, tapi kita pamitan dulu sama pengantinnya yah.”

Memastikan peralatannya sudah masuk ke dalam mobil, Venna beserta karyawannya menemui sang pengantin yang tengah berbahagia. Menyalami dan mengucapnya selamat atas hidup baru yang akan ditempuh keduanya. “Saya pulang dulu mbak, nanti malam saya akan kesini kembali.”

“Bayarannya sudah di transfer kan mbak?” tanya sang pengantin.

“Iya sudah.”

Berbincang sebentar dengan Venna, pengantin wanita mengusap perut Venna dengan lembut mengucapkan selamat dan berharap dirinya sendiri diberi momongan dengan segera. “Udah jalan berapa bulan mbak?”

“Tiga hari lagi delapan bulan mbak.”

“Cowok atau cewek?”

Venna menggeleng, dia memang tidak memastikan kelamin sang anak. Laki-laki atau perempuan tidak masalah baginya karena anak adalah anugrah. “Cowok atau cewek gak ada masalah mbak, yang penting sehat.”

“Ya aku doain kalau cewek cantik sama kayak ibunya, kalau cowok juga ganteng sama kayak ayahnya.”

Ayahnya.

Ayahnya.

Ayahnya.

Bagaikan orang bodoh yang tengah berpikir apakah bumi itu bulat ataupun datar, Venna hanya bisa terdiam. Kepala cantiknya berpikir keras, ayah dari anaknya ini adalah Kuncoro, Kuncoro adalah suaminya. “ASTAGFIRULLAH VENNA!”

Venna berucap dengan keras, menangkupkan tangan ke wajah mencaci dirinya sendiri mengingat kesalahan besar yang tengah dia lakukan. Ini salahnya, ini semua salahnya karena tidak meminta izin kepada sang suami. Tindakan apa yang dilakukan sang suami kepadanya setelah ini?

“Mbak ayo pulang ke hotel sekarang mbak, ayo mbak cepet mbak.” Venna menyeret tangan salah satu karyawannya mendesak agar segera mengantarnya ke hotel.

KuncoroWhere stories live. Discover now