32. Huru Hara

2.8K 383 26
                                    

131 vote untuk bab selanjutnya, kaget lho yg banyak udh lumayan banyak tapi yg vote 100 gak ada 🤧

~~~~~

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

Doca Cat - Woman

~~~~~

“Ikhlas adalah dimana hati tidak menuntut dan menyalahkan.”

~~~~~

“Maaf jika kehadiran aku selama di sisi Mas bikin muak, maaf jika sifat kekanak-kanakannku ini buat Mas marah dan merasa mempunyai beban berat. Jika Mas memang sudah tidak kuat denganku, maka kembalikan aku ke rumah orang tuaku secepatnya.”

“VENNA!”

Aura hitam mengelilingi kamar utama itu, awan yang tadinya cerah berubah mendung seakan mendukung situasi yang menyelimuti pasangan suami istri ini. Terlihat dengan jelas, nyata dan dapat dipercaya keasliannya jika otot leher pria itu menonjol, menatap tajam sosok ibu hamil di depannya dengan pandangan sulit diartikan.

“Katakan kepada mas siapa yang mengajarimu seperti ini,” desis Kuncoro tajam di samping telinga Venna.

“Jawab pertanyaan mas Ve, kenapa kau hanya diam saja?”

Venna mengangkat satu alisnya sembari menatap Kuncoro. “Sebelumnya bisakah anda lepaskan cengkraman di lengan saya?”

“Venna,” suara Kuncoro teramat dalam setelah mendengar kalimat yang terlempar dari bibir manis itu. “Siapa yang mengajarimu berkata kasar seperti ini,” ucap Kuncoro sekali lagi.

Perempuan itu beranjak, melepaskan cengkraman sang suami dengan susah payah, namun sayang semakin dia mencoba, semakin kuat pula cengkraman Kuncoro pada lengannya. “Di bagian mana intonasi suara saya meninggi kepada anda Tuan Kuncoro yang terhormat?”

“Mas tidak menyukai gaya bicaramu saat ini.”

“Perubahan memang diperlukan saat kita bosan.”

“Mas hanya bertanya siapa yang mengajarimu seperti ini, kenapa kau malah tidak sopan terhadap mas?”

Venna menggelengkan kepala menatap sudut ruangan, di rumah yang baru ternyata memang memiliki banyak tantangan hidup. Bayangan hidup bahagia bersama keluarga kecilnya seketika hanya bisa menjadi angan-angan, ini baru hari pertama, bagaimana dengan hari-hari berikutnya?

“Tidak ada yang mengajari saya, ini adalah karakter saya yang sebenarnya.” Venna melepas cengkraman Kuncoro saat pria itu lengah. “Saya adalah orang yang semakin dilarang akan semakin tertantang, saya tidak akan meminta maaf jika saya memang tidak melakukan kesalahan. Posisi saat ini adalah dimana saya tengah mengandung anak dari seorang pria kaya raya yang angkuh dan sombong.”

“Tentu orang umum tahu jika perempuan yang tengah hamil akan mudah mengalami perubahan suasana hati, menginginkan hal-hal yang tidak lazim untuk kepentingan rohani. Jika sampai saat ini anda belum paham dan mengerti tentang hal ini, maka anda belum pantas menyandang gelar seorang ayah.”

Kuncoro terdiam, otak pintarnya tengah memahami sesutau dengan usaha yang begitu extra. Perkataan Venna benar-benar pedas untuk porsi seorang istri yang tengah memergokinya dengan para pelacur di luaran sana. Belum pantas, belum pantas dan belum pantas. Kepalanya menggeleng pelan, dirinya benar-benar sudah siap dan pantas untuk memiliki anak.

KuncoroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang