36. Rutinitas

3.2K 316 20
                                    

~~~~~

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

NCT 127 - Kick It

~~~~~

"Lebih memilih egois karena mementingkan diri sendiri daripada menyakiti diri sendiri karena mementingkan orang lain"

~~~~~

Beberapa hari sudah dia lalui bersama dengan sang sepupu ipar, bergulat tangan memastikan bahkan ialah yang lebih jantan daripada pria bernama Wawan. Walaupun masih kaku, namun setidaknya Kuncoro sudah bisa merubah gaya bicara dari saya menjadi aku.

"Jadi kesibukan lo selama disini ngapain aja Kun?"

"Rebahan."

"Selain itu?"

"Main game."

Kening Wawan terlipat, seperti ada yang salah disini. Venna seorang perempuan terpelajar, mendapat gelar dan sudah mendapat gelar S1. Apakah mungkin adik sepupunya itu mau menikahi pria yang hanya mengandalkan harta orang tua?

"Mas Wawan tidak perlu mewawancari diriku seperti ini, memang gajiku jauh dari Mas Wawan. Namun setidaknya Venna tidak mengeluh akan hal itu, dengan berjalannya waktu aku yakin pasti aku bisa sukses."

Wawan mengangguk. "Bukan apa-apa ya Kun, gue gak bermaksud nyinggung perasaan lo. Tapi ayo dong kerja, masa lo mau pake uang orang tua terus sih. Kapan lo bisa berkembang?"

"Aku sudah terlajur nyaman ada di posisi ini Mas."

"Maka dari itu lo harus keluar dari zona nyaman dong."

Kuncoro terdiam sejenak memikirkan sesuatu, dan menganggukkan kepala paham. "Jujur selama ini aku juga malu Mas minta modal sama orang tua terus, di umur yang sudah dua puluh enam tahun ini aku masih belum bisa ngasilin uang satu juta."

Wawan juga terdiam, dia merasa iba dengan keadaan sang adek sepupu. Jika seperti ini sebaiknya Venna menikah saja dengan rekannya yang sudah memiliki rumah dinas. Setidaknya pria itu jauh lebih bertanggung jawab daripada Kuncoro.

"Lo sekarang tuh kerja apa sih?"

"Di pabrik Mas."

"Astagfirullah." Wawan benar-benar iba, pria itu mendekati Kuncoro dan menepuk pundak pria itu. "Udah gak papa gak usah dipikirin, gue bakal bantu lo dengan ngasih modal. Gue harap lo bisa gunain uang itu dengan baik, gak banyak sih tapi cukuplah kalau mau buka café atau apa itu."

"Ah tidak perlu Mas, aku akan mencari pinjaman dari bank saja."

"Udah deh gak usah nolak, namanya juga rezeki. Duitnya gue kirim di rekeningnya Venna bro, okedeh gue mau mandi dulu."

Kuncoro berpikir lama, namun setelah itu dia mengangguk pasrah dengan modal yang diberikan Wawan untuknya. Venna yang sedari tadi berada di dapur untuk mencuci piring hanya bisa tersenyum samar, sepupunya telah ditipu oleh muka polos sang suami. Uang satu juta yang dimaksud sang suami adalah bermata uang dolar, jadi tidak salah jika Kuncoro menginginkan uang satu juta dolar dalam waktu sebulan.

"Awas aja kalau Mas Wawan tahu Mas sebenarnya siapa."

"Mas memang kerja di pabrik, ada yang salah dari ucapan Mas?"

Venna menggeleng, suaminya memang selalu benar.

Cup

Perempuan itu membubuhkan satu ciuman hangat di pipi sang suami, membuat pria itu mengembangkan senyuman dan menahan pinggangnya. Berganti mengecup bibir Venna singkat dan memeluk perempuannya dengan sayang. "Hari ini ikut mas ke pabrik."

KuncoroWhere stories live. Discover now