38. Murka

3.3K 349 31
                                    

~~~~~

Selamat membaca
Monggo enjoy

~~~~~

NCT Dream - Ridin

~~~~~

“Hati ini terlalu dalam mencintaimu sehingga melepasmu saja aku masih ragu.”

~~~~~

Menghabiskan uang yang dia punya dengan sesuka hati, hidup sesuai keinginannya dan menulikan telinga tentang omongan orang-orang yang mencelanya. Dia kaya, uang bermata rupiah, yen hingga dolar berserakan di dalam kamarnya. Banyak perempuan yang mendekatinya, dari perempuan biasa hingga sosok model internasional, namun nyatanya dia tidak tergoda.

Terpana terhadap sosok perempuan yang mencaci dirinya disaat akan melakukan bunuh diri, Kuncoro sudah memastikan jika di malam itu benar-benar sepi tidak ada siapapun, namun kenapa sosok perempuan menyebalkan tiba-tiba muncul dan menarik pistol yang digenggamnya?

Brukk

“Mas jangan gila,” ucap perempuan itu pelan sembari menatapnya.

Angin dingin menyapa menerpa kulitnya, di bawah lampu redup jalanan itu Kuncoro melihat dengan jelas wajah ayu milik perempuan di depannya. Hanya diam dengan tatapan tajam menghunus.

“Saya memang tidak tahu masalah apa yang sedang berkumpul di kehidupan Mas, saya tidak mengenal Mas dan Mas tidak mengenal saya. Saya hanya akan bilang jika apa yang akan Mas lakukan tadi salah besar.  Dengan bunuh diri masalah tidak akan selesai, justru menimbulkan masalah baru.”

Helaan nafas keluar beriringan dengan deru angin, menatap sosok laki-laki kumuh, dekil dan menjijikan yang ada di depannya dengan pandangan lembut. “Jangan pernah merasa menjadi manusia yang paling menderita di dunia ini, jangan selalu melihat ke atas, seringlah lihat ke bawah seberapa beruntungnya saya dilahirkan di dunia ini.”

“Mas tidak sendirian di dunia ini, jika sudah tidak ada lagi bahu untuk bersandar, masih ada lantai untuk bersujud. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, semua sudah digariskan oleh Tuhan. Bahkan saya bertemu Mas pun sudah diatur oleh Tuhan, mungkin saya dapat menggagalkan percobaan Mas, saya tidak tahu hari-hari kedepannya.”

Kuncoro hanya diam, terduduk diam mendegar ocehan perempuan itu. Menatap dalam sebuah roti dan sebotol air di depannya.

“Saya ulangi sekali lagi jika bunuh diri adalah perbuatan dosa besar, menambah masalah baru dan Mas akan masuk neraka. Pistol ini akan saya simpan sebaik mungkin, jika Mas ingin mengambilnya boleh saja dengan syarat sudah berubah menjadi pria baik,” perempuan itu meninggalkannya, melangkahkan kaki dengan meninggalkan sebuah kartu nama di atas roti tersebut. Berbalik menatapnya dan tersenyum lembut, senyum yang tidak akan dia lupakan hingga kapanpun.

“Kita boleh lelah, tapi jangan menyerah.”

Perempuan itu pergi, bersamaan dengan hilangnya sebuah mobil mewah yang terpakir di pinggir jalanan tadi. Kuncoro kembali terdiam, dirinya merasa terpukul dengan omongan lembut namun terkesan pedas dari perempuan tadi. Kebangkrutan perusahaan sang ayah membuatnya gila, segala keglamoran yang tiba-tiba lenyap membuatnya stress. Namun setelah mendengar ucapan perempuan tadi, dia merasa tertampar, masih banyak manusia kurang beruntung di dunia ini, kenapa dia masih tidak bersyukur?

Tangan kotor itu mengambil kartu nama di depannya dengan perlahan, menggerakkan bibir membaca sebuah nama cantik yang akan mengisi hatinya hingga selamanya. Dia pemuda nekat, apa yang dia mau harus dia dapat, entah dengan mengeluarkan nanah sekalipun dia harus mendapatkannya.

You are mine, Venna Rosalia.”

“Bagaimana pendapat bapak dengan gedung baru ini, apakah ada yang kurang?”

Tersadar dari lamunan masalalunya, Kuncoro menolehkan kepala namun tidak lama setelah itu mengangguk setuju. Berjalan dengan posisi paling depan untuk memantau usaha yang dirintisnya sejak nol ini. Mendapat keuntungan di pasar internasional membuatnya semakin mengembangkan sayapnya, berani mengambil resiko yang pada akhirnya berbuah manis.

“Revisi yang saya ajukan sudah sesuai, saya menyukainya.”

Beberapa orang penting disana mengangguk, menghela nafas mengingat bos besarnya ini puas dengan kinerja mereka. “Bagaimana dengan proses rekruitmen karyawan baru kita Pak?”

“Ada masalah apa?” tanya Kuncoro.

“Saat ini banyak pelamar yang mengajukan diri, namun sebagian banyak dari mereka masih nol tentang tata cara menjahit. Apalagi saat ini banyak siswa siswi lulusan yang belum tahu kinerja menjahit.”

Kuncoro memainkan lidahnya di dalam mulut, omong kosong apa ini.

“Setiap bulan saya sudah memberikan gaji kepada petugas training, jika masih ada yang bertanya apa tugas mereka kepada saya maka saat itu juga akan saya turunkan jabatannya. Beri pelatihan yang memuaskan kepada semua orang, semua orang memiliki kesempatan.”

Semua orang memiliki kesempatan untuk terus berkembang, setiap orang memiliki caranya sendiri untuk berproses. Kuncoro yakin akan hal itu, hal yang membuatnya mampu berada di sini karena ucapan seseorang beberapa tahun lalu. Membayangkan wajah ayu orang itu saya sudah membuatnya berbunga-bunga, bagaimana jika dia memeluk sang wanitanya?

“Tidak tahu kenapa, ada perasaan mengganjal di dalam hati mas hari ini sayang.”

Kuncoro berucap di jalanan, melajukan mobilnya dengan sedikit cepat untuk segera tiba di rumah. Memarkikan mobil dengan apik, langkah kakinya lebar memasuki rumah. “Venna?”

Hening.

Sang istri tidak ada di dalam kamar, dapur, maupun taman di depan rumah. Rumah ini tidak terlalu luas, dimana istrinya itu? Mencoba berpikir positif akhirnya Kuncoro memutuskan untuk membersihkan diri, mungkin sang istri tengah berada di rumah Bu Warsi untuk belajar memasak makanan Jawa.

Kuncoro keluar dari kamar, berpapasan dengan sang sepupu ipar yang menatapnya dengan kaget. 

“Mas tahu dimana Venna?”

“Kok lo disini?!”

Kedua pria tampan itu berucap secara bersamaan, bersitatap satu sama lain dengan wajah kebingungan. Wawan bingung karena Kuncoro berada di rumah, lalu kemana sang sepupu tadi? “Lo kok di rumah sih Kun, bukannya lo pergi sama Venna yah?”

Kuncoro menggeleng, dia tidak memiliki janji apapun dengan sang istri hari ini. “Venna kemana Mas?”

Wawan mengangkat bahunya ke atas tanda tidak tahu. “Gue kira kalian berdua lagi babymoon karena gue lihat Venna bawa koper besar, gue gak tahu Venna kemana.”

Terdiam beberapa detik sebelum sadar apa yang dibicarakan oleh Wawan, Kuncoro segera membuka ponsel pintarnya dan mengecek notifikasi whatsapp, tidak ada hal yang mencurigakan. Kita beralih ke instagram, di instagram juga tidak ada hal yang patut dicurigai. Kening Kuncoro terlipat mengingat apa saja aplikasi sang istri yang terhubung dengan ponsel miliknya. Membuka email dengan cepat mengingat saat emailnya memiliki akun milik Venna. Berganti akun sejenak, tangannya bergulir membuka notifikasi yang membuat amarahnya memuncak.

Wawan yang melihat perubahan raut wajah Kuncoro dengan segera merampas ponsel itu dan membaca isi pesannya. Menghela nafas dan menepuk bahu Kuncoro singkat. “Dinasehatin baik-baik,  jangan membuat keputusan saat marah. Mungkin Venna lupa ngabarin lo, positif thingking aja.”

Kuncoro menggeleng, mengepalkan tangan di samping tubuh dengan kuat hingga buku-buku jari itu memutih. Aura di sekitar berubah menjadi pekat, hingga Wawan dapat merasakannya. “Aku akan mematahkan kaki sepupu Mas hingga perempuan keras kepala itu tidak akan bangkit dari ranjangnya,” ucapnya dengan amarah yang membuncak.
.
.
.

STAY SAFE

20 June 2022

KuncoroWhere stories live. Discover now