Chapter 9 - Termodinamika

923 245 20
                                    

Otak Fisika mendadak tidak bisa diajak kerja sama. Angka-angka aljabar itu seperti benda mati yang membuatnya merasa seperti jadi patung Moai.

"Ayo, Fisika. Soal ini mudah sekali."

Fisika tersenyum samar. Mudah? Ya, bagi orang yang gila belajar seperti Kaisar mungkin mudah. Fisika memaksa otaknya, dia membayangkan sel-sel di dalam tubuhnya sedang hidup dan bekerja untuk mengerjakan soal.

Jadi, kira-kira seperti ini coretan Fisika.

1/3 x = 9

Pindah ruas?

X = 9 : 1/3
= 9 x 3/1
= 27

"Beneran gak sih?" tanya Fisika dengan tawa tidak percaya diri. Sagi tidak langsung menjawab. Ia meminta pena dari tangan Fisika dan kemudian menuliskan soal baru.

4x = 1/2

Fisika kembali tercengang. Rupanya, Kaisar ini telah menjadikan Fisika anak didiknya. Tidak ingin kelihatan bodoh. Fisika kembali menerka-nerka jawaban latihan soal kedua.

4x = 1/2

X = 1/2 : 4
= 1/2 : 4
= 1/2 x 1/4
= 1/8

"Bener atau salah?" tanya Fisika harap cemas. Dia tidak mau menjawab soal ketiga. Karena dia yakin, di mana ada angka 2 pasti ada angka 3 yang mengikuti.

"Bener. Coba soal terakhir."

Sagi kembali menuliskan soal baru. Fisika tidak tinggal diam. Diliriknya Izar dengan wajah penuh permohonan. Tetapi pria itu malah memberikan gestur semangat 45.

"Sagi!" panggil Fisika seraya menarik kertas dari tangannya. Karena tidak mau belajar aljabar lagi. Fisika malah melahap kertas tersebut dalam mulut dan menelannya bulat-bulat.

Sagi dan Izar yang melihat adegan tersebut pun sontak panik bukan main.

"Hey! Buka mulutmu!" Sagi memaksa membuka rahang Fisika, sedangkan Izar sibuk memeriksa isi tasnya. Namun dia sadar, dia tidak membawa botol minuman di dalamnya.

"Itu beracun! Mengapa kau menelannya?" Sagi syok bukan main. Sekarang, langit benar-benar gelap. Dia menarik tangan Fisika dan menyeretnya keluar dari tempat persembunyian.

Izar tidak pernah melihat Sagi sepanik ini. Dia pun turut merapikan semua barang-barangnya ke dalam tas dan turut mengejar. Di luar celah, mereka di sambut oleh pemandangan kota yang terlihat sangat mewah, rapi dan penuh dengan keramaian. Beberapa orang abai melihat penampilan mereka.

Sebagian orang tampak merasa risih. Fisika melupakan aksi nekatnya memakan kertas. Di dunia ini, orang-orang menggunakan berbagai macam outif yang berbeda-beda. Selayaknya model di catwalk. Mereka berjalan dengan begitu kasual. Satu hal yang membuat mereka semua terlihat keren adalah ... warna yang digunakan adalah warna putih.

Belum sempat Fisika melihat lebih jauh. Sagi sudah membawanya masuk ke dalam sebuah minimarket dan menariknya mendekati rak botol minuman. Pria itu lantas mengambil satu lalu meletakkannya di kasir.

"Tunai atau virtual?" Pelayan kasir bertanya dengan tatapan mengintimidasi.

"Aku hanya punya ini. Apa bisa digunakan?"

Sagi merogoh saku celananya. Di sodorkan satu butir mutiara hitam pada meja kasir. Tentu, melihat perhiasan sebagai alat tukar adalah pemandangan yang tidak biasa.

Petugas tersebut pun mengamati sejenak mutiara hitam pemberian Sagi. Ia bahkan mengigit benda tersebut untuk mengecek keasliannya.

"Anda benar-benar tidak memiliki uang?"

Kuanta (End)Where stories live. Discover now