Chapter 29- Atom

457 137 49
                                    

Rahang Fisika terbuka lebar. Saking lebarnya, bisa saja ia memerangkap beberapa ekor lalat untuk masuk dan bersarang di dalamnya.

Fisika merasa ada pusara air yang berputar-putar di dalam otaknya. Semuanya diputar menjadi satu, sulit untuk berpikir dengan jernih.

Malam itu, mereka bertiga habiskan dengan membereskan semua kekacauan yang telah terjadi dan mengepak barang-barang bawaan.

Pakaian basah diganti dengan pakaian kering. Lalu dengan terpaksa mereka harus kembali melanjutkan perjalanan malam itu juga tanpa berkemah.

Menurut perhitungan Sagi, jika mereka berada terlalu lama di tempat tersebut. Besar kemungkinan, akan ada sekelompok makhluk yang akan datang menghampiri. Tentu saja, kekacauan misterius di tengah hutan, pasti mengundang rasa tahu siapa pun untuk mendekat.

Setelah tiga kilometer mereka berpacu dalam lebatnya kegelapan rimba dengan berbekal cahaya rembulan. Beberapa orang tidak dikenal telah tiba di bekas tempat peristirahatan Sagi and the Genk.

.
.
.

Sepanjang malam, Fisika terkantuk-kantuk dibalik punggung Sagi. Dia telah berganti posisi duduk dari posisi sebelumnya. Bahkan, Sang Kaisar mengizinkan Fisika untuk memeluk tubuhnya dari arah belakang.

Kesempatan emas yang tidak akan datang dua kali. Sang penulis pun mengeratkan kedua tangannya lalu menyandarkan kepala di punggung kokoh pria yang ia panggil Baginda. 

Wangi tubuh Sagi lembut nan maskulin, jenis wangi yang tidak pernah Fisika hirup selama ia bernapas. Dia masih canggung awalnya, apakah sekarang hubungannya dengan Sagi telah resmi menjadi sepasang kekasih atau tidak.

Fisika membayangkan, kisah cintanya akan mirip dengan kisah dalam manhwa-manhwa fantasy-historical. Dia akan bertarung dengan pemeran utama wanita untuk mendapatkan hati pemeran utama pria. Fisika rasa, itu menggelikan dan ia tergelak-gelak membayangkannya. Bagi Fisika, imajinasi tersebut terlalu liar untuk menjadi sebuah realita kehidupan.

.
.
.

Cahaya matahari pun mulai menyinari seisi hutan. Berkas keemasannya membuat setiap tumbuhan bersiap melakukan fotosintesis.

Fisika memaksa membuka mata untuk tetap terjaga. Walau telah duduk nyaman sambil memeluk Sagi dari belakang, semuanya tidak sebanding dengan tidur di atas kasur. 

"Ada sebuah perkampungan beberapa meter di depan sana."

Kepala Fisika terangkat, begitu ia mendengar suara Sagi. Rasanya seperti mendapatkan harapan baru.

"Apa kita bisa menginap di sana?" Fisika berharap, Sagi mengatakan iya. Dia butuh kasur dan air hangat untuk mandi. Perjalanan memang penting, tetapi mandi jauh lebih penting.

"Kita akan istirahat sebentar. Pegang yang kuat," kata Sagi memastikan. "Kuda-kuda kita perlu mendapatkan perawatan, mereka telah dipaksa berlari semalaman."

Fisika cukup tertengun, rupanya Sagi memikirkan kuda mereka. Dia bahkan merasa terlalu percaya diri akan diprioritaskan oleh sang Kaisar. Tetapi itu tidak menjadi soal, sikap Sagi yang seperti inilah yang membuat Fisika makin menyukainya.

.

.

.

Perkampungan yang dimaksud oleh Sagi, adalah sebuah pemukiman yang dibangun oleh para penyintas yang sanak saudara mereka bekerja di area pertambangan. Kampung itu dibuat berdekatan dengan sebuah kota kecil yang menjadi bagian dari kerajaan Galangga. Kota ini menjadi pintu masuk, sebelum memasuki ibukota. Keberadaan perkampugan ini, secara resmi belum di akui pemerintah setempat. Hingga, tidak ditemukan sistem perpajakan di sana.

Kuanta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang