Chapter 39- Cosmic

522 128 40
                                    

"Holla, Izar! Makin keren aja lo. Maaf gue tadi hampir martabak di jalan."

"Martabak?" seru Sagi dengan alis bertaut bingung.

"Ah, menabrak maksud gue."

Sagi melirik Izar dengan salah satu alis terangkat. Pria berbaju kemeja flanel merah ini menarik kursi dari bawah meja dan duduk sambil meraih buku menu.

"Gue jus alpukat." Ia menengadah menatap Izar. "Boleh, 'kan?"

"Eh, ya. Boleh." Izar agak kikuk menjawab pertanyaan tersebut. Ia melirik Sagi dengan harap-harap cemas. "Ini Haggins. Dia salah satu temanku di klub buku."

"Aerglo," ucap Sagi mengenalkan diri. Lo bisa panggil gue Baginda."

Haggins yang baru saja memesan minuman pada seorang pelayan wanita, tertengun menatap sesi perkenalkan Sagi.

"Baginda? Anda Kaisar itu? Kaisar yang berada di dunia lain?"

Sagi kian terkejut dengan respon Haggins. Haggins lantas mengeluarkan ponsel dari saku celana dan sibuk memotret Sagi dari beberapa sudut. Lalu ia melakukan beberapa foto selfie yang mengabadikan potret dirinya bersama Sagi.

"Haggins, cukup." Izar menegur. "Maksud gue mengundang lo ke sini bukan untuk itu."

"Bentar." Haggins masih sibuk mengambil foto. Dirasa telah cukup mengoleksi foto Sagi dalam galeri. Barulah Haggins kembali duduk dengan manis.

"Jadi." Haggins berucap. "Kapan kita pergi ke Malakai?"

Sagi seperti menangkap sesuatu yang seharusnya tidak terjadi. Ia melipat kedua tangan di depan dada dan menatap Izar dengan sorot mata penuh perhitungan.

"Lo bicara soal Malakai tanpa sepengetahuan gue?" Sagi menuntut penjelasan.

"Bigbos, Haggins mengetahuinya secara tidak sengaja dan ... oke gue mengaku salah karena sengaja memberitahunya." Izar hanya bisa menghela napas panjang.

"Gue ampuni lo hari ini karena kita perlu fokus mencari Fisika."

"Fisika? Kenapa kita harus belajar fisika?" sela Haggins, "gue enggak ada niat isekai demi belajar fisika. Kalau bisa gue mau jadi pahlawan dan di kelilingi para heroin cantik yang menggemaskan. Gue enggak butuh fisika buat mengalahkan raja iblis."

Urat-urat di pelipis wajah sagi Tampak menyembul dari epidermis kulit. Sagi punya firasat bahwa kawan lama Izar akan membuatnya mengindap Hipertensi dalam waktu dekat.

"Haggins." Izar menegur. "Enggak kayak gitu. Kita pergi menjelajah dunia paralel karena harus mencari sahabat gue yang hilang. Kami butuh energi gelombang lo buat membuka portal. Sampai sini lo paham?"

"Ya." Haggins mengganguk. "Maaf, gue kelewat semangat. Jadi, kalian butuh energi gue, 'kan? Tapi ini enggak gratis loh. Heheh."

Haggins menunjukkan tampang yang membuat kedua tangan Sagi terkepal kuat di bawah meja.  Dia masih terkekeh menatap Izar sembari memainkan kedua alis matanya.

"Berani bayar berapa?" tanya Haggins.

"10 juta," sahut Izar.

"Gue enggak butuh uang."

Emosi Izar terpancing. "Jadi lo mau apa?"

"Ayolah, Zar. Lo tahu, apa yang selama ini gue inginkan. Beri gue kekuatan sihir kegelapan."

"A- Apa?!" Tangan Sagi memukul meja dengan sangat kuat. Atensi tersebut membuat sebagian pengunjung Veorovia Book and Cafe teralihkan pada mereka. "Lo pikir itu akan membuat lo keren? Buang jauh-jauh ide lo tentang dunia fantasi. Lo pikir sihir kegelapan itu untuk apa? Hanya orang-orang terkutuk yang menginginkannya."

"Dan gue salah satunya." Haggins menjawab santai. "Kalau Baginda Kaisar Sihir benar-benar menginginkan energi gue. Baginda Kaisar Sihir tentu bisa melakukannya bukan? Gue rasa, itu hal kecil. Enggak mungkin seorang Kaisar Sihir tidak memiliki kekuatan sihir yang besar."

Sagi memilih bangkit dari kursi. Netra ink nya menatap dalam mata cokelat Haggins.

"Izar," ucap Sagi tanpa sedikit pun berpaling pada sang rekan. "Lebih baik gue membawa musuh daripada orang gila seperti temanmu ini."

"Bigbos!" Izar menahan pundak Sagi untuk tidak beranjak pergi. Tetapi sesuatu begitu mendadak menyengat tangannya hingga Izar buru-buru menariknya menjauh.

Sagi berjalan pergi meninggalkan cafe. Izar tahu, membawa Haggins pasti akan menimbulkan masalah. Tetapi dia tidak menduga kalau masalahnya akan runyam seperti ini.

"Jadi gimana Izar? Lo masih perlu bantuin gue enggak? Kaisar Sihir kayaknya ogah tuh."

Haggins bercikap acuh. Izar seolah ingin menendang tulang keringnya saat itu juga.

"Gue memang perlu bantuan lo. Tapi kalau kayak gini caranya, gue enggak bisa. Maaf Haggins."

Izar turut pergi menyusul Sagi. Haggins panik, ia menerjang seorang pelayan yang mendadak mendatangani mereka.

"Mas bayar dulu!"

"Aduh, mbak ini bikin repot aja sih."

Haggins mengeluarkan dompet dari saku celana belakang, lalu menarik keluar selembar uang Rp.100.000 dan pergi mengejar Izar tanpa mempedulikan uang kembalian.

Di parkiran, Izar dan Sagi hanya menatap sinis Haggins yang berusaha memasang senyum sebaik mungkin.

"Jangan marah dong. Gue bercanda aja. Pliss, ajak gue isekai Izar."

Haggins berusaha merayu Izar sembari memukul pelan pundak Izar dengan lembut. "Gue enggak mau dibayar pakai uang. Oke dech, skip saja soal sihir kegelapan. Sihir lain juga boleh. Asal legal gue mau. Pliss, gue mau jadi super power."

"Keputusan ada di tangan Bigbos." Izar berseru sambil menatap Sagi yang raut wajahnya sekeras batu arca di tanah goblin.

"Gue enggak bisa kasih sihir dan gue enggak niat buat buka gerbang mana lo untuk tujuan itu. Tapi ... gue bisa beri sesuatu yang lain. Namun masih berhubungan dengan sihir."

Alis Izar bertaut bingung. Dia masih belum mengerti apa yang dimaksud oleh Sagi.

"Maksud Baginda Sihir?" tanya Haggins yang gagal paham.

"Cabang ilmu apa yang lo pengen pelajari dari dunia sihir? Alam? Sesuatu yang berkaitan dengan elemen air? Tanah? Bumi? Tanaman? Cuaca? Runne kuno? Ramuan? Hewan mistis? Asal bukan sesuatu yang berhubungan dengan sihir kegelapan seperti kutukan. Waktu lo 60 detik untuk berpikir."

Mata cokelat Haggins terbelalak. Ia berusaha memikirkan pilihan mana yang paling bijak untuk ia geluti. Dia belum ada persiapan cadangan jawaban kedua. Dia perlu memilih sesuatu yang membuatnya terlihat keren. Sesuatu yang berfungsi di kehidupan sehari-hari.

"Jadi?" tanya Sagi memastikan. "Lo mau pelajari apa?"

"Astronomi! Seni meramal apa pun itu. Gue mau pelajari ilmu perbintangan."

"Cosmic. Itu nama jurusan sihirnya." Sagi menjelaskan.

"Seorang penyihir kosmik adalah penyihir yang menggunakan energi planet dan langit dalam latihan mereka. Mereka mempelajari dan merasakan hubungan pribadi dan spiritual dengan tidak hanya planet utama di tata surya kita, tetapi dengan asteroid, meteor, supernova, bintang, konstelasi, galaksi, dan lubang hitam. Penyihir kosmik juga memberi perhatian khusus pada astrologi, horoskop, dan lambang zodiak — tetapi itu hanya memberi kita gambaran tentang bagaimana kekuatan kosmik memengaruhi individu. Penyihir kosmik berfokus pada bagaimana energi surgawi memengaruhi diri batin, tetapi juga dunia. Apa lo paham?"

Walau tidak mengerti, Haggins mengganguk saja.

"Tapi, Bigbos." Izar menyela. "Besar kemungkinan bukankah itu akan memancing gerbang mana Haggins terbuka?"

"Hanya jika berhasil," sahut Sagi santai, " bagaimana? Jika lo setuju, kontrak kerjasama kita berhasil. Gue enggak bisa membuang waktu lebih lama untuk ini. Ada wanita yang harus segera gue temui."

Kuanta (End)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon