Chapter 17 - Dilatasi Waktu

570 185 62
                                    

"Auw! Aduh sakit!"

Fisika meringgis kesakitan. Tatkala Sagi menyentil jidatnya begitu saja. Ia menggosok-gosok jidatnya yang memerah dengan wajah masam.

"Baginda tahu cogan fiksi, gak?" tanya Fisika dengan wajah masam.

"Hisbu sejuta umat. Lo ingin membuat gue jadi karakter fiksi yang dipuja-puja, 'kan? Lo pikir gue gak tahu apa pekerjaan Izar di Karta."

Hati Fisika mencelos. Ah, dia pikir Sagi tidak tahu hal seperti itu. Tetapi kemungkinan untuk tidak tahu juga adalah hal yang salah. Abdi setianya adalah penulis mayor yang cukup beken dengan beragam karyanya yang meledak di pasaran.

Hati Fisika pun mendadak insecure. Dia membayangkan suatu saat seseorang dari penerbit mungkin akan menghubunginya dan meminang naskahnya untuk naik cetak.

Sejauh ini, Fisika sudah berusaha rajin update, rajin promosi, dan riset sana-sini. Tetapi hasilnya, tetap saja nihil. Bahkan seorang penulis pemula yang baru beberapa minggu menulis sudah terlebih dahulu dipinang dua sampai empat penerbit mayor.

Ahh, dunia memang semenarik itu. Fisika hanya tersenyum samar membatin memikirkannya. Sagi yang tampak menyadari raut kekecewaan malah merasa bersalah. Sagi pikir, jentikkan jarinya telah membuat saraf otak Fisika menjadi eror.

"Itu penginapan!" Sagi mendadak menunjuk ke depan. Ke arah sebuah rumah bertulang kayu yang memiliki empat tingkat lantai beratap berwarna kuning matahari. Papan tokonya bertuliskan Penginapan Matahari.

Fisika menatap sejenak tempat itu. Setiap jendela terbuka. Memiliki balkon yang dibawahnya terdapat pot kayu berisi bunga Geranium berbagai warna. Ada warna merah, putih, kuning, merah jambu dan ungu.

Kesedihan yang sebelumnya melingkupi ruang dalam dada Fisika perlahan melebur. Rumah bertulang kayu dengan jendela balkon penuh bunga Geranium, sesaat membuat hati Fisika seperti terbang ke angkasa. Dan tanpa sadar, ia merogoh ponselnya dari dalam mana dan mengarahkan bidikan kamera pada pemandangan di depan mata.

"Jangan terlalu berlebihan." Sagi mendadak menurunkan ponsel Fisika ke bawah. "Ponsel ini memiliki aplikasi AIR dengan resonansi yang dapat menggangu aliran mana tempat ini. Sebaiknya lo menyimpannya kembali."

"Ah, maaf. Gue keceplosan. Gue suka jendela yang balkonnya memiliki bunga berwarna ungu."

Setelah Fisika menyimpan kembali ponselnya dalam ruang lingkup dimensi mana seperti yang telah di ajarkan Izar sebelumnya. Fisika pun mengikuti langkah Sagi dari belakang memasuki Penginapan Matahari.

Dari pintu masuk, mereka langsung di arahkan pada sebuah meja resepsionis yang dijaga seorang wanita muda berambut kuning keemasan. Garis senyum khas seorang resepsionis menyambut kedatangan Sagi dan Fisika.

"Selamat sore. Selamat datang di Penginapan Matahari. Mau memesan kamar?" tawarnya ramah.

"Dua kamar," jelas Sagi. Sementara itu mata cokelat Fisika terpana pada sketsa foto penginapan dari tahun ke tahun yang di panjang di dinding.

"Fisika."

Fisika menoleh pada panggilan Sagi. Lalu mendadak Sagi melemparkannya sebuah kunci kamar.

"Beristirahatlah. Gue mau keluar sebentar."

Bahkan belum sempat Fisika mengucapkan terima kasih, Sagi sudah berjalan meninggalkan meja resepsionis. Sang wanita muda pun keluar dari konter dengan gestur mempersilahkan Fisika untuk menaiki undakan anak tangga di samping meja konter.

"Mari Nyonya. Akan saya antarkan Anda ke kamar."

Fisika agak menelengkan kepala. Tetapi dia menurut mengikuti langkah sang resepsionis. Keduanya menaiki tangga kayu yang mengarah ke lantai dua dan kemudian mengarah ke lantai tiga. Denganorong panjang dengan tiga kamar di tiap sisi.

Kuanta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang