Chapter 5 - Paralel 2728

1.4K 334 81
                                    

Sagi dan Fisika memilih saling diam untuk detik-detik berikutnya. Mereka saling membuang wajah ke tempat lain. Sagi mengawasi orang-orang yang tadi mengejar Fisika sampai mereka pergi menjauh.

Waktu yang diperlukan pun cukup lama. Yaitu sekitar setengah jam, sampai semua orang benar-benar pergi. Teriknya matahari dunia paralel 2728 membuat Fisika merasakan dehidrasi.

"Semuanya sudah pergi?" bisik Fisika dengan tangan mengibas wajah.

"Sudah. Ayo kita pergi," ajak Sagi seraya berjalan keluar dari tempat persembunyian mereka. Robot yang Fisika bawa, telah mati beberapa saat yang lalu saat ia mencoba melarikan diri dari kejaran para preman. Merasa tidak ingin meninggalkannya, Fisika pun membawa benda itu bersamanya.

"Benda apa itu?" tanya Izar saat mereka sudah keluar dari pembuangan sampah. Area tempat itu sunyi dan sepi. Tanah lapang tandus dengan beberapa sampah yang terbang tertiup angin.

"Robot, kurasa. Tapi udah mati, mungkin baterainya habis," jelas Fisika. Ia menunjukkan benda persegi empat tersebut pada Izar.

Izar menerimanya, melihatnya sebentar lalu mendadak melemparkannya jauh.

"Hei!" protes Fisika. "Kenapa kau membuangnya? Itu milikku!"

Tanpa bersuara, Izar menekan sesuatu di ganggang kacamata persegi hitamnya. Dan tampaklah, sebuah hologram yang menampilkan sebuah citra informasi berisi robot rusak yang tadi dibawa oleh Fisika.

"Robot itu bernama E LLA. Jenis robot asisten rumah tangga yang difungsikan sebagai mesin pembersih lantai," jelas Izar. "Dan benda karatan yang lo bawa itu bisa mengandung virus, bakteri, kuman atau parasit. Lo lupa? Ini dimensi paralel distopia."

Dengan memayunkan bibir dan mengembungkan pipi, Fisika hanya bisa menghela napas berat. Sagi meliriknya tanpa minat sambil terus melangkah ke depan.

Mereka bertiga terus melangkah. Sesekali, jika ada batu di aspal. Fisika akan menendang benda itu. Setelah cukup lama mereka berjalan kaki. Di kejauhan, mereka bisa melihat keberadaan gedung-gedung pencakar langit yang rupa dan suasananya tidak beda jauh dari ibukota. Akan tetapi, ada tembok berbaja tinggi yang menyelimuti wilayah tersebut.

"Kayak melihat tembok di Attack On Titan. Tetapi ini versi modern," seru Fisika. Ia mengambil ponsel dari saku celananya dan sibuk menjepret suasana di sana beberapa kali.

"Kenapa gue baru ingat sekarang sih? Ini kan dunia paralel," seru Fisika pada dirinya sendiri. "Seharusnya tadi gue foto-foto dong. Bego dech gue."

Sagi dan Izar saling memandang. Toh, mereka tidak melarang aktifitas Fisika. Tidak ada salahnya dia memotret dunia ini. Orang-orang di bumi f2 tidak akan terlalu mempercayai.

"Hey, kita bertiga foto yuk."

Fisika menarik paksa Izar dengan cara merangkul. Lalu ia mengedipkan sebelah mata untuk berpose. Sagi yang melihat posisinya jauh di belakang kamera, segera merubah posisi berdiri di depan Fisika dan Izar.

Kemudian, ia merampas ponsel dari tangan Fisika. Sagi sedikit mencari posisi terbaik untuk wajahnya sebentar. Sebelum akhirnya, ia menekan tombol kamera.

Hasil yang didapat adalah, wajah Fisika yang melirik kaget, wajah Izar yang kebingungan dan Sagi yang berekspresi datar.

"Sagi!" omel Fisika.

Kuanta (End)Where stories live. Discover now