Chapter 24 -Kekekalan Energi

502 161 48
                                    

Mata cokelat Fisika terbelalak lebar. Ia tidak menduga bahwa Sagi akan bisa melakukan hal seperti itu. Bagaimana pun ceritanya, Izar itu adalah rekan terbaik, seorang sahabat, abdi setia atau apalah namanya.

Fisika seolah turut merasakan kemarahan Sagi mengalir dalam pembuluh darahnya seperti aliran lava yang memanas dari gunung berapi. Ia berdiri di hadapan Izar beberapa detik dengan tatapan intimidasi.

Bahkan, tanpa berniat menolong Izar atau sekedar memastikan keadaannya. Pria itu membalikkan badan dan berjalan ke arah Fisika yang masih pucat pasi atas peristiwa di hadapannya.

"Oh, Dewa!" Rebecca memekik histeris saat berlari dari bawah begitu mendengar keributan yang terdengar. Bertepatan dengan tangan Sagi yang membatu Fisika untuk berdiri.

"Lo gak papa? Ada yang patah?"

Fisika kebingungan harus bersikap apa. Lagi, Sagi mencoba menyembuhkan luka dan rasa nyeri dari tubuh Fisika menggunakan media mana sang pengguna.

"Baginda." Fisika berujar lirih. Lalu berpaling pada Izar yang sedang tertatih memasuki kamar kembali. Rebecca yang berada di belakangnya tampak kebingungan serta cemas dengan kedua tangan mengengam di depan dada selayaknya sikap ketika seseorang hendak berdoa.

"Jangan katakan apapun pada Izar," titah Sagi dengan bisikan yang hanya bisa didengar oleh Fisika. "Sekali lo mengatakan apa yang kita berdua lakukan. Detik itu juga lo akan gue deportasi ke dunia asalmu."

Mata Sagi dan Fisika saling bertemu. Wanita itu menelan saliva susah payah setelah menyaksikan sorot dingin yang dipancarkan oleh sang Kaisar.

"Anda semua baik-baik saja?"

Rebecca masih berdiri di ambang pintu. Dia jauh terlihat khawatir menatap para tamunya dibandingkan kekacauan yang telah Sagi buat.

"Kami baik-baik saja." Izar menginterupsi dan memberi isyarat untuk Rebecca meninggalkan mereka.

Wanita itu menurut. Lalu dalam satu jentikkan jarinya. Pintu dan dinding yang semula retak dan hancur, kembali dalam wujud semula. Nyaris tidak beberkas.

"Panggil aku. Jika kalian butuh sesuatu."

Rebecca pun berpamitan pergi. Meninggalkan tiga manusia beda paralel yang saling diam satu sama lain.

"Mengapa?" Itulah pertanyaan yang akhirnya dilontarkan oleh Izar. "Mengapa Bigbos tiba-tiba seperti ini? Hubungan apa yang Bigbos jalin bersama Fisika sehingga Bigbos melakukan hal seperti tadi pada gue?"

Sagi tahu, Izar itu sama keras kepalanya dengan dirinya. Pria yang cukup populer dalam dunia literasi tersebut, tidak akan tinggal diam dengan rasa ingin tahunya. Izar akan melakukan apapun hingga keinginan tahunya bisa terpenuhi. Dia tipikal orang yang sangat begitu ambisius.

Ada pancaran sinar berwarna-warni yang menguar keluar dari tubuh Izar seperti uap air yang sedang dipanaskan. Perlahan-lahan, luka yang diberi Sagi mulai menutup di sekujur tubuhnya.

"Lo gak perlu tahu." Sagi berkata tanpa sedikit pun menoleh. Setelah ia memastikan bahwa kondisi Fisika baik-baik saja. Izar pun akhirnya melihat wajah si Kaisar yang telah berpaling membantu Fisika berdiri. "Kita akan lanjut diskusi."

Fisika memilih diam. Suasana terasa canggung dan ia merasa suhu ruangan di dalam kamar Sagi menjadi tidak karuan. Rasanya ada energi panas dan energi dingin yang saling beradu satu sama lain.

"Fisika memiliki tipikal jenis sihir sebagai Penyihir pelindung. Jenis yang sangat dibutuhkan oleh pasukan Ksatria," ujar Izar dengan kepala menunduk. Tampaknya, pria ini merasa sakit hati atas insiden yang telah terjadi.

Kuanta (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang