Chapter 11- Labor OV

815 240 20
                                    

Jangan tanya bagaimana rasanya dihempaskan oleh tangan kekar Sagi. Punggung Fisika berbunyi nyaring saat beradu dengan kap sebuah mobil. Dia mengerang kesakitan, kemudian merintih.

"Gila banget tuh, Sagi. Encok beneran gue."

Fisika berusaha bangkit. Tetapi orang-orang militer yang berjaga telah membagi kelompok mereka jadi lebih kecil untuk mengepung Fisika. Senjata laras panjang, kembali di arahkan ke arahnya.

"Turun dengan koperatif! Atau kepalamu akan kami tembak!"

Fisika memilih menurut. Masa bodoh dengan perintah Sagi. Dia lebih sayang nyawa. Lagipula, sepertinya Sagi lupa kalau Fisika tidak bisa membawa mobil.

Terdengar perkelahian di barisan depan. Fisika membatin, berharap Izar dan Sagi baik-baik saja.

Ketika netranya kembali memandang sekitar. Fisika hanya bisa pasrah saat dibekuk paksa, lalu tangannya di borgol ke arah belakang. Dua orang serdadu pun membawa Fisika ke dalam mobil militer yang berlapisi baja.

Wanita itu hanya bisa pasrah. Apalagi saat matanya tiba-tiba ditutup sebuah kain hitam dan mulutnya disumpal dengan plakban. Fisika pun melakukan sebuah pemberontakan.

Air mata wanita berdarah O itu mengalir keluar. Perasaannya campur aduk, ia ingin percaya pada Sagi dan Izar. Tetapi, situasi yang terjadi membuatnya cukup tidak yakin.

Di luar, mata Sagi terbelalak. Izar sudah tersungkur dengan pipi menyentuh aspal. Apapun yang terjadi. Sagi sudah memberitahu, bahwa mereka tidak boleh menggunakan sihir di depan umum dan keberadaan Fisika adalah sebuah pengecualian.

Sorot mata Izar penuh permohonan. Ia meminta agar Sagi mengizinkannya menggunakan sihir. Berkelahi dengan tangan kosong pun hanya akan lebih menghabiskan banyak tenaga. Prinsip usaha dan energi Sagi akan sia-sia belaka. Fisika akan pergi dan mungkin saja akan hilang dalam jangkauan radar.

"Sebutkan dari mana asal kalian berdua!" Seorang panglima yang memimpin penyergapan datang menghampiri Sagi.

Wajahnya memerah, dia berang dan emosi karena Sagi dan Izar berhasil mengelabui mereka di pos penjagaan.

"Tidak mau menjawab?" Dia kembali bertanya dengan nada membentak.

Sagi tidak gentar. Dia hanya menatap dengan sudut bibir yang berkedut tipis. Izar bahkan turut tersenyum tipis meremehkan si panglima. Di Malakai, dia mungkin akan binasa dalam satu jentikkan jari Aerglo Sagitarius.

"Bawa mereka ke ruang tahanan!"

"Huh?" keluh Sagi. Dia menoleh dan menatap tajam ke arah Izar. Seakan paham dengan apa yang terjadi, sahabat Fisika itu menggeleng cepat.

Semua berlangsung cepat. Dengan tegangan cukup tinggi. Kekuatan listrik dari tubuh Sagi menyambar semua orang hingga satu persatu tubuh berseragam lengkap itu ambruk tak sadarkan diri. Dia juga menyerap semua energi listrik yang berada radius 15 meter dari tempat kejadian perkara.

"Bigbos!" seru Izar dengan lantang. "Anda tidak bisa melakukan ini. Bagaimana pun juga, gue akan terus bersama Bigbos."

"Kita harus berpencar Izar. Lo pergi urus Fisika dan gue akan pergi mengurus Flower Winter. Waktu kita hanya 3 menit sebelum ada yang sadar."

.
.
.

Di kejauhan, Fisika malah sudah disekap di sebuah ruang tahanan khusus. Mata dan mulutnya pun masih tertutup dan terikat. Ia hanya bisa menangis. Tempat itu sepi, sunyi dan cukup dingin. Walau kedua matanya tertutup. Indra pendengaran Fisika malah bekerja jauh lebih baik.

Dia dapat mendengar bahwa orang-orang di luar sel sedang membicarakannya. Mereka bertanya, tentang trik Fisika dan yang lainnya mengelabui pasukan garda depan dengan bom asap. Lalu bergerak lincah menerobos pintu masuk. Tentu, mereka dipercaya adalah sekolompok orang yang akan memberontak otoritas militer. Terlebih, dengan naiknya wakil diktator menjadi ketua hukum.

Kuanta (End)Where stories live. Discover now