Chapter 32- Aplikasi AIR

510 143 63
                                    

Sagi tidak bisa berpikir jernih. Kekuatan sihir tidak bisa berlaku di area hyperspace. Itu area netral, darah terus mengalir dari punggung Sagi, walau tidak sederas saat Gareen menebas.

Sang Kaisar telah berusaha sekuat tenaga menggunakan tipe healing magic untuk dirinya sendiri. Kendati demikian, dia cemas memikirkan keadaan Fisika.

Izar berusaha membuka tas dan mengacak-acak ramuan yang berguna. Sebotol cairan bening ia paksa Sagi untuk meminumnya. Luka sabetan di punggung Sagi cukup lebar dan dalam hingga hampir mencapai bagian otot.

Sagi tergeletak tidak berdaya menatap Izar.

"Brengsek lo!" Sagi memaki di antara deru napas yang tidak normal. "Bagaimana caranya Fisika ke sini tanpa kita berdua, huh?"

"Bigbos adalah prioritas utama dalam protokol kekaisaran. Gue cuma bisa bawa Bigbos." Izar berkilah dengan berusaha menutupi luka di punggung Sagi. Ia menuang ramuan lain dengan warna hijau pekat. Cairan tersebut sedikit membantu. Setidaknya akan membantu Sagi bertahan sampai Malakai.

"Ini jenis bilah dengan mana yang misterius. Terlalu tajam dan mengoyak tubuh seperti memotong keju."

"Gigi siluman," seru Sagi. Ia bisa merasakan bekas mana dari pedang milik Gareen. "Pedang itu mempunyai kemampuan yang sangat unggul dengan pedang higanbana milik gue."

Izar terdiam dan Sagi mulai merasakan kepalanya terasa berat. Dia tidak bisa tertidur sebelum Fisika berhasil pulang. Koneksi mereka terputus dan pesan telepati tidak dapat dilakukan.

.
.
.

Fisika merasa nyeri yang sangat hebat dibalik punggungnya. Mulutnya penuh darah yang keluar saat ia terbatuk-batuk. Fisika seperti mau mati menahan nyeri dari luka yang tidak berdarah tersebut.

Ia menduga bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi pada Sagi. Fisika tidak ingin menangis dan merasa cengeng. Ia berusaha bangun dan bangkit untuk membebaskan dirinya sendiri.

"Masih di sini?" Onna berkomentar sarkas. Di sisinya, berdiri Gareen dengan pakaian yang terkoyak-koyak di beberapa bagian.

"Apa benar kalian sepasang kekasih? Mengapa dia meninggalkanmu sendiri di sini?"

Gareen melirik pada Onna agar membuka segel di pintu penjara. Dengan melambaikan tongkat sihirnya, terdengar bunyi klek dan pintu terbuka ke arah dalam.

Sang Putra Mahkota pun berjalan mendekati Fisika. Ia mengeluarkan sebuah sapu tangan dari dalam saku celana dan menyeka area sekitar mulut Fisika yang penuh darah.

"Kalau gue di dunia fiksi. Lo pasti bakal bunuh gue atau melakukan sesuatu yang lain," ujar Fisika lirih. Di kondisi seperti ini pun, ia masih sempat melakukan halu ala seorang penulis fantasi.

"Aku tidak mengerti dengan gaya bicaramu. Tapi kau tidak akan kubunuh, sudah kubilang ... sejak awal aku cukup tertarik padamu."

"Menjadi selir?" Fisika menggeleng. "Gue enggak mau! Selir itu gelar rendahan di seluruh kerajaan."

"Lalu bagaimana? Kau ingin jadi ratuku? Tapi bagaimana bisa? Kursi ratu hanya diisi oleh keturunan ningrat."

Alis Fisika bertaut bingung. Pria ini terlihat seperti karakter pemeran antagonis yang senang mengoleksi wanita cantik dengan pesonanya.

Dia ingin bertanya di mana keberadaan Sagi, jika yang dikatakan Gareen benar bahwa Sagi pergi tanpa membawanya. Hati Fisika akan patah seperti cokelat batang.

Tubuh Fisika gemetaran. Gareen pun refleks untuk menyentuh Fisika. Sekonyong-konyong, ia merasakan sebuah sengatan yang membuatnya tersetrum.

"Yang Mulia!" Onna bergerak panik dan memeriksa kondisi tangan Gareen. Dia terlihat sangat cemas. "Energi sihir pria tadi bercampur dengan wanita ini. Pria itu meninggalkan sejenis pelindung yang mencegah laki-laki mana pun untuk menyentuhnya. Jenis sihir cinta."

Kuanta (End)Where stories live. Discover now