Chapter 28- Energi Kalor

429 148 59
                                    

Dua pusara angin berputar mengelilingi tubuh Sagi dan Fisika. Hujan turun dengan sangat lebat. Satu-satunya sumber penerangan adalah cahaya yang dipancarkan oleh kedua mata mereka.

Sagi berusaha mendekati Fisika guna menenangkan emosinya. Akan tetapi, Fisika bergeming dengan bergerak mundur menjauhinya.

"Jangan mendekatiku!" Fisika menghardik. Segala hal berkecamuk dalam pikirannya. Ia masih syok memikirkan masa depan hidupnya. Tidak, dia tidak ingin terkurung dalam sangkar emas milik sang Kaisar.

"Ugh."

Fisika merintih kesakitan. Kedua tangan Sagi telah mencengkram bahunya dengan sangat kuat. Sekarang, kedua pusara angin mereka menyatu dan menciptakan pusara yang lebih besar mirip dengan tornado.

Dedaunan kering bertebangan dan meliuk mengikuti putaran, pohon-pohon muda ikut terangkat ke udara dan Izar masih sulit untuk mendekati mereka.

Ia bahkan kesusahan melihat dengan jelas di antara hujan badai yang sedang berkecamuk. Tangan Izar telah memegang bilah pedang peraknya. Dia bersiap untuk segala kemungkinan yang akan terjadi.

"Sadar, Fisika!" tegur Sagi dengan tegas. "Jangan dengarkan Izar. Fokus dengerin apa yang akan gue katakan sama lo dan lo ingat ... gue hanya mengatakan ini sekali."

Sagi pun perlahan-lahan mendekatkan keningnya dengan kening Fisika. Kedua tangannya pun bergerak secara lembut dari bahu, kemudian menangkup kedua pipi Fisika dengan sangat lembut.

Napas dua insan itu pun melebur menjadi satu di antara derasnya air yang jatuh dari langit.

Netra Fisika membulat, dia baru tersadar jika netra ink Sagi telah berubah menjadi warna biru yang bercahaya terang.

"Fisika," bisik Sagi dengan tenang. "Maaf, tanpa sadar gue menyukaimu."

Mendadak, pusara angin yang hampir menciptakan tornado musnah dalam seperkian detik dan menyisakan hujan yang masih turun dengan deras.

"Ap- Apa?"

"Lo gak akan jadi selir. Lo adalah ratuku, bulanku, hidupku, dan jantungku. Apapun yang terjadi, lo hanya boleh percaya sama gue. Jangan dengarkan orang lain apalagi, Izar."

Fisika tidak tahu harus bersikap apa. Dia hanya bisa terisak dan Sagi segera mengubah posisinya untuk mendekap dan memeluk sang Bulan dalam rengkuhannya.

Hujan perlahan mereda dan Izar yang menyaksikan peristiwa tersebut, jatuh merosot ke atas tanah yang telah berubah menjadi lumpur.

Awan perlahan-lahan bergerak sehingga kembali menampilkan cahaya rembulan. Tampaknya sesuatu yang mustahil terjadi, malah makin menjadi kenyataan.

Izar tidak punya hak untuk melarang sang Kaisar untuk jatuh cinta dengan siapapun. Ia sudah bisa melihat jenis masa depan apa yang akan kedua rekannya hadapi. Pria itu hanya ingin mencegah hal tersebut. Kendati demikian, ia tetap tidak bisa melakukan apa-apa.

Ia pun mendadak terbatuk-batuk hingga memuntahkan darah di telapak tangan. Racun Stormi masih mengoroti tubuhnya. Buru-buru, Izar menghapus jejak tersebut agar tidak diketahui oleh siapa pun.

"Gue no comment," celutuk Izar dengan berjalan mendekati sang Kaisar dan pujangganya.

Fisika buru-buru menghapus jejak air matanya, sekaligus malu melihat keberadaan Izar. Rasanya seperti tertangkap basah melakukan hal yang salah.

"Bigbos dan Fisika menantang maut," imbuhnya lagi dengan helaan napas berat.

"Lo mau ikut menantang maut?" balas Sagi dingin.

"Kenapa tidak? Mau ke dasar kegelapan pun, gue akan ikut langkah Bigbos dari belakang." Ia pun menatap miris sekaligus iba pada Fisika. "Gue gak bakal heran lo bisa jatuh cinta sama Bigbos. Ya, secara ... dia visualisasi paling oke dalam kiteria cowok wattpad, 'kan?"

Kuanta (End)Where stories live. Discover now