Chapter 41 - Regenerasi Sel

265 74 2
                                    

Butuh lebih dari semenit bagi Fisika menyadari bahaya yang ada di hadapannya. Dia mengambil sebuah balok kayu dari luar teras apotek dan segera memukul kepala seorang apoteker yang sedang berusaha menggigit Libra.

Balok kayu itu patah jadi dua. Si Apoteker mendogak menatap Fisika, kesal karena diganggu, dia pun berlari menerjang Fisika. Wanita itu pun berlari mundur dan melarikan diri ke arah jalanan.

Mata amber Fisika bergerak ke kanan dan ke kiri. Dia mengambil sebuah bongkahan batu lalu berjalan maju dan melemparkannya tepat ke wajah si Apoteker zombie hingga ia terjungkal ke aspal. Dari dalam Apotek, Libra berlari sambil mengarahkan ujung tombak yang selalu ia bawa. Sekaligus mengabaikan rasa sakitnya.

Seharusnya, Libra tadi membalas zombie tersebut dengan cepat. Namun, karena serangan yang begitu tiba-tiba, dia sempat lengah dan terlambat menyadari  keberadaan senjata tersebut.

Ini aneh. Libra biasanya tanggap dengan serangan - serangan seperti ini. Tanpa ampun, ujung tombak pun ditusukkan tepat di jantung si zombie berkali-kali. Yang ditusuk pun, mati dalam sekejap.

Dada Fisika naik turun dengan degup jantung yang berdebar cepat. Tungkai Fisika gemetar hebat. Dia tidak pernah melihat pemandangan semenakutkan ini. Ya, membunuh. Entah membunuh makhluk hidup apa pun.

Saat Libra menarik tombaknya, seketika itu pula, Fisika ambruk di atas aspal jalan. Dia syok, dia sadar, Libra melakukan hal tersebut demi mereka berdua, demi bertahan hidup.

Melihat Fisika yang tampak ketakutan. Insting Libra bertindak cepat, ia melangkah mendekati Fisika dan memeluknya dengan erat.

"Tenang, Fis. Lo enggak perlu takut." Libra berusaha menepuk-nepuk punggung Fisika dengan lembut. Lalu beralih mengelus kepala Fisika.

Tubuh wanita ini masih bergetar hebat. Libra tidak mengatakan apa pun, ia membiarkan Fisika sampai ia bisa merasa tenang dan dapat mengontrol emosinya.

Kaos Libra pun penuh air mata, Fisika sadar, dia telah berada dalam dekapan pria lain. Merasa seperti berselingkuh dari Sagi, dia pun menarik diri.

"M- Maaf. Gue hanya syok."

"Gue tahu," jawab Libra. Dia menggunakan tangannya memegang dagu Fisika dan mengangkatnya.

"Ini mungkin pengalaman pertama. Memang, kadang yang pertama akan sulit dilupakan. Tapi, ini udah masuk teritori wilayah yang kita tidak tahu, apakah ada zombie yang luput dari gempuran Haruto atau tidak. Gue harap, lo bisa tegar. Tapi kalau lo merasa takut. Lo bisa berlindung di belakang gue."

Fisika hanya mengganguk kecil. Dia menguatkan dirinya sambil berdiri.

"Bagaimana dengan mayat zombie itu? Bukankah kita harus menguburnya dengan layak?"

Libra menoleh sekilas ke belakang. Lalu kembali menatap Fisika. "Akan gue urus, sekarang ... lo masuk ke dalam apotek dan cari obat yang kita perlukan dan yang paling penting, belum kadaluarsa."

"Punggung lo!" Fisika berseru panik. Ia segera berjalan memutar dan melihat luka yang diakibatkan si zombie. Luka bekas gigitan dengan diameter seukuran jari telunjuk, luka tersebut terbuka dalam. Menampakkan robekan daging dan  darah merah yang mengalir segar.

"Tunggu."

Fisika tidak tahu, apa dia bisa membantu Libra atau tidak sebelum pria itu berubah menjadi zombie. Diletakkan kedua tangannya di atas luka tersebut, Fisika memejamkan mata, berusaha berkosentrasi untuk memberikan penyembuhan dengan e energi mana.

Fisika sendiri merasa menyesal, seharusnya ia bisa segera memberi kubah perlindungan. Tetapi apa daya, dia terlalu syok melihat pemandangan tadi. Perlahan-lahan, Libra merasakan sensasi dingin dan menggelitik di punggungnya.

"Fis? Lo sedang apa?"

Fisika tidak menjawab panggilan Libra, dia sedang berkosentrasi penuh pada energi mana agar dapat berperan mengembalikan jaringan kulit yang hilang dan menghancurkan patogen yang diyakini sebagai sumber dari bibit-bibit zombie. Peluh turun di pelipis dan Fisika pun membuka kelopak mata secara perlahan-lahan.

Luka gigitan yang sebelumnya terbuka, kini telah lenyap tanpa bekas.

"B- Berhasil?" Fisika malah bertanya sendiri.

"Apa?" Libra tidak paham, apa yang Fisika bicarakan. Namun, ia bisa merasakan bahwa, tidak ada lagi rasa nyeri di punggung.

"G-Gue ... berhasil mencegah lo berubah menjadi zombie."

Libra memutar tubuhnya cepat. Ia terbelalak menatap wanita yang ada di hadapannya.

"B- Bagaimana mungkin?"

"Dengan sihir," jawab Fisika kalem. "Gue melakukan regenerasi sel yang rusak dengan sel dan jaringan baru. Gue tahu ini proses yang sangat rumit dan komplek. Proses ini dikendalikan oleh berbagai gen dan melibatkan proliferasi sel, migrasi sel, molekul, protein, dan diferensiasi sel yang terkoordinasi satu sama lain. Gue hanya mencoba membayangkan semua itu. Bagaimana proses regenerasi terjadi peningkatan metabolisme, peningkatan kebutuhan akan energi serta peningkatan keperluan akan oksigen dari regenerasi ini."

Fisika sangat bersemangat menjelaskan teori ini.

"Ah, sihir ya? Durasi seseorang terjangkit virus zombi biasanya kurang dari 72 jam, gue sempat cemas soal ini." Libra berusaha menggapai luka yang telah hilang dibalik punggung. "Entah bagaimana sihir lo melakukannya. Tapi, dari pada membuat obat. Apa lo bisa menggunakan kekuatan lo untuk menyembuhkan semua orang?"

Fisika tersenyum getir. "Tidak, gue enggak akan mampu untuk melakukan itu. Kemampuan gue sebagai penyihir hanya sebatas pemula, gue bisa cukup bagus karen ada sihir dan energi Baginda dalam diri gue."

Sadar bahwa nama Sagi terucap di bibir. Mendadak, membuat rasa rindu perlahan membucah di dada Fisika.

"Baginda?" Libra mengulangi. "Apa dia sejenis raja?"

"Kaisar," jawab Fisika.

Libra tersadar, kilat di mata Fisika menunjukkan ada pria lain di dalam hati wanita itu. Ironis, dia menyukai wanita yang telah dimiliki oleh pria lain dan sebuah pikiran picik, mendadak terlintas di dalam benaknya.

"Soal obat." Libra berusaha mengalihkan pembicaraan. "Apa kita masih membutuhkannya? Apa sihir tadi, bisa membantu kita terlepas dari gejala keracunan?"

"Ah, ya ... itu." Fisika teringat. "Kurasa tetap diperlukan. Gue akan pergi mengambil beberapa buat perbekalan di jalan."

"Oke."

Fisika pun melaksanakan bagiannya, sedangkan Libra menatap mayat zombie si wanita apoteker dengan sebuah seringai.

"Tidak, dia tidak akan kembali ke pria yang ia panggil Baginda itu. Fisika tidak akan pernah kembali ke keluarganya."

...

Di dalam apotek, Fisika mencari sesuatu seperti kantong plastik atau tas. Dia pergi ke ruang loker untuk memeriksa hal yang ia cari. Benda-benda berhamburan di lantai. Mulai dari kertas resep, obat-obatan, keranjang obat dan beberapa kardus-kardus lama.

Fisika pun menemukan sebuah lemari penyimpanan di sudut ruangan. Kemudian membuka lemarj dan menemukan sebuah tas ransel berwarna hitam sedang tergeletak tanpa pemilik.

Tanpa pikir panjang, ia segera mengeluarkan isi tas yang berupa modul dan kertas-kertas yang terlihat seperti laporan keuangan. Kemudian, bergegas kembali ke etalase depan dan mengisi beberapa persediaan obat-obatan untuk pertolongan pertama di dalam tas.

Bahkan tanpa sepengetahuan Libra, secara diam-diam. Fisika merogoh ponsel dalam tas selempang cokelatnya. Ia memeriksa ponsel dengan chat masih centang satu. Lalu mengetik pesan baru di bawahnya.

Izar,
Di dunia ini, enggak ada ponsel.
Gue harus pergi bersama teman gue buat mencarinya.

Tadi gue baru pertama kali melihat zombie dari jarak dekat dan melihatnya mati mengenaskan.

Kapan kalian datang buat gue? Bilang sama Baginda, gue rindu berat sama dia. Gue kangen banget sama dia.

Jujur, gue merasa hampir gila di sini. Tapi, lo jangan bilang sama Baginda, kalau teman baru gue ini cowok.

____/_/_/___
Tbc

Kuanta (End)Where stories live. Discover now