Chapter 46 - Pertemuan

229 73 0
                                    

Setang motor becak, sesekali dibanting ke kiri dan ke kanan. Izar sama sekali tidak mengurangi kecepatan mereka.

Selagi Sagi bisa membuka jalan, mereka akan tetap melaju. Haggins sudah melipat kedua kaki dan memeluknya rapat-rapat. Sebagian zombie memang berhasil dimusnakah, namun zombie yang berkumpul terlalu banyak.

Peluh mulai menetes dari pelipis Sagi. Pria ini mulai kewalahan. Mereka sudah berkendara jauh, namun puluhan makhluk pemakan otak terus saja mengejar. Hingga malang pun tidak bisa dihindarkan. Motor tiba-tiba mati karena dayanya mulai menurun.

Izar langsung melompat ke belakang. Mengarahkan sebilah pedang satu tangan untuk menebas leher-leher yang berwarna putih pucat. Dia bergerak dengan maju ke depan dan sesekali bergerak mundur ke belakang.

Sagi sendiri tidak lagi mengeluarkan kekuatan elementalnya. Bastard sword sudah berayun memenggal tiap kepala dengan begitu mudah. Mereka bertiga terpojok. Situasi makin runyam. Lengan kaos Izar pun mulai sobek, untung saja. Dia berhasil menghindar untuk serangan kedua yang dapat membuatnya cedera.

"Bigbos!" seru Izar lantang. "Kita tidak bisa melawan mereka. Zombie-zombie ini terlalu banyak."

"Terus tebas!" balas Sagi tanpa ampun pada seorang zombie tua. "Bunuh semuanya."

Untuk sesaat, mereka melupakan keberadaan Haggins. Fokus Sagi cuma satu, dia akan menghancurkan apa pun yang menghalangi jalannya menuju Fisika.

Sekonyong-konyong, terdengar bunyi tembakan beruntun. Satu persatu zombie mulai tumbang di kanan dan kiri mereka.

Sagi dan Izar sejenak menghentikan pergerakan. Beberapa zombie yang malas tahu dengan suara teesebut, mencoba melukai Sagi. Namun sayang, tubuhnya terbelah saat Kaisar Malakai itu menebasnya dalam satu kali ayunan.

Jumlah zombie yang menyerang pun perlahan-lahan tumbang dan itu membuat Sagi dan Izar bisa menyelesaikan pekerjaan mereka dengan cepat.

Saat zombie terakhir berhasil ditebas oleh Izar. Deru bunyi mesin terdengar mendekati mereka. Roda-roda ban mobil yang besar, meremukkan mayat-mayat pemakan otak yang tergeletak di atas aspal tanpa ampun.

"Hmm." Haruto melompat keluar dari atas jeep. Dia mengancungkan senapan laras panjang pada Sagi dan Izar yang masih memegang pedang mereka masing-masing.

"Orang-orang asing. Siapa kalian?!" Haruto menggertak, antek-anteknya mulai turun dan menyebar untuk mengunci pergerakan Sagi dan Izar.

Sagi tetap diam, tidak ingin menjawab sama sekali. Izar mengeratkan genggamannya pada ganggang pedang sejenis army sword.
Dengan jenis ganggang berbentuk salib.

"Siapa kalian?!" Haruto kembali menggertak. "Apa kalian yang menyebabkan petir-petir aneh tadi?"

Sorot mata Haruto mengarah pada pedang yang dipegang Sagi. Bilah itu memiliki dua warna berbeda untuk tiap sisi.

"Biarkan kami lewat." Sagi akhirnya berucap. Izar perlahan mendekati Sagi. Lalu melirik ke dalam becak untuk melihat Haggins yang pingsan.

"Kalian tidak bisa lewat. Ini wilayah kami. Tapi sebelum itu, jatuhkan pedang mainan kalian ke bawah dan angkat tangan ke atas kalau kalian masih sayang sama nyawa."

"Ahahahaha." Sagi tertawa. Ia merasa lucu, mendengar ocehan Haruto. Tanpa rasa gentar, Sagi pun mengarahkan ujung pedangnya ke arah Haruto dengan tatapan mata yang sangat tajam.

Sagi hanya menatap. Namun, senapan laras panjang yang dipegang Haruto terlepas dari tangannya. Pria itu menatap kedua tangannya yang gemetaran. Dia merasa aneh, bahwa kedua tangannya seolah bergerak sendiri tanpa diperintah.

Kuanta (End)Where stories live. Discover now