Cemburu

15 7 0
                                    

"Sini, Bang!"

Seruan Tasya menghentikan langkah Revan.

"Sini kumpul!" ajak Tasya melambai tangan.

"Abang capek butuh istirahat," tolak Revan.

Tasya memanyunkan bibir, prasangka negatifnya kepada Ayra sepertinya diam-diam mencuci pikiran abangnya membuatnya geram sendiri.

Rere mendekati putranya dengan senyuman lebar, menuntun Revan memaksanya bergabung dalam perbincang malam ini.

"Mama enggak ngerti kondisi Abang," melas Revan dipaksa duduk dekat Alesya.

"Mama paling ngerti Abang. Nurut saja kenapa sih," balas Rere tak peduli anaknya kelelahan seharian kerja.

"Enggak baik memaksakan kehendak Tante, biarkan Revan istirahat," ucap Alesya perhatian.

"Tapikan Ale," kedip Rere.

"Ya ampun, aku lupa mencatat materi!" heboh Tasya beranjak lari menuju kamar.

"Ayo, Pa, ganti pakaian dulu sebelum makan malam dimulai, Mama bantu nyiapin bajunya habis itu, kita makan," sambung Rere ikutan bangun menggiring Atmaja meninggalkan ruangan.

Tersisa lah dua orang di sana. Alesya menyampingkan badan peluang curi kesempatan dalam kesempitan, jemari lentiknya membelai halus rahang tegas Revan.

"Hentikan Ale," tegur Revan menepis risih.

"Dulu, kamu enggak seagresif kayak sekarang Re, ke mana diri kamu yang aku kenal? Tidakkah kamu merindukan belaian kasih sayangku?" dramatis Alesya menatap lekat.

"Kenangan manis cinta kita, bukannya setiap kali berada di sampingku, kamu suka menjadikan pangkuanku sebagai bantalan kepalamu," tambah Alesya.

Iris keduanya bertabrakan, Revan tercekat ketika Alesya mengusap lembut dada bidangnya.

"Sampai kapanpun aku enggak siap pisah dari kamu, aku mencintai kamu, Re," ungkap Alesya perlahan menyandarkan kepala.

Tuhan, wanita manja ini pandai menarik ulur perasaan. Revan diam seribu bahasa menghadapi kenyataan.

"Menahan rindu itu berat Re, namun yang paling berat adalah saat aku diminta semesta tuk melupakan kamu secara paksa, aku bisa gila tanpa kamu," curhat Alesya.

"Kita pernah saling berjanji untuk jangan meninggalkan satu sama lain, apapun yang terjadi. Ingat?" lanjut Alesya.

"Cukup mempengaruhi saya dengan bualan tak bermakna mu!" jemu Revan mendorong minggir wanita cantik di sampingnya.

Alesya terpental di sofa, dengan gesit mencekal pergelangan tangan Revan yang hendak beranjak.

"Lepas!" ujar Revan.

"Sebenci ini kamu padaku, Re. Bukannya aku sudah banyak minta maaf buat kesalahanku di masa lalu," sendu Alesya.

"Saya memang sudah memaafkan kamu, tapi kembali bersama tidak bisa," tegas Revan melepas kasar pegangan tangan Alesya.

Kepergian Revan diratapi penuh sesak, Alesya menitikkan air mata mendapat perlakuan kasar. Adegan tegang barusan tidak luput sedetik pun dari pengawasan Rere yang berdiri di kejauhan sini.

Rere menghampiri Alesya dan membawanya kepelukan.

"Abang menyakitimu?" tanya Rere.

"Sakit Tante, kenapa Re berubah," tangis Alesya.

"Gara-gara pembantu licik masuk ke rumah ini, kendali hidup abang berada di tangan Ayra," tuding Rere.

"Ayra merebut Revan dariku, Tante!" rintih Alesya.

Karenamu (End) tahap revisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang